Mohon tunggu...
Fathul Hamdani
Fathul Hamdani Mohon Tunggu... Penulis - Pembelajar

Tak penting dimana kita terhenti, namun berikanlah penutup/akhir yang indah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Matinya Kepakaran (Sebuah Intisari)

19 Juli 2020   18:51 Diperbarui: 19 Juli 2020   20:51 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi post-truth (Foto: medium.com)

Oleh : Muhammad Basyuwen

Dalam masyarakat bebas, wartawan adalah sumber informasi paling penting yang dapat menjadi wasit di perseteruan antara ketidaktahuan dan pembelajaran. Lalu apa jadinya jika masyarakat menuntut untuk dihibur dan bukannya diberi informasi? Kita mengandalkan media untuk membuat kita tahu, untuk memisahkan fakta dari fiktif, dan untuk membuat hal-hal yang rumit dapat dimengerti dalam waktu relatif singkat oleh mereka yang tidak memiliki banyak waktu dan tenaga untuk mengikuti setiap perkembangan di dunia yang sibuk ini. Tapi wartawan profesional menghadapi tantangan baru pada Zaman Informasi. 

Bukan hanya waktu siar dan halaman yang hampir tak terbatas, konsumen pun berharap ruang itu diisi dengan cepat dan diperbaharui secara terus menerus. Dalam lingkungan media yang hyper kompetitif seperti ini editor dan produser tidak lagi memiliki kesabaran atau kemewahan finansial, yang mengizinkan wartawan untuk mengembangkan kepakaran atau pengetahuan yang mendalam atas suatu subjek. 

Tidak pula ada bukti yang menyatakan bahwa sebagian besar pembaca berita yang menginginkan berita yang sarat akan detail. Sementara bagi para pakar, ketika diminta untuk menyampaikan pendapat mereka sering kali tidak diberikan waktu yang banyak, bahkan mereka sering kali dibatasi, dan ucapannya hanya diambil sepotong-sepotong.

Pertanyaan-pertanyaan seperti, Seberapa pentingkah vaksinasi? Apakah virus corona betul adanya? Apakah telur baik untuk dikonsumsi? Pada era informasi seperti sekarang yang menjawab pertanyaan-pertanyaan semacam itu bukan hanya pakar, melainkan juga para penganut teori konspirasi, orang awam sok tahu, hingga pesohor yang menyesatkan. Kadang, dalam rimba informasi masa kini, penjelasan pakar tidak didengar, sementara jawaban dari tokoh yang mempunyai banyak pengikut justru lebih dipercaya dan tentunya mempunyai potensi membahayakan banyak orang.

Jari-jari telah menjadi sarana untuk menyerang pengetahuan yang sudah mapan. Internet bukan hanya tempat penyimpanan pengetahuan yang mengagumkan, melainkan juga sumber sekaligus pendorong tersebarnya berbagai kesalahan informasi. Internet bukan hanya membuat kita lebih bodoh, melainkan juga lebih kejam, sendirian di balik papan ketik, banyak orang berdebat dan bukan berdiskus, serta menghina dan bukan mendengar.

Kita merasa bangga saat kita tidak mengetahui banyak hal, mencapai titik ketidaktahuan dianggap baik. Layaknya kita tidak lagi memegang sejumlah kebenaran, namun semua kebenaran. Bahkan kebenaran yg tidak benar sekalipun. Semua hal dapat diketahui dan setiap pendapat mengenai apapun sama baiknya dengan yg lain. Bukan hanya percaya hal-hal bodoh, banyak orang juga menolak belajar lebih jauh. Orang2 takut melepaskan hal-hal yang mereka telah percayai. Betapa cepatnya orang lain memberikan intruksi, mereka memberitahukan hal-hal yang perlu saya lakukan di beberapa bidang, terutama bidang saya sendiri.

Ini bukan hanya masalah ketidakpercayaan atau keraguan, ini adalah narsisme, yang digabung dengan penghinaan terhadap kepakaran, sebagai jenis bentuk praktik aktualisasi diri. Menyulitkan para pakar untuk mengajak kembali ke akal sehat, apapun masalahnya argumentasi selalu sia-sia akibat ego setiap orang yg kian menggarang. Pakar masa kini diharapkan bisa menerima ketidaksetujuan semacam itu, setuju untuk tidak setuju.

Bukan berpikir semua orang sama pintarnya dgn yg lain, tapi berpikir kitalah yg paling pintar. Masa yang cukup berbahaya, belum pernah begitu banyak akses ke begitu banyak pengetahuan, tetapi sangat enggan untuk mempelajari apapun. Makin banyak orang yg kekurangan pengetahuan dasar, bahkan menolak pembuktian dasar, tak mau belajar menyusun argumen logis.

Kita cenderung memiliki masalah bias konfirmasi yaitu kecenderungan alami untuk hanya menerima bukti yang mendukung hal-hal yang sudah kita percayai. Kita juga memiliki pengalaman pribadi, phobia, ketakutan yg membuat kita engan menerima nasihat pakar.
Alasan khusus yang menyebabkan orang-orang tak kompeten menilai kemampuannya terlalu tinggi adalah karena mereka tidak memiliki metakognisi yaitu kemampuan untuk menyadari kesalahan, mengambil jarak, melihat apa yang sedang kita lakukan, lalu menyadari bahwa kita salah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun