Mohon tunggu...
Helmy Kusuma
Helmy Kusuma Mohon Tunggu... -

Cinta 3 Sisi, sebuah novel roman\r\nhttp://www.nulisbuku.com/books/view/cinta-3-sisi-kertas-novel\r\n\r\nwww.helmykusuma.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Sebuah Titik di Atas Meja

11 Februari 2011   19:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:41 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kita dilahirkan dengan bermacam-macam kondisi, ada yang disebut berbakat, ada yang disebut jenius, ada pula yang disebut keterbelakangan mental, kasarnya idiot. Kita tidak akan membicarakan asal usul dan mengapa, tapi mari kita berhipotesa sebentar, bayangkan kita semua dilahirkan dengan modal awal yang sama, kepintaran yang sama, keterampilan yang sama, postur tubuh yang sama. Apa yang menyebabkan sebagian kecil berhasil mencapai mimpinya sementara sebagian besar lainnya gagal dan menjalani hidup yang membosankan?

Mari kita lanjutkan hipotesa kita. Bayangkanlah dunia yang kita jalani sebagai permukaan sebuah meja. Oh bukan maksudnya kalau bumi itu datar, karena bumi itu berbentuk seperti bola pepat, sayang! Dunia yang dimaksudkan adalah lingkaran, cakupan, batasan dari semua yang kita persepsikan. Maka dengan bayangan ini, kita semua dilahirkan tepat pada tengah-tengah meja.

Masa bayi kita lalui dengan melihat ke sekeliling kita dan menyadari betapa luas meja yang kita duduki ini. Dunia adalah taman bermain luar biasa besar dan menakjubkan, seakan-akan tanpa tepi dan batasan. Kita mulai perlahan beranjak dari titik tengah meja, bergeser sedikit ke kiri, bergeser sedikit ke kanan, mulai mengeksplorasi apa saja yang tersedia di taman bermain tanpa batas ini.

Masa remaja pun tiba, dan sekarang kita bisa berdiri tegak, dan melihat oh ternyata taman bermain ini bukan tanpa batas. Ternyata ada batasnya, memang sih luas sekali, tapi tetap di horison dapat kita rasakan disana ada suatu tepi. Kita berputar-putar dalam taman bermain ini, tapi segera kita merasa bosan. Sedikit-dikit kita mulai menjelajahi tepian taman bermain ini. Oh ternyata tepiannya tidak seperti yang disangka, masih ada lagi pinggiran selanjutnya, memang ternyata lampu yang dipasang pada tengah meja tidak cukup terang untuk mencapai tepian terluar, tapi tetap kita mencoba melangkah, dan setiap kali melangkah kita bisa melihat masih ada lagi beberapa meter sebelum tepian meja.

Orang tua kita akan berkata “Hei jangan bermain terlalu ke pinggir sana. Di sana hanya ada kegelapan.” Kita tahu di sana tidak hanya ada kegelapan saja, tapi masih ada tepian lebih luar lagi. Kita balik lagi ke daerah tengah-tengah meja, tapi sekali-sekali pada saat orang tua kita tidak melihat, kita mencoba menyapukan langkah ke tepian tersebut. Sekolah mengajarkan di tepian terluar itu hanya ada kegelapan, dan sekali kita melangkah terlalu jauh, kita akan jatuh ke kegelapan tanpa dasar. Ih menakutkan sekali, kegelapan tanpa dasar, jatuh sempurna tanpa beban, selamanya tanpa ada kesempatan balik lagi ke atas meja, karena memang tidak ada tali.

Bertahun-tahun kita mendengarkan nasihat ini, dan pada saat kita beranjak dewasa, orang muda yang cakap dan cemerlang, kita telah bermain di tengah-tengah meja dan melupakan tepian terluar meja tersebut. Kita berada dalam jangkauan lampu sorot dari tengah meja dan kita mendapatkan pujian dan penghargaan dari orang tua, sekolah, masyarakat. Tapi ada sesuatu di dalam hati kita yang tetap menggedor nurani, sesuatu yang hampir padam, tapi tetap ada, keingintahuan tentang tepian terluar tersebut.

Bagi sebagian orang yang lain, mereka disebut sebagai ‘pemberontak’, ‘tidak tahu aturan’, mereka ini mengikuti api di dalam hati mereka dan berjalan pada tepian terluar. Mereka mendapat hujatan, cemoohan dan segala macam hal. Tapi setelah tahun-tahun berlalu, dan mulai banyak orang yang memasang lampu lebih kuat, mereka baru menyadari bahwa ‘pemberontak’ ini telah bermain di tempat yang sama sekali luar biasa, dan mereka telah mendefinisikan ulang tepian terluar dari meja tersebut.

Oh, tapi seberepa bengalnya ‘pemberontak’ ini, mereka hanya berjalan pada tepian terluar, tapi mereka tidak pernah menjejakkan kaki ke dalam kekosongan yang gelap tersebut. Mereka memang ‘memberontak’, terang-terangan melanggar aturan yang sudah ada, tapi tetap mereka sebenarnya hanya menunjukkan ingin ‘keberanian’ mereka, mereka juga takut untuk jatuh ke dalam kegelapan tak berdasar.

Hm, jadi hanya disinilah cerita kita berakhir? Bahwa keberhasilan meraih mimpi ini ditentukan oleh ‘keberanian’ melanggar aturan? Oh jangan terburu-buru. Dari sekian banyak yang berjalan di tepian terluar, dan puluhan kali lebih banyak lagi yang berjalan di tengah-tengah meja, ada seperseratus dari sepersepuluh dari mereka yang berjalan di tepian terluar, mereka yang disebut ‘Pembawa Cahaya’.

Si Pembawa Cahaya ini membawa lampunya sendiri, berjalan sampai ke tepian terluar, melongok ke dalam kegelapan di bawahnya dan melihat bahwa meja ini adalah benar seperti bumi, bukan sebuah lingkaran, tapi sebuah bola, em bola pepat atau bola bundar tidak begitu penting. Dan mereka berjalan terus ke tepian terluar, melangkahkan kakinya ke bawah, ke dalam kegelapan, dan menemukan permukaan meja yang sama sekali baru di baliknya. Bagi mereka sekarang, dunia memang benar tidak terbatas, suatu keterlanjutan yang tidak berakhir, sempurna, awal yang menjadi akhir dan akhir yang menjadi awal. Atas yang merupakan bawah dan bawah yang merupakan atas.

Beranikah anda membawa ‘Cahaya’ lampu anda demi mencapai impian anda? Beranikah anda ‘melihat’ keterbatasan anda, belenggu anda yang disinari oleh ‘Cahaya’ lampu anda dan menerima kesempurnaan bola dunia ini?

Jelajahi batasan anda. Jelajahi tepi terluar anda. Bawalah ‘Cahaya’ hati anda. Lihatlah kesempurnaan dunia ini. Lihatlah keterlangsungan hal-hal yang ada. Tidak ada kegelapan disana, anda hanya lupa menyalakan cahayanya. Tidak ada lubang disana, anda hanya melihatnya dari jauh, langkahkan kaki anda kesana, percaya pada cahaya anda, dan anda tidak akan pernah terputus dan berakhir. Karena dalam suatu bola dunia, tidak ada sudut dan segi, tidak ada tempat untuk tersangkut dan tertinggal. Apabila anda terus mengikuti cahaya anda, anda akan mengalir, selamanya.

I AM Shaumbra,

Helmy Kusuma

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun