Mohon tunggu...
Handi Aditya
Handi Aditya Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja teks komersil. Suka menulis, walau aslinya mengetik.

Tertarik pada sains, psikologi dan sepak bola. Sesekali menulis puisi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Rumah Makan Padang Menjual Daging Babi, Inovasi atau Kurangnya Literasi?

10 Juni 2022   11:17 Diperbarui: 12 Juni 2022   05:06 2449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi rumah makan Padang. | Sumber: Kompas.com

Di media sosial tengah ramai perbincangan mengenai adanya rumah makan khas Padang, yang menawarkan menu-menunya dari daging babi.

Tentu hal ini cukup mengagetkan, sebab masakan Padang yang kita kenal hari ini, adalah produk budaya yang lahir turun-temurun, serta erat sekali kaitannya dengan corak agama Islam.

Rumah makan yang tengah dibicarakan itu berlokasi di bilangan Jakarta Utara. Mereka mendisplay menunya di platform aplikasi layanan antar makanan, dengan menyertakan kata kunci "Masakan Padang", yang tentu saja memicu penolakan khususnya dari orang asli Minang.

Di tanah Minang sendiri dikenal prinsip "Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah", yang berarti: adat bersendikan pada agama, dan agama bersendikan pada kitab suci. Dalam konteks ini, agama dan kitab suci yang dimaksud adalah Islam dan Al Quran.

Itulah mengapa dari setiap produk budaya yang lahir di tanah Minang, selalu berakar dan bersendikan pada prinsip-prinsip dasar Islam. Termasuk urusan produk budaya, dalam hal ini adalah kekayaan kuliner.

Kita tahu, agama Islam mengharamkan umatnya mengonsumsi daging babi. Maka mengemas daging babi ke dalam label "Masakan Padang", akan menuai banyak perdebatan.

Orang tentu bisa berdalih, apa bedanya sajian Soto Betawi yang dimodifikasi komposisinya dari daging ayam ke daging bebek? Tidak mengubah esensinya sebagai Soto Betawi, kan? Lalu mengapa masakan Padang tidak boleh dimodifikasi dengan daging babi? Apakah orang tidak boleh melakukan inovasi pada sebuah masakan?

Inovasi jelas sah-sah saja dilakukan. Pecel Ayam yang dimodifikasi sedemikian rupa tanpa sambel pecel pun, masyarakat kita pun "terima-terima" saja. Begitupun dengan masyarakat Minang.

Masyarakat Minang sebagaimana masyarakat Indonesia pada umumnya, cenderung terbuka pada ide-ide baru mengenai produk budayanya. Dengan catatan, gagasan-gagasan tadi tidak berbenturan pada nilai-nilai yang sudah ada.

Masakan Padang sebagai sebuah produk budaya, bahkan telah banyak mengalami evolusi dari berbagai inovasi yang bisa kita lihat sekarang. Steak rendang sapi, adalah salah satu contoh yang bisa kita apresiasi. Bahan dasarnya tetap sama, hanya proses pengolahannya saja yang berbeda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun