Mohon tunggu...
Handi Aditya
Handi Aditya Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja teks komersil. Suka menulis, walau aslinya mengetik.

Tertarik pada sains, psikologi dan sepak bola. Sesekali menulis puisi.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Ujung Jalan Mario Mandzukic

25 Desember 2019   00:06 Diperbarui: 26 Desember 2019   18:42 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mario Mandzukic, sumber : calciomercato.com

Seperti halnya dengan Pak Slamet, yang bekerja sepenuh hati, saat pemilik sawah masih memintanya menggarap lahan dengan menanaminya padi. Apa yang dilakukan Mario bagi Juventus, adalah sesuatu yang sudah semestinya dilakukan oleh seorang pemain profesional. Mereka dibayar mahal untuk memberi yang terbaik, sesuai tuntutan kebutuhan klub yang membayarnya.

Saat pemilik lahan yang digarap Pak Slamet, sudah tak lagi berkepentingan dengan usaha bertaninya, kemudian memilih untuk menjual lahan, dengan alasan bisa mendatangkan keuntungan yang lebih cepat, maka nasib Pak Slamet sudah bukan lagi urusan sang pemilik lahan.

Situasi yang mirip-mirip pun terjadi pula di Juventus. Ketika mereka mulai mengubah wajahnya dari sebuah klub olahraga konvensional, menjadi sebuah klub modern yang mengedepankan aspek komersial, maka sebesar dan sepenting apapun nama besar para pemainnya, sudah jadi tak penting lagi jika tak mampu mendatangkan keuntungan.

Tak peduli ia sebegitu disayang seperti Fernando Llorente, dihormati seperti Claudio Marchisio, atau melegenda seperti Alessandro Del Piero sekalipun, jika klub merasa ketiganya sudah tak lagi memenuhi aspek komersial yang diinginkan, maka tak ada lagi yang bisa dilakukan, kecuali putus hubungan. Mario kini tengah mengalaminya.

Mario punya segala hal teknis yang dibutuhkan untuk mengisi lini depan Juventus, bersaing memperebutkan posisinya bersama Higuain, Dybala, Ronaldo dan Douglas Costa, terkecuali satu, yakni nama yang menjual, yang bisa menjadi buah bibir yang tak habis dibicarakan. Mario tak memiliki itu.

Mario hanyalah seorang penyerang profesional, yang tampil sesederhana mungkin di lapangan, yang hanya mampu menjalankan peran sesuai instruksi pelatih, yang hanya bisa memberi umpan-umpan efisien, pergerakan efektif, kemudian mencetak gol. Cuma itu. Selebihnya, tak ada yang peduli. Tak ada yang bisa dijadikan cerita.

Beda halnya dengan Ronaldo, yang pernah melakukan selebrasi menyindir penggunaan VAR, yang kerap menganulir gol-golnya yang tak habis dibicarakan berminggu-minggu. Atau Dybala yang menjulurkan lidah saat sukses mencetak gol indah, lalu menjadi headline di mana-mana.

Mario kini tengah mengalami situasi serupa, seperti yang dialami Pak Slamet pada 2017 lalu. Ia kini berada di tengah-tengah ketidak-pastian, terombang-ambing menuju satu titik, yang tak lain adalah pintu keluar.

Ini bukan soal mau atau tidak mau. Suka atau tidak suka. Tetapi menilik perlakuan Juventus terhadap pemain-pemain yang tak diinginkannya terdahulu, sudah saatnya Mario menyusun pidato salam perpisahan.

Beberapa hari ini santer terdengar, Mario akan segera bergabung ke klub asal Qatar, klub yang bisa membayar gaji dan sisa kontaknya dengan nilai yang cukup mahal.

Kabar ini tentu saja sangat menggembirakan bagi Juventus, namun menjadi kekecewaan bagi Mario, setelah menunggu dan terus bersabar, dirasanya sudah bukan lagi sebuah bentuk perjuangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun