Senja yang ditunggu belum mulai muncul. Suasana setelah hujan lima menit yang lalu sekarang sudah reda. Namun mendung masih membelenggu hingga saat ini. Langit seakan belum mau beranjak dari mendung dan hujan.
Sekarang hari Sabtu. Di pojok warung Kopi yang biasanya sepi kini mulai ramai, ada beberapa pengunjung yang datang, beberapa diantanya berpasangan. Aku hitung ada tiga pasang, semuanya masih muda.
Sabtu yang basah setelah diguyur hujan kini berasa hangat, obrolan mereka yang hangat memaksaku ikut merasakan kehangatan itu. Pasangan di sebelah tempat duduku muda-mudi, jaraknya tak begitu jauh dari meja ku, dari parasnya sekitar duapuluh tahun, sepertinya sepantaran.
Mereka mengobrol ditemani meja kosong, tak begitu terdengar dengan jelas apa yang diobrolankan, tapi tak sulit bagiku untuk bisa memastikan mereka sedang jatuh cinta, terlihat dari tatapannya, dalam fase penjajakan.
Lelakinya mulai bercerita tentang pekerjaan, sementara wanita medengarkan dengan tenang dan sesekali melontarkan pertanyaan basa-basi.
Tak bigitu lama pesanan mereka mulai datang, terlihat jus melon, jus jambu dan ketang goreng di antarkan. Tak terlihat secangkir kopi dalam pesanan mereka, tak seperti pesananku yang hampir tinggal sepertiga gelas, selebihnya kopi ku sudah ku nikmati sedari tadi.
‘Lelakimu tak romantis’, batinku,, sembari ku geser kursi agar tempat duduk semakin dekat dengan meja mereka karna obrolan suara mereka beradu dengan hujan yang mulai turun lagi.
“Bagaimana lelakimu tumbuh ? dengan merayakan pertemuan dengan mu dan disertai gerimis, dia tidak memesan secangkir kopi”.
Hujan semakin deras, obrolan mereka semakin tak ku dengar, kopi ku semakin susut dalam gelas. Ku ganti tempat duduk, tetap saja tak kudengar, yang terlihat wajah perempuan mu yang kulihat sesekali, matanya terlihat mulai bosan,
Bersambung.....