Mohon tunggu...
Hanika Meilyanti
Hanika Meilyanti Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswi Hukum Unila 2018

Mahasiswi Hukum Unila Lampung tertarik dengan masalah sosial, hukum , literasi dan gaya hidup

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pikir Dahulu Sebelum Jari Bergerak

1 November 2019   13:58 Diperbarui: 1 November 2019   14:08 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Penusukan mantan Menkopolhukam Wiranto oleh terduga teroris di Menes Pandeglang Banten  menimbulkan efek domino. Peristiwa mengejutkan ini,  kemudian diramaikan pula oleh tuitan juga komentar-komentar di media sosial oleh masyarakat yang biasa dibuat netizen. Tentunya ada yang bernada pro maupun kontra. Seperti biasa, ujaran-ujaran yang nyinyirpun muncul. Bedanya kali ini disikapi berbeda.

Selang sehari dari peristiwa itu, secara mengejutkan KASAD Jenderal TNI Andika Perkasa , mencopot  Dandim  Kendari Kolonel HS , karena komentar istrinya di Facebook yang diduga mengomentari peristiwa penusukan. Biasanya pertanggungjawaban kasus yang dianggap dengan ujaran kebenciannya hanya  sampai batas pelaku. Namun ini berbeda , karena  unggahan sang istri, Kolonel HS diduga melanggar Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer. Terutama pasal 17 huruf C yang berbunyi "  memegang teguh dan menjaga sikap, perkataan, dan perbuatan pada waktu berhadapan dengan Atasan, baik di dalam maupun di luar kedinasan". 

Walau undang-undang ini mengikat anggota militer, namun keluarga atau biasa disebut KBT Keluarga Besar TNI juga terkait.  Sebagai sanksi dari pelanggaran disiplin ringan , Kolonel HS harus ditahan selama 14 hari.  Sanksinya tampak ringan, namun bagi perwira militer , catatan  seperti ini  mencoreng catatan karir. Padahal karir militer itu seperti menumpuk bata menyerupai tangga naik  ke atas.

Lalu bagaimana nasib sang istri ? Tentunya harus berhadapan dengan Undang- undang No. 19 tahun 2016 tentang perubahan UU informasi dan teransaksi elektronik (ITE) yang biasa menjerat aktifis media sosial. Kasus pencopotan dan pengenaan sanksi hukum militer juga menimpa dua anggota militer lain. Seorang anggota TNI AU di Sidoarjo Jawa Timur, dan seorang  Bintara TNI AD di Bandung. Biasanya penerapan hukum militer cenderung dilakukan tertutup dan tidak diketahui umum. Namun di kasus ini,  diumumkan secara terbuka, termasuk  serah terima jabatannya. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer jadi pembahasan publik, karena sebelumnya jarang mendapat sorotan. Ini menjadi perdebatan di kampus kampus fakultas hukum.

Tapi tinggalkan polemik itu, bagaimana KASAD membeberkan kasus ini di depan publik, ini  menunjukan pelanggaran UU ITE adalah hal yang serius. Pelanggarannya tergolong  mudah dilakukan, hanya menggunakan jari tangan di atas layar sentuh pesawat HP, lalu kirim. Efeknya akan bekerja secara cepat. Upaya menghapuskan apa yang telah dikirim di dunia maya menjadi sia-sia , karena adanya rekam jejak digital. Pengetahuan literasi yang tidak cukup dan adanya gegar teknologi membuat orang dengan mudah menyebarkan konten yang berupa ujaran kebencian , berita bohong, hoax ataupun penghinaan. Padahal ada implikasi hukum dalam aktifitas media sosial ini.         

Kita tidak perlu jauh-jauh masuk masuk dalam ranah politik, untuk melihat deretan pengguna media sosial yang dijaring  UU ITE. Dekat dengan kita, di Bandar Lampung malah , sebuah perselisihan pertemanan, berlanjut dengan unggahan  di media sosial, membuat seorang perempuan diperkarakan. Perempuan bernama  SN  ini,   berteman dengan seorang bidan. Karena sebuah perselisihan , SN mengunggah 2 foto dalam akun media sosialnya. Foto itu biasa sebenarnya,  namun menjadi masalah  ketika  ditambahi dengan kalimat yang mengarah seolah si bidan adalah perempuan 'tidak benar'.  Karena tidak terima si bidan mempolisikan temannya itu.  SN kemudian didakwa menggunakan Pasal 27 Ayat (3) Jo Pasal 45 Ayat (1) Undang- undang No. 19 tahun 2016 tentang perubahan UU informasi dan teransaksi elektronik (ITE). Akibatnya SN pun dituntut hukuman 2,5 tahun penjara dan denda 100 juta rupiah.  

Mungkin SN tidak berpikir sebelumnya, jika tindakan sederhananya ini akan beresiko hukum. Banyak SN SN  lain. Ini mengingatkan pentingnya berpikir lebih  dahulu sebelum jari bertindak. Ketika materi yang kita buat telah diunggah ke dunia maya, apapun bentuknya ucapan maupun gambar ,  ada jejak digital yang bisa dilacak. Jerat hukumpun menjadi susah terelakan.  Siapapun bisa menjadi korban.

Karena teknologi makin berkembang , sementara pengetahuan masyarakat belum tentu bisa mengimbanginya , harusnya ada peran pemerintah,  penegak hukum maupun akademisi untuk lebih keras melakukan sosialisasi. Hukum diciptakan bukan hanya untuk memberi sanksi  tapi juga mencegah pelanggaran.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun