Mohon tunggu...
Hamdiyatur Rohmah
Hamdiyatur Rohmah Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Alam Insan Mulia Surabaya, penulis artikel di majalah LPMP Jawa Timur, Nara Sumber Radio Suara Muslim Surabaya (93.8 FM)

I am a teacher, trainer, and speaker

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kartini dan Pendidikan

23 April 2018   10:24 Diperbarui: 23 April 2018   14:52 572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber:sejarahri.com

Nama Kartini akan lebih menggema setiap tanggal 21 April, hari di mana mengingat seorang wanita yang lahir di keluarga priyayi (bangsawan Jawa). Ayah seorang wedana yang harus patuh pada peraturan pemerintah kolonial saat itu. Peraturan keluarga dan budaya yang sangat dihormati harus menjadi hukum yang diamalkan dengan sangat baik.

Kisah Kartini menjadi bagian yang teramat penting dalam kehidupan pendidikan perempuan. Kecerdasan, kebersihan pemikiran, kejelian membaca perubahan jaman, terbalut dalam kegundahan hati dan pemikiran yang akhirnya memilih pena dan kertas sebagai teman terbaik. Perempuan cerdas harus memilih keputusan cerdas! Kartini yang saat itu belum mampu menemukan "inovasi" dalam menjalankan peraturan saat itu, memilih untuk berkontribusi pada generasi masa depan.

Pengalam hidup mengajarkan Kartini untuk berbuat lebih baik bagi para perempuan. Gagasan yang disampaikan kepada Direktur Pendidikan Hindia Belanda, Kartini mengusulkan adanya proses pendidikan dan pendidikan kejuruan bagi para perempuan. Idenya saat itu jelas dan membuat sang direktur termangu.

Kecerdasan ide dan kesantunan bahasa Kartini yang dituliskan kepada teman-temannya, sangat mempengaruhi banyak pihak. Kemudian ia menerima beasiswa dari Menteri Idenburg, namun dengan segala "perkara" yang ada di sekitarnya, Kartini harus rela menerima kata "gagal" melaksanakan proses pendidikan di Nederland tersebut. Kegagalan itu meredupkan kembali harapan Kartini untuk berbuat lebih banyak bagi kaum perempuan.

Kartini ada salah satu di antara sekian banyak perempuan hebat di Indonesia yang berkiprah dalam bidang masing-masing. Pendidikan menjadi keresahan dasar Kartini karena ia ingin mengubah dunia. Ia tahu bahwa ibu yang cerdas akan melahirkan putra-putri yang cerdas. Kecerdasan seorang ibu akan mampu membuat sang ibu paham bagaimana ia mendidik putera puteri mereka.

Ibu jaman now harus lebih cerdas rasa dan karsa. Bukan hanya kecanggihan teknologi namun dunia pergaulan yang semakin beraneka ragam cara. Memperhatikan kasus-kasus fisik dan psikologis anak jaman now sepertinya sudah dibaca Kartini. Bisa jadi Kartini memiliki ketajaman indera karena ia mengasah diri dari kondisi lingkungan dan pengetahuan yang ia miliki.

Fakta tahun 2013 4,8 persen dari total jumlah pernikahan di Indonesia dilakukan anak usia 10-14 tahun. Angka itu merupakan hasil riset yang dilakukan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Sementara itu, persentase tertinggi adalah perempuan menikah dari kelas usia 15-19 tahun, yaitu 41,9 persen dari total jumlah pernikahan di Indonesia.

Data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Blitar mencatat, pada 2016 jumlah anak yang hamil adalah 97 anak, Dari total itu, sebanyak 41 anak hamil di luar nikah, dan selebihnya 56 anak hamil setelah nikah. Sedangkan jumlah anak yang melakukan seks sebelum menikah ada 14 anak. 

Pada Januari-Juni 2017, jumlah anak hamil sudah mencapai 73 anak. Sedangkan anak yang sudah melakukan seks sebelum menikah ada 12 anak. anak yang hamil dan melakukan seks sebelum menikah itu mulai usia 10 tahun sampai 18 tahun. (Sumber: media).

Dua data di atas merupakan data lama dan hanya berada di sebuah kota yang bukan merupakan kota metropolitan. Bisa kita bayangkan kondisi kota-kota besar saat ini, kehidupan modern, fasilitas tersedia, pertukaran budaya secara alami, alat komunikasi sangat canggih, seperti tidak ada celah keraguan bahwa pintu "kebebasan" telah terbuka saat ini.

Jika saat ini Kartini masih hidup, kira-kira apa yang akan dilakukan beliau? Mengumpulkan para ibu dan menjalankan kegiatan parenting? Atau lebih banyak menulis agar ilmu dan pengetahuannya dibaca, dipahami, dan nantinya akan diimplementasikan oleh para ibu untuk mendampingi anak-anak mereka?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun