Mohon tunggu...
Hanafi Kusumayudha
Hanafi Kusumayudha Mohon Tunggu... -

Pimpinan Umum Majalah Ganesha ITB 2019 Mahasiswa Teknik Fisika ITB

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Merekayasa Kehidupan, Mungkinkah?

14 Mei 2019   05:42 Diperbarui: 14 Mei 2019   06:01 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

"scientists discover the real world, engineers create a world that does not exist ever before" -- Theodore Von Karman

Manusia adalah makhluk hidup yang unik, ia berbeda dengan hewan dan tumbuhan. Hewan dan tumbuhan hanya bisa secara pasif menerima kejadian yang terjadi di alam secara an sich[1]. Respon hewan dan tumbuhan dalam menanggapi fenomena alam juga sangat terbatas, maka dari itu mammoth dan banyak spesies lainnya punah, karena mereka hanya bisa menginternalisasi informasi dari alam. Namun hal tersebut tidak terjadi pada manusia, karena manusia bisa merespon secara aktif fenomena yang terjadi di alam dengan membuat teknologi yang memudahkan hidup mereka. Dalam hal ini, Hannah Arrendt menggunakan istilah vita activa untuk menjelaskan manusia yang mencipta[2]. Sejalan dengan ide tersebut, Hegel menjelaskan keunikan manusia ini dengan istilah proses ganda-sirkuler yang terdiri dari eksternalisasi dan internalisasi. Eksternalisasi adalah proses menuangkan gagasan menjadi wujud material (teknologi/produk), dan internalisasi merupakan proses menghayati dan memaknai nilai-nilai dari alam dan ciptaan hasil manusia itu sendiri[3] . Hal yang sama juga diungkapkan Yuval Noah Harari[4],  bahwa manusia adalah makhluk yang bisa hidup dengan membuat realitas baru, yaitu intersubjective reality. Contohnya seperti sebuah fiksi dan mitos yang kita percayai sendiri, uang dan internet.

Bila kita mengikuti logika Hannah Arrendt bahwa manusia adalah makhluk yang mencipta, maka sangat wajar bila engineering atau suatu proses merekayasa adalah hal yang inherent dalam kehidupan manusia. Secara etimologi, engineering berasal dari ingenious yang ditarik dari akar kata latin ingenerate yang berarti "to create"[5]. Menurut Merriam Webster dictionary, engineering berarti aplikasi sains dan matematika yang menyangkut tentang karakteristik suatu bahan dan sumber energi di alam untuk membuat manfaat bagi kehidupan manusia[6].

Sampai sini kita bisa sepakat bahwa hanya manusia yang bisa melakukan kerja-kerja rekayasa, karena dikaruniai akal sehat oleh Yang Maha Kuasa. Namun pertanyaan yang perlu dijawab adalah, bagaimana proses kerekayasaan bermanfaat bagi peradaban manusia sejak zaman dahulu? Apa saja hasil rekayasa di zaman sekarang yang sangat mengubah kehidupan manusia? Apakah hasil rekayasa kita semata-mata menimbulkan dampak positif saja, bagaimana dengan ekses negatifnya? Sampai mana batas manusia bisa merekayasa kehidupan? Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan coba saya paparkan secara singkat dalam essay kali ini.

Salah satu hasil rekayasa awal yang tercatat dalam sejarah manusia yaitu penemuan api. Api membawa babak baru bagi peradaban manusia purba, karena dengannya manusia bisa menjadi predator tertinggi dalam rantai makanan. Api memudahkan manusia dalam berburu dan mengolah hasil buruan. Hal ini membuat makanan manusia semakin lunak dan semakin bergizi karena diolah dengan cara dibakar terlebih dahulu. Dalam perburuan, teknologi lain yang memudahkan manusia adalah senjata dari batu-batuan, seperti puting beliung dan kapak perimbas yang ditemukan artefaknya di Indonesia. Selain itu, api juga berguna untuk menghangatkan tubuh saat malam hari dan kondisi cuaca seperti badai, hal ini membuat tingkat kematian manusia akibat dinginnya cuaca turun drastis. Kehidupan manusia juga mulai berubah semenjak manusia mengenal tempat tinggal, dan mulai meninggalkan budaya nomaden. Sebelum mengenal tempat tinggal,  manusia hanya bisa hidup dalam kelompok-kelompok perburuan yang jumlahnya kecil. Setelah mengenal tempat tinggal, manusia bisa membangun suatu kelompok sosial yang lebih besar. Dari situlah konsep suku, kota, kerajaan, dan negara dimungkinkan terbentuk. Ketika manusia tinggal dalam wilayah yang tetap, manusia mengenal sistem ekonomi, sistem politik, dan struktur sosial dalam suatu kawasan. Hal inilah yang mengubah paradigma manusia untuk mengatur suatu tatanan bersama dalam skala yang lebih luas.

Setelah manusia mengenal tempat tinggal, bangsa-bangsa di dunia mulai membentuk "mahakarya" bangunan untuk keperluan memuja dewa-dewi mereka. Contohnya seperti bangsa Babilonia yang mendirikan kuil dan piramid setinggi 23 meter pada tahun 2500 SM. Selain untuk keperluan spiritual, bangsa Mesir juga mendirikan Piramid dan Sphinx setinggi 152 meter sebagai makam raja-raja mereka. Di Indonesia pun kita dengan mudahnya menemukan candi-candi dan reruntuhan istana kerajaan nusantara. Dalam merancang bangunan ini, manusia mulai mengenal seni. Hal ini termanifestasikan contohnya dalam ukiran dan relief yang ada pada candi-candi di Indonesia. Seni secara geometris juga diwujudkan bangsa Romawi saat membangun jembatan pada tahun 400 SM. Mereka membangun jembatan dengan pondasi berbentuk setengah lingkaran[7]. Semua infrastruktur ini adalah hasil rekayasa termutakhir manusia pada masing-masing zamannya, dan bahkan hingga saat ini teknologi mereka pada zaman tersebut masih menjadi misteri yang belum terungkap, contohnya seperti kebingungan arkeolog mengenai proses manusia mendirikan moai di eastern island. Dari sini kita bisa belajar, bahwa hasil rekayasa manusia berupa teknologi membawa penciptanya (manusia) mengenal Tuhan dan seni.

Bila sebelumnya dibahas teknologi-teknologi dari zaman klasik, sekarang tiba gilirannya bagi teknologi hari ini mengemuka. Teknologi yang akan saya bahas kali ini tak akan jauh dari kehidupan sehari-hari kita, yaitu seputar komputer, telepon genggam, dan internet. Ketiga macam teknologi hasil engineering ini mengubah berbagai aspek dalam kehidupan manusia. Internet dan smartphone mengubah cara manusia dalam berkomunikasi, mulai dari memesan makanan, membeli buku dan peralatan dapur, hingga cara kita berpacaran dengan orang yang sekarang tak kita kenal[8]. Bila dulu mengirim surat kepada pujaan hati membutuhkan kesabaran dan penantian berhari-hari, kini kurang dari satu detik pesan yang sama bisa dikirimkan. Memang betul kata Prof. Yasraf Amir Piliang, bahwa jarak dan waktu hari ini bisa dilipat[9]. Namun hal yang menyedihkan dari fenomena ini adalah sekarang interaksi antar manusia secara langsung makin berkurang, bahkan berbicara kepada orang lain merupakan barang yang mahal harganya. Kemajuan teknologi memang mendekatkan yang jauh, namun di saat yang bersamaan juga menjauhkan yang dekat.

 Cara kita belajar juga kini berubah. Kalau dulu tugas sekolah hanya bisa ditulis di buku PR atau ditempel di mading bersama, sekarang guru/dosen bisa saja dengan mudahnya memberikan tugas presentasi di depan kelas. Bahkan hingga titik yang lebih ekstrem, lembaga pendidikan formal bisa jadi dipertanyakan keberadaannya akibat adanya platform belajar online! Apa yang spesial dari sekolah kalau saya bisa belajar kapanpun, dimanapun, dan dengan lebih menyenangkan? Untuk apa saya memperhatikan guru kalau google tahu segalanya? Keberadaan pers sekarang juga diguncang dengan adanya citizen journalism dan media sosial. Dulu orang mendapat informasi hanya dari kanal-kanal tertentu, sebuah otoritas pers yang bisa menyiarkan berita dari koran, radio, atau televisi. Namun kini, semua orang bisa menjadi sumber berita, karena dengan adanya media sosial semua orang sekarang terkoneksi. Oleh karena itu sekarang muncul banyak kanal-kanal alternatif public influencer di media sosial. Dampak negatifnya adalah kualitas informasi yang tersebar bisa saja dipertanyakan, contohnya seperti fenomena hoax yang subur di grup WA orang tua. Gejala-gejala semacam inilah yang dijelaskan dengan baik oleh Tom Nichols dalam bukunya berjudul "The Death of Expertise". Ia menganalogikan internet dengan hukum Sturgeon yang menyatakan bahwa "90 persen dari semua hal di dunia maya adalah sampah".

Namun semua kemajuan yang telah kita bahas tak serta-merta menihilkan dampak negatifnya. Saya selalu percaya kata-kata ayah saya bahwa "setiap kemudahan ada imbalannya, karena dunia ini harus seimbang". Pembahasan saya kali ini akan lebih mengarah kepada dampak negatif revolusi industri, mengingat revolusi industri merupakan salah satu solusi kerekayasaan yang sangat masif diterapkan di dunia. Logika revolusi industri yang terbawa hingga sekarang yaitu "efektivitas dan efisiensi adalah hal yang utama". Hal itu membuat manusia hidup dalam tempo yang semakin hari semakin cepat, karena dituntut mengejar hasil yang lebih maksimal. Alhasil manusia lelah, karena lama kelamaan manusia di industri tidak dihargai "kemanusiaannya". Salah satu kritik terhadap logika efektivitas dan efisiensi adalah gaya hidup lambat[10] (slow living movement) dan isu kerja 4 hari dalam seminggu[11] (work hard play hard). Selain itu, sejak dulu industri selalu saja memberikan dampak negatif terhadap alam dengan limbahnya, dan sekarang sudah hampir mencapai batasnya. Oleh karena itu sekarang dunia sedang gencar-gencarnya menerapkan Sustainable Development Goals (SDGs) untuk merevitalisasi alam kita dan mengarahkan kemajuan teknologi ke arah yang berkelanjutan. 

 Sebagai renungan akhir, sampai batas mana manusia bisa merekayasa kehidupan? Tentu ini merupakan pertanyaan terbuka, yang sangat mungkin untuk diperdebatkan. Menurut saya secara pribadi, walaupun kita bisa merekayasa kehidupan dengan teknologi, pasti ada suatu saat dimana batas itu akan tiba. Hal itu disebabkan karena keterbatasan manusia yang inherent di dalam penciptaannya, sekaligus keengganan alam untuk dipahami lebih jauh lagi. Namun di lain sisi, pasti ada juga yang berpendapat bahwa batas hanya ada secara temporal. Batas itu akan hilang di masa depan karena kemajuan teknologi akan semakin berkembang. Namun tak masalah, saya masih mempercayai bahwa batas itu akan terus ada karena dalam mekanika kuantum pun, ketidakpastian Heisenberg nyata adanya. Bagaimana menurut Anda?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun