Mohon tunggu...
Hans Pt
Hans Pt Mohon Tunggu... Seniman - Swasta, Sejak Dahoeloe Kala

Biasa-biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tsamara dan Sherly di ILC, Antara Data dan Asbun

25 Agustus 2019   17:56 Diperbarui: 25 Agustus 2019   17:58 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
makassar.tribun news.com

Dalam tayangan ILC beberapa waktu lalu yang bertajuk: Perlukah Ibu Kota Pindah, ada dua srikandi yang menjadi tamu Karni Ilyas. Mereka itu Tsamara Amany dan Sherly Annavita. Jika semua orang sudah mengenal Tsamara, hal sebaliknya mungkin dengan Sherly. Sebab dalam beberapa tahun belakangan ini, utamanya dalam kaitan dengan Pemilu 2019, nama Tsamara sudah berkibar bersama Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Partai politik pimpinan Grace Natalie ini, sekalipun masih baru, tetapi mulai terasa gregetnya, sebagai parpol orang-orang muda yang ingin tampil beda, ingin mengubah wajah politik nasional yang "begitu-begitu saja" sejak puluhan tahun silam. PSI mengusung jargon sebagai parpol terbuka dan progresif. 

Sementara Sherly justru mulai dikenal luas berkat penampilan perdananya di ILC yang kata banyak orang sebagai "gadis yang berani mengkritik Jokowi". Pujian dan kesan yang sangat berlebihan sebenarnya. Sebab di zaman sekarang ini, siapa pun bebas-bebas saja mengkritik pemerintah. Bahkan jangankan mengkritik, menghina, merendahkan bahkan mengancam bunuh presiden pun--sekalipun cuma di medsos--sudah "biasa" di negeri kita ini. Maka apabila di acara ILC seorang Sherly melontarkan kritik-kritik kepada pemerintah, tidak ada sebenarnya yang perlu diulas di sana. Apalagi, topik-topik atau statemen yang dia kemukakan di acara itu pun normatif atau biasa-biasa saja. Tidak ada hal atau usul yang baru dari dia. Yang baru hanya orangnya: baru tampil di ILC. Hahahai...

Kita tentu senang dan bangga melihat dua wanita muda, cantik dan seger tampil di antara peserta ILC--yang selama ini pesertanya itu-itu saja: Fahri Hamzah, Fadly Zon, Ridwan Saidi, Rocky Gerung, dan tentu saja Pak Karni Ilyas--sang tuan rumah. Sosok-sosok yang disebut itu, sejujurnya  sudah tidak menarik lagi untuk dipelototi di layar kaca. Selain karena mereka sudah rutin tampil, aki-aki pula, arah pembicaraan mereka pun sudah terpola: nyinyirin pemerintah. Maka ketika di antara mereka menyembul dua makhluk cantik: Tsamara dan Sherly, mata pun tidak lagi "sakit" menontonnya. Kita rehat sejenak!

ILC kemarin itu menarik tentu saja karena sosok dua wanita milenial tersebut. Semakin menarik karena keduanya ada dalam posisi berseberangan. Sherly berada di kubu Fadly Zon yang sekaligus oposisi. Tsamani di pihak pemerintah yang juga barisan pendukung Presiden Jokowi. 

Sebagaimana diperkirakan sebelumnya, Sherly, sebagai anggota "oposan" pun melontarkan statemen yang senada dengan kawan-kawannya: mengkritik atau mempertanyakan rencana perpindahan Ibu Kota, tanpa data. Yang penting ngomong! Sherly bahkan mengatakan bahwa keinginan Jokowi memindahkan Ibu Kota itu seolah mengonfirmasi kegagalannya memimpin DKI Jakarta semasih jadi gubernur 2012 - 2014. Entah di mana kaitannya, hanya dia yang paham. Yang jelas, situasi dan kondisi DKI Jakarta memang "kurang ideal" sebagai pusat pemerintahan karena beberapa faktor. Misalnya, rawan gempa, rawan banjir, macet, kepadatan penduduk, dan kini polusi udara. Bahkan sejak era Bung Karno dan presiden-presiden selanjutnya, rencana ini terus bergulir. Dan hanya Jokowi yang berani dan serius membuatnya jadi kenyataan.

Dan seperti mengulangi hal-hal yang sudah umum, Sherly yang katanya lulusan Australia itu mempertanyakan alasan pemerataan pembangunan. Sekali lagi, dia hanya mempertanyakan, bukan membeberkan solusi. Kemudian yang lucu ketika dia minta jaminan jika Ibu Kota pindah ke daerah (Kalimantan) maka pemerataan pembangunan Indonesia akan membaik? Ini sama dengan pertanyaan, kalau Prabowo jadi presiden apakah RI makin membaik? Mana ada yang bisa jamin? Ngomong atau janji, ya bisa. Maka Sherly hanya mengulangi sesuatu yang sudah klise. Makin terlihat masih hijaunya gadis ini karena misalnya mengkhawatirkan timbulnya konflik baru, kecemburuan sosial daerah lain, dsb. Statemen yang biasa-biasa saja, dan tanpa data, hanya asbun.

Dan tampilnya Tsamara benar-benar membuat para pengkritik tanpa data itu hanya mingkem. Politisi PSI ini bicara pakai data, bukan asbun. Tsamara mengawali posisi Kalimantan yang secara geopolitik berada di tengah-tengah RI, sentral Indonesia, yang juga bisa menghilangkan stigma Indonesia barat atau timur. Dan yang lebih meyakinkan beliau bicara berdasarkan data-data yang dia peroleh dari Bappenas yang sudah melakukan kajian tentang bakal ibu kota baru ini. Dan pemilihan Kalimantan pun semakin memperkuat konsep Presiden Jokowi soal Indonesia negara maritim. Menurutnya, sesuai ALKI (alur laut kepulauan Indonesia) ada dua alur laut, yakni 1) di Selat Malaka, 2) perairan yang melewati Kalimantan. 

Dan yang paling penting, dia meluruskan pemahaman banyak orang bahwa yang pindah itu bukan Jakarta, tetapi hanya pemerintahan saja. Maka, menurut dia, ibu kota yang baru tidak perlu luas, namun efisien dan efektif sebagai pusat pemerintahan. Tentu saja harus memperhatikan aspek lingkungan dan tidak boleh ada deforestasi. Dan pindahnya ibu kota sekaligus juga mengurangi beban Jakarta yang sudah sangat padat, tingkat kepadatan lebih 10.000 penduduk per kilometer persegi. Kondisi ini berpengaruh besar terhadap penumpukan sampah, dan sebagainya.

Dan yang paling menohok pengkritik adalah soal biaya. Mereka itu selalu mengira akan ada hutang baru, dsb. Namun berdasarkan data dari Bappenas, Tsamara menegaskan  tidak ada opsi hutang dalam perpindahan Ibu Kota ini. Dan yang juga diingatkan adalah bahwa perpindahan ini berproses, tahunan, bukan tiba-tiba: besok pindah lalu sekarang packing-packing barang. Bukan seperti itu, tetapi lewat proses yang sudah diperhitungkan dan dikaji dengan matang oleh pihak-pihak yang berkepentingan. 

Akhirnya, penjelasan Tsamara soal pindah ibu kota ini jelas lebih cerdas dan bermutu ketimbang yang lain, yang hanya ngomong tanpa data.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun