Dunia Pendidikan saat ini sering sekali menuai berita tentang krisis moral siswa terhadap guru maupun teman siswa lainnya. Menurut Chaplin (2006) : Moral mengacu pada akhlak yang sesuai dengan peraturan sosial, atau menyangkut hukum atau adat kebiasaan yang mengatur tingkah laku. Moral juga dianggap nilai nilai baik yang dapat ditiru.
Durkheim berpendapat bahwa  moral merupakan pengikat agen-agen sosial sehingga tercipta kehidupan sosial yang harmonis. Namun fakta dilapangan, moral tidak lagi menjadi hal yang penting dalam bermasyarakat terkhusus dilingkungan sekolah.  Hal hal yang tidak wajar dan tidak pantas dilakukan siswa saat ini sering menjadi berita utama.
Pendidikan bangsa bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter siswa. Melalui pendidikan karakter yang dibangun dalam dunia sekolah, seharusnya anak atau siswa dapat lebih bertindak dan berperilaku yang sepantasnya mereka lakukan.
Melihat dari beberapa kasus bullying yang sempat terjadi di bulan Februari lalu, di SMP Purworejo, Jawa Tengah. Seorang siswa menjadi bahan bully teman sebayanya karena saat itu korban melaporkan tindakan nakal teman sebayanya itu kepada pihak guru. Karena tidak terima, ia pun menjadi bahan ejekan dan kekerasan. Akibatnya korban menjadi trauma.
Hal tersebut sangat disayangkan, selain korban menjadi terkena trauma, pelaku pun menjadi tersangka pidana. Selain itu, adapula kasus pengeroyokan guru di SMK NU 03 Kaliwungu Kendal, pada tahun 2019 lalu. Seorang guru bernama Joko Susilo dikeroyok oleh muridnya sendiri di depan kelas. Sesuai pernyataan yang dikeluarkan pihak SMK NU 03 Kaliwungu Kendal yang menyadari bahwa guyonan tersebut melampaui batas wajar.
Dari pihak sekolah sudah melakukan penindaklanjutan dengan pemanggilan kepada orang tua pelaku tersebut. Selain itu, kasus tawuran dan pergaulan bebas dikalangan remaja pun masih sering terjadi. Hal hal seperti diatas akan menjadi hal yang lumrah apabila tidak ada penanganan lebih lanjut dengan karakter dan mental remaja saat ini.
Sosiologi memiliki peran dalam pembentukan  karakter dari dunia pendidikan yaitu melalui mata pelajaran sosiologi di sekolah. Dalam mata pelajaran sosiologi sendiri terdapat sisipan dalam kompetensi dasar. Adapun  sisipan  kompetensi  dasar tersebut dianatranya yaitu : Memperdalam nilai agama yang dianutnya dan menghormati agama lain, mensyukuri keberadaan diri dan keberagaman sosial sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa, merespon secara positif  berbagai gejala sosial di lingkungan sekitar, mendeskripsikan fungsi  Sosiologi dalam mengkaji  berbagai gejala sosial yang terjadi dimasyarakat, menerapkan konsep-konsep dasar Sosiologi  untuk  memahami  hubungan sosial antar  individu,  antara  individu  dan  kelompok serta antar kelompok, selain itu mampu menganalisis berbagai gejala sosial dengan menggunakan konsep-konsep dasar Sosiologi untuk memahami hubungan sosial di masyarakat.
Guru diwajibkan untuk menyisipkan pendidikan karakter dalam proses  pembelajaran, dan pendidikan karakter itu harus tercantum dalam silabus serta rencana pembelajaran, maka dalam kurikulum baru, hal yang semacam dengan pendidikan karakter  sudah masuk dalam kompetisi inti disetiap mata pelajaran, yaitu menghayati  dan  mengamalkan ajaran agama  yang  dianutnya dan menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin,  tanggungjawab,  peduli  (gotong  royong, kerjasama, toleran,  damai),  santun,  responsif  dan  pro-aktif  dan  menunjukkan  sikap  sebagai  bagian dari solusi  atas  berbagai  permasalahan  dalam  berinteraksi  secara  efektif  dengan lingkungan  sosial  dan  alam  serta  dalam  menempatkan  diri  sebagai  cerminan  bangsa dalam pergaulan dunia.
Namun melihat dari kasus kasus diatas, tetap harus ada kebijakan dari pemerintah untuk menekankan Pendidikan Karakter di setiap sekolah baik dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA/Sederajat), sebab pemerintah memiliki peran penting dalam pembentukan karakter bangsa.
Salah satu upaya pemerintah saat ini adalah Penghapusan UN yang diganti dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter, yang rencana dilakukan pada tahun 2021 nanti.
Kemudian secara fisik, pemerintah menyediakan dana untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk berlangsung pembentukan karakter bagi individu, masyarakat, termasuk warga belajar. Misalnya pemasangan banner-banner, spanduk, papan nama yang berisi pesan-pesan atau slogan agar seseorang atau masyarakat berperilaku baik dalam kegiatan sehari-hari. Namun tak hanya itu, Perlu ditambahkan bahwa dalam pengembangan pendidikan karakter perlu keteladanan. Dalam hal ini pemerintah memiliki peranan yang sangat strategis.