Mohon tunggu...
Gandis Octya Prihartanti
Gandis Octya Prihartanti Mohon Tunggu... Human Resources - A curious human

Manusia yang sedang menumpang hidup.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Segitiga Sejarah yang Hilang dari Uang Sepuluh Ribu

14 September 2018   10:08 Diperbarui: 14 September 2018   10:43 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

            Ada meme tuh yang bilang kalau semakin kecil pecahan uang, maka ekspresi pahlawan semakin kurang senyum. Kalau dilihat-lihat memang benar, sih. Namun, jangan keburu senang dulu untuk membenarkan. Pada si ungu sepuluh ribu, misalnya, boleh tegar karena merana hehe, tapi justru mempresentasikan beberapa sejarah Sumatera Selatan.

            Pada bagian depan pecahan uang terdapat gambar pahlawan alias modelnya, tuh. Nah, di sepuluh ribuan, bernama Sultan Mahmud Badarudin. Atas jasa beliau, tidak hanya diabadikan dalam alat transaksi jual beli, melainkan juga museum, bahkan bandara. Keren, kan? Di tulisan ini sendiri, fokus utama yang akan dikupas adalah tentang objek peninggalan sejarah.

            Sultan Mahmud Badarudin adalah sebuah museum yang terletak tidak jauh dari maskot Palembang yaitu jembatan Ampera. Hal ini tentu memberikan peluang lebih bagi pengunjung untuk datang, karena sangat strategis.

            Bukan hanya memiliki tempat strategis, museum Sultan Mahmud Badarudin juga memiliki daya tarik tersendiri. Dari luar saja, peninggalan bersejarah ini terlihat sangat kental akan budaya, terbukti dari bentuk bangunan khas Palembang yang berpadu dengan gaya kolonial Belanda. Sementara itu, bagian paling unik terletak pada dua tangga, di mana membentuk sebuah lingkaran.

            Masih tentang bagian luar museum, halamannya yang terbuat dari lantai semen sangat luas, serta ditumbuhi beberapa tanaman. Kalau pada zaman dahulu sih justru didominasi oleh pepohonan besar dan rerumputan. Ya, meski tidak otentik lagi, tidak menjadi masalah, karena perubahan tersebut merupakan langkah tepat untuk memberikan kesan bahwa tempat ini sudah siap untuk berganti fungsi sebagai tujuan wisata.

            Saatnya mengenang masa lalu sebentar, nih. Museum ini pada awalnya adalah kediaman Sultan Mahmud Badarudin. Kemudian, sempat dikuasai Belanda dan Jepang sebagai kantor sampai Indonesia merdeka. Maka, tidak heran kalau di sini dipamerkan 556 koleksi objek bersejarah yang meliputi berbagai bidang.

            O ya, untuk desain interior, museum ini sudah tersentuh modernisasi, tapi masih sangat mempertahankan bagian pintu dan jendela yang sangat unik dengan adanya ukiran khas Palembang.

            Pengunjung yang tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang Kerajaan Sriwijaya dan Kesultanan Palembang, disarankan untuk mengunjungi museum tersebut. Sebagai generasi milenial, tidak perlu takut merasa ketinggalan zaman atau bosan saat berkunjung, karena sekarang tersedia kafe berkonsep menarik di sini. Seru bukan, mendapat pengetahuan sejarah sekaligus bersenang-senang?

            Tidak jauh dari museum Sultan Mahmud Badarudin, terdapat Monumen Ampera atau biasa disebut Monpera. Dibangun pada 17 Agustus 1975, situs bersejarah ini dimaksudkan untuk mengenang pertempuran dahsyat dengan Belanda selama 5 hari 5 malam.

            Sekilas, Monpera terlihat seperti objek bersejarah biasa. Namun, setiap bagian bangunannya memiliki filosofi yang mendalam tentang perjuangan bangsa Indonesia di Palembang. Misalkan saja tugu peringatan di sentral monument. Berbentuk bunga melati bermahkota lima, menyimbolkan kesucian hati pejuang, sementara nominal tersebut menggambarkan jumlah karesidenan yang tergabung dalam Sub Komandemen Sumatera Selatan.

            Singkatnya, Monpera adalah simbol perjuangan rakyat yang bergelora. Agaknya, hal tersebut bersifat krusial, sehingga layak jika dimasukkan ke dalam pecahan uang pecahan sepuluh ribuan. Nyatanya, di bagian belakang terdapat rumah Limas, berlokasi di museum Balaputra Dewa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun