Mohon tunggu...
Elsa
Elsa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Jangan lupa menulis !

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perang Ukraina dan Rusia adalah Repetisi dari Mahabharata

17 September 2022   20:54 Diperbarui: 17 September 2022   20:55 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perang antara Rusia dan Ukraina yang semakin hari kian memanas seolah menjadi konflik pelik tiada titik. Kedua negara berambisi meraih kemenangan meski ribuan nyawa sudah habis bertebaran. Perundingan perdamaian selalu bermetamorfosis menjadi angan-angan. Dendam, amarah, dan hasrat kuasa sudah menyusup hingga ke tulang kedua kubu. Ironisnya, mereka semua padahal adalah saudara di masa masih menjadi negara Uni Soviet. Dalam kata lain, perang tersebut adalah perang saudara.
Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) sebetulnya sudah menentukan regulasi dalam perang. Seperti tidak boleh membunuh tawanan perang, tidak boleh menghancurkan rumah sakit dan tenaga medis, membunuh anak kecil, dan aturan-aturan perang lainnya. Tetapi, aturan itu tidak mungkin lagi diindahkan jika kedua kubu sudah terlanjur penuh dendam dan amarah dalam pertempuran yang berkecamuk. Kejahatan perang menjadi makanan sehari-hari meski rasanya amat tidak sedap. Tidak peduli meskipun masih saudara, nafsu tetap menjadi yang utama.
Hal serupa sebetulnya sudah banyak terjadi. Misalnya seperti di Korea, Vietnam, apalagi di negara Semenanjung Balkan pecahan Yugoslavia. Bahkan, jika kita mundur jauh berabad-abad lamanya, perang saudara hebat juga sudah pernah tertulis dalam wiracarita Mahabharata yang bercerita tentang konflik antara Pandawa yang dilabeli sebagai tokoh-tokoh protagonis, dan Kurawa adalah saudara Pandawa yang dilabeli dengan tokoh-tokoh antagonis.
Ketika saya sedang asyik menikmati bab lima puluh hingga lima puluh satu wiracarita Mahabharata karya Nyoman, S. Pendit yang diterbitkan oleh Gramedia, pikiran saya sekonyong-konyong langsung mengarah kepada perang yang sedang berkecamuk di Rusia dan Ukraina. Disadari atau tidak, perang itu seperti repetisi dari kisah Mahabharata. Selain itu, kisah Mahabharata juga sarat akan pesan moral dan nilai-nilai yang bisa dihayati melalui proses kontemplasi.
Pada awal bab lima puluh, pertempuran di medan Khuruksetra yang semakin brutal dan membabi buta membuat aturan perang tidak lagi diindahkan. Semuanya dilanggar dan dihiraukan demi kemenangan. Perang yang seharusnya berakhir sejenak ketika matahari terbenam, terus berlanjut hingga fajar tiba dan kembali malam. Gatotkaca bersama para pasukan raksasa terus bertempur dengan amat garang hingga Kurawa di ambang kehancuran. Namun, di situ juga lah Gatotkaca sang ksatria sakti mandraguna menemui ajalnya karena terbunuh oleh Karna.
Di medan lain, kelicikan perang juga terus berlanjut. Drona yang memimpin pasukan Kurawa terus membantai pasukan Pandawa hingga ratusan nyawa terbunuh. Tentu saja itu membuat Pandawa ketar-ketir. Akhirnya, Khrisna menyusun rencana culas untuk menumpas keperkasaan Drona dengan cara membuat kabar bohong bahwa, Aswatthama, anaknya telah gugur. Mendengar kabar itu, Drona lemah membisu tak berdaya. Akhirnya, momentum itu langsung dimanfaatkan oleh Dristadyumna untuk mengakhiri hidup sang mahasenapati Drona.
Di akhir bab lima puluh, kejahatan perang yang semakin keji juga dipertunjukkan oleh Arjuna. Ia sudah tidak peduli lagi dengan Dhamma. Ketika kereta Karna tergelincir ke dalam lumpur, Arjuna langsung melesatkan anak panahnya ke arah Karna. Secepat kilat, Karna tewas dengan anak panah tertancap di punggungnya.
Berlanjut ke bab lima puluh satu, Pasca kematian Karna, mahaguru Kripa menasihati Duryodana, yang dipenuhi amarah akibat kematian ayahnya, agar sebaiknya peperangan ini dihentikan saja. Sebab, perdamaian adalah jalan keluar terbaik. Perang ini sudah terlalu banyak menyebabkan ribuan nyawa terbunuh hanya karena nafsu dan ambisi manusia.
Namun, nafsu dan dendam lebih pekat dalam diri seorang Duryodhana. Ia menolak perdamaian dengan Pandawa demi mempertahankan ego dan harga diri. Padahal, Duryodhana sendiri bukanlah orang yang banyak andil dalam peperangan. Justru banyak nyawa pasukan Kurawa yang dikorbankan hanya demi melindunginya.
Duryodhana menjadi buronan yang sangat diburu oleh Yudisthira dan para saudaranya. Setelah mereka bertemu, akhirnya terjadi duel sengit antara Bhimasena dan Duryodhana pun pecah. Tetapi, Bhimasena terlalu tangguh. Ia menyiksa sepupunya itu habis-habisan hingga pahanya remuk. Namun, tak lama setelah pertarungan sengit itu selesai, perdamaian antara kedua kubu segera tercapai. Sayangnya, sudah sangat banyak sekali yang mati di medan Kurukshetra.
Dari cerita yang ditulis ribuan tahun lalu ini, kita bisa melihat bahwa perang saudara seolah menjadi repetisi di dunia yang fana ini. Karena pada dasarnya, manusia selalu memiliki hasrat dan ambisi kekuasaan. Dan, untuk memuaskan hasrat itu, terkadang manusia menjadi gelap mata hingga tidak lagi mengindahkan aturan. Bahkan, nyawa pun menjadi barang rongsok yang tak berharga.  Semoga, peperangan antara Rusia dan Ukraina segera berakhir. Dan semoga, tidak ada lagi peperangan di atas muka bumi ini. Karena, seperti kata pepatah, perang itu hanya akan membuat menang menjadi abu dan kalah menjadi arang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun