Mohon tunggu...
Hans Pt
Hans Pt Mohon Tunggu... Seniman - Swasta, Sejak Dahoeloe Kala

Biasa-biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pilpres dan Masyarakat yang Tidak Lazim

21 April 2019   17:03 Diperbarui: 21 April 2019   17:07 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: media indonesia

Pemilihan Umum yang juga pemilihan presiden (pilpres) 17 Rabu 2019 telah selesai dengan baik di seluruh Tanah Air. Hampir tidak ada insiden yang sebelumnya dikhawatirkan membuat pesta rakyat lima tahunan itu ternoda. Peristiwa-peristiwa "aneh" di beberapa TPS luar negeri, tidak menular ke dalam negeri.

Selebaran-selebaran dan himbauan dari pihak-pihak tertentu supaya membuka dapur umum di TPS, dan menjaga TPS hingga penghitungan suara, tidak terlalu menampakkan wujudnya. Padahal, jujur saja, imbauan-imbauan sepihak ini sempat membuat banyak orang was-was dan "malas" ke TPS. Namun berkat jaminan TNI dan Polri, banyak warga yang pergi menunaikan hak dan kewajiban politiknya tersebut.

Situasi justru sedikit memanas setelah quick count diumumkan beberapa lembaga survei yang sudah terkenal kredibilitasnya. Dan hasil quick count sementara memperlihatkan bahwa pasangan 01: Jokowi - Ma'ruf Amin, memimpin dengan sekitar 55% perolehan suara. Sebaliknya paslon 02 yang kalah menurut hasil perhitungan cepat itu, justru mengklaim sebagai pemenang dan mengecam hasil-hasil quick count itu sebagai abal-abal dan penipuan!

Tanpa peduli hasil quick count dan proses penghitungan yang sedang dikerjakan oleh KPU, capres 02 Prabowo Subianto dan pendukungnya, beberapa kali telah mendeklarasikan sebagai pemenang pilpres 2019 ini. Sementara kubu 01 yang mengusung petahana Joko Widodo, dengan bijak mengatakan untuk menunggu hasil penghitungan akhir oleh lembaga resmi, KPU. 

Terlepas dari dinamika proses penghitungan suara itu, hasil pilpres kali ini membuat kita bingung-melulung seperti tertiup angin puting-beliung. Sesuatu fenomena yang tidak normal telah tersaji di hadapan kita. Misalnya, beberapa provinsi yang terkenal sebagai agamis, tetapi menurut data-data quick count, tidak memberikan suara yang signifikan bagi capres/cawapres yang nyata-nyata adalah sosok agamis. 

Capres Jokowi misalnya, dikenal sebagai muslim yang taat semenjak dulu, dan segala persyaratan untuk disebut sebagai penganut agama Islam yang ideal, ada pada beliau. Dia sudah terbiasa menjadi imam dan membaca-baca ayat-ayat suci pun tidak menjadi masalah baginya karena memang sudah terbiasa semenjak kanak-kanak. Cawapresnya, KH Ma'ruf Amin, seorang ulama besar kharismatik, tokoh NU dan ketua umum MUI. Tidak ada yang perlu dikomentari lagi tentang beliau ini. 

Maka ketika da'i Aceh mengundang kedua paslon datang ke Aceh untuk membuktikan kemampuan dalam soal pemahaman agama ini, Jokowi dan Ma'ruf Amin langsung merespon positif. Sebaliknya paslon yang lain, berdalih dengan berbagai kata-kata. 

Berdasarkan fakta ini, daerah-daerah yang terkenal sebagai agamis itu mestinya menjatuhkan pilihan terhadap paslon 01: Jokowi - Amin. Ketika profil kedua pasangan itu sudah jelas di mata masyarakat, seharusnya paslon 01 menang telak di kalangan masyarakat yang agamis tadi. Namun apa yang terjadi? Berdasarkan hasil quick count, terutama tiga daerah yang terkenal agamis, hanya memberikan suara yang sangat minimal untuk paslon 01, yakni antara 10% - 30%! Sebaliknya paslon yang kurang meyakinkan dalam soal keagamaan, bahkan ada yang mengatakan "diragukan", justru meraup suara besar. 

Ada apa sebenarnya yang terjadi dengan masyarakat kita? Apa yang membuat keanehan ini terjadi? Siapa yang bertanggung jawab atas fenomena yang tidak lazim ini? Politik itu memang jahat dan kejam, terlebih bagi oknum yang tidak memiliki naluri kemanusiaan. Segala cara dilakukan oleh aktor-aktornya untuk meraih kemenangan, termasuk dengan menjerumuskan agama, memutar balik fakta. Padahal ajaran agama itu adalah menuntun pada kebaikan, bukan menjelek-jelekkan orang lain, bukan memfitnah orang lain, bukan menyebarkan hoaks tentang pihak lain. 

Namun beberapa oknum agamawan malah mempraktikkan hal-hal yang tercela ini. Banyak oknum yang dalam acara keagamaan justru memprovokasi pendengar ceramah agamanya, bukannya mengingatkan supaya cerdas dan mencermati paslon-paslon yang menjadi kontestan pilpres kali ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun