Mohon tunggu...
Hans Pt
Hans Pt Mohon Tunggu... Seniman - Swasta, Sejak Dahoeloe Kala

Biasa-biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Doa yang Dipolitisir

11 Februari 2019   15:09 Diperbarui: 12 Februari 2019   21:41 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Doa adalah permohonan kepada Tuhan. Berdoa sama juga dengan berdialog dengan Tuhan. Karena doa itu adalah dialog atau bercakap-cakap dengan Tuhan, maka suasana dalam berkomunikasi dengan Penguasa Alam semesta itu mestinya tertib, sopan dan santun. 

Kita berbicara bertatap muka dengan calon mertua saja, atau pimpinan di kantor, sudah berperilaku hormat, sopan dan santun. Apalagi berbicara di hadapan orang yang lebih tinggi pangkat atau derajatnya, semacam raja atau presiden, pasti ada aturan atau tatakrama yang harus dipatuhi supaya tidak sampai menyinggung perasaan petinggi tersebut. Nah, Tuhan bahkan jauh lebih tinggi dan mulia dibandingkan kaisar atau presiden, atau calon mertua.

Tuhan itu mahatinggi dan kemuliaannya tiada terbatas. Tetapi banyak orang yang memperlihatkan perilaku tidak sopan di tengah-tengah suasana berdoa. Di gereja misalnya, di tengah acara ibadah, sudah jamak ditemukan jemaat yang menjawab panggilan telepon genggamnya sambil bicara berbisik-bisik padahal pendeta di mimbar sedang memimpin doa. Atau seseorang lebih memilih meninggalkan ruangan ibadah untuk menjawab handphone yang bergetar dalam posisi silent. Setelah selesai ngobrol di telepon, dia masuk lagi ke dalam ruangan, duduk dan kembali dalam sikap berdoa. Keterlaluan, Tuhan pun diabaikan demi menjawab seseorang yang meneleponnya.

Diperlakukan seperti itu, Tuhan marahkah? Tuhan memang mahapengasih dan mahapenyayang, namun disepelekan sedemikian rupa oleh umatnya, apakah Dia menolerir? Ada banyak orang, yang ketika doanya tidak dijawab, permohonan atau keinginannya tidak terkabul, memprotes dan marah kepada Tuhan, dan lalu meninggalkan Tuhan (murtad). Tetapi apakah dia menyadari bahwa dia sering atau mungkin sudah terbiasa berperilaku tidak patut di hadapan Tuhan, dalam aktivitas ibadah dan doa?

Jika sedang berdoa, berkonsentrasilah di hadirat-Nya. Ucapkan atau katakan saja apa keinginanmu dengan jujur tanpa perlu memikirkan atau memilih kata-kata yang indah atau puitis. Tuhan toh sudah tahu apa yang ada dalam hatimu, Dia tahu apa yang engkau dambakan. Bahkan ketika engkau salah ucap pun karena keseleo lidah atau sebab yang lain, Tuhan tentu tidak akan salah dengar apabila doa itu memang terucap dari hati sanubarimu yang paling dalam dan tulus. Tuhan Yang Maha Tahu sudah mengerti apa yang ada dalam hati kita, namun Tuhan tentu ingin kita mengungkapkannya lewat kata-kata, memohon dengan tulus pada Dia.

Doa, hari-hari ini menjadi sesuatu yang menarik untuk dibicarakan. Doa itu sakral, tulis Fadli Zon antara lain dalam puisinya yang bikin heboh orang se-Tanah Air. Puisi ini menjadi heboh karena dinilai telah menyoal doa yang dipanjatkan oleh KH Maimoen Zubair, seorang kiai yang menjadi panutan banyak orang. Sebagaimana kita ketahui, Presiden Jokowi yang juga menjadi capres untuk Pilpres 2019 ini, mengadakan kunjungan ke kediaman Mbah Moen, yang sudah sepuh, namun kharismatis dan dihormati banyak orang.

Mbah Moen dalam kesempatan itu mendoakan supaya "capres yang sedang duduk di sampingnya saat itu", yakni Jokowi, terpilih kembali menjadi presiden pada Pilpres 17 April 2019 mendatang. Tapi, menurut pengakuan Mbah Moen, karena kondisinya yang sudah sepuh, 91 tahun, bisa saja keliru mengucapkan nama. Yang terucap malah nama Prabowo yang juga nyapres. Mbah Moen sendiri menegaskan bahwa doa itu memang untuk Jokowi terpilih kembali di pilpres mendatang.

Tapi kelompok yang kerjanya hanya mencari-cari kesalahan dan memutar balik fakta, menyambar momen itu untuk memojokkan kelompok lain yang menjadi rival dalam pilpres ini. Mereka langsung memviralkan bahwa Mbah Moen mendoakan Prabowo menang. Bagi mereka itu tanda-tanda langit bahwa Prabowo yang akan memenangkan pilpres. Sementara pendukung Jokowi membantah dan tetap berkukuh bahwa yang dimaksud Mbah Moen dalam doanya itu adalah Jokowi, bukan Prabowo. Hal yang sudah diklarifikasi sendiri oleh Mbah Moen. Tidak perlu dipersoalkan sebenarnya.

Tapi perdebatan yang sebenarnya tidak perlu terjadi ini semakin meruncing karena Fadli Zon menyebarkan sebuah puisi, karyanya sendiri, yang dia beri judul: "Doa yang Ditukar". Mungkin dia merasa dongkol, karena nyata-nyata bukan Prabowo yang didoakan. Maka dalam bait-bait puisi itu ada kesan bahwa dia menuduh si pendoa telah membegal doa demi memenuhi permintaan makelar, seperti kutipan berikut: Doa sakral / seenaknya kau begal / disulam tambal / tak punya moral / agama diobral, dst.... Banyak orang menilai bahwa puisi itu telah menista atau melecehkan ulama besar dan kharismatik tersebut.

Aksi demo ribuan santri memprotes dan mengecam Fadli Zon pun merebak di berbagai tempat, menuntut wakil ketua DPR itu meminta maaf pada Mbah Moen. Soal tuntutan permintaan maaf ini, kabar terbaru menyebutkan bahwa Zon justru menanyakan balik "minta maaf untuk apa?" Kini Fadli Zon telah kena batunya. Puisinya membuat banyak orang marah. Itulah akibatnya jika doa yang sakral itu sengaja dipolitisir. Maka jangan pernah bermain-main dengan doa, sebab itu wujud komunikasi langsung dengan Tuhan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun