Mohon tunggu...
Money

Pentingnya Mengkonsumsi Produk Baik dan Halal

15 Februari 2019   16:05 Diperbarui: 17 Februari 2019   20:46 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

          Halal adalah sesuatu yang boleh, yang terbebas dari ikatan larangan-larangan, dan telah diizinkan oleh syariat dalam melakukannya. Dan produk halal adalah produk yang memenuhi syariat kehalalan sesuai syariat Islam, yaitu tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi. Selain itu, semua bahan berasal dari hewan halal yang disembelih sesuai syariat Islam. Tempat penyimpanan, penjualan, pengolahan, dan transportasi produk tidak pernah digunakan untuk barang yang tidak halal. Produk halal juga tidak mengandung khamar dan bahan-bahan yang diharamkan (organ manusia, darah, kotoran, dan lainnya). Allah SWT berfirman: “Maka  makanlah yang halal lagi baik dari rejeki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.” (QS.An-Nahl ayat 114).
          Menurut Apriyantono et al (2007) sertifikasi halal adalah sertifikat yang menyatakan kehalalan suatu produk yang dikeluarkan oleh lembaga yang diakui dan kredibel. Di Indonesia lembaga yang bertugas untuk melakukan sertifikasi halal adalah Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM MUI). Sertifikat Halal MUI merupakan syarat untuk produsen pangan, kosmetik, obat-obatan, maupun produk lainnya untuk memperoleh izin pencantuman label halal (LPPOM MUI,2017). Sertifikasi halal dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dan tuntunan konsumen muslimkhususnya, untuk memmberi kepastian mengenai kehalalan produk yang akan dikonsumsi. LPPOMMUI merupakan suatu lembaga yang dibentuk oleh MUI untuk melakukan pemeriksaan dan sertifikasi halal. LPPOM MUI didirikan pada tanggal 6 Januari 1989.
       Selain perizinan usaha, sertifikat Halal menjadi sesuatu yang wajib di miliki oleh sebuah usaha kuliner mengingat bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia adalah Muslim yang sangat sensitif terhadap makanan haram. Pencantuman label halal sangat penting bagi kedua pihak, yaitu produsen dan konsumen.
Kehalalahan yang sudah di atur oleh undang-undang mengenai percantuman logo halal, hal ini diatur dalam ketentuan UU No.33 Tahun 2014 tentang jaminan Produk Halal (UU JP). Untuk mendapatkan izin mencantumkan logo halal, maka pemilik usaha (produsen) harus melakukan permohonan sertifikasi halal dengan serangkaian proses yang sudah diatur oleh lembaga MUI, seperti berikut ini :
- Produsen yang menginginkan sertifikat halal mendaftar ke sekretariat LPPOM MUI dengan ketentuan sebagai berikut.
* Bagi Industri Pengolahan :
1) Produsen harus mendaftarkan seluruh produk yang diproduksi di lokasi yang sama dan/atau yang memiliki merek/brand yang sama.
2) Produsen harus mendaftarkan seluruh lokasi produksi termasuk maklon dan pabrik pengemasan.
3) Ketentuan untuk tempat maklon harus dilakukan di perusahaan yang sudah mempunyai produk bersertifikat halal atau yang bersedia disertifikasi halal.
* Bagi Restoran dan Catering :
1) Restoran dan katering harus mendaftarkan seluruh menu yang dijual termasuk produk-produk titipan, kue ulang tahun serta menu musiman.
2) Restoran dan katering harus mendaftarkan seluruh gerai, dapur serta gudang.
* Bagi Rumah Potong Hewan :
1) Produsen harus mendaftarkan seluruh tempat penyembelihan yang berada dalam satu perusahaan yang sama
2) Setelah formulir dikembalikan ke LP POM beserta kelengkapannya maka Tim auditor LP POM MUI akan melakukan audit ke lokasi produsen.
3) Hasil audit dan laboratorium akan dievaluasi dalam rapat uditor LP POM MUI. Jika memenuhi persyaratan maka akan dibuatkan laporan hasil audit yang selanjutnya diajukan pada Sidang Komisi Fatwa MUI untuk diputuskan status kehalalannya.
4) Sidang komisi fatwa MUI dapat menolak laporan hasil audit dan hasilnya akan disampaikan kepada produsen pemohon. Penolakan tersebut dikarenakan persyaratan yang telah ditentukan belum terpenuhi.
5) Sertifikat Halal baru akan dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia setelah ditetapkan status kehalalannya oleh Komisi Fatwa MUI.
6) Sertifikat Halal berlaku selama 2 (dua) tahun sejak tanggal penetapan fatwa.
7) Tiga bulan sebelum masa berlaku Sertifikat Halal berakhir, produsen harus mengajukan perpanjangan sertifikat halal sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan LPPOM MUI.
       Dari serangkaian proses tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu produk yang dikatakan Halal tidak semata-mata hanya terdiri dari penyediaan bahan-bahan baku pembuatan, tetapi juga pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, hingga penyajian.
        Pelaku usaha yang telah mendapatkan sertifikat halal sebaiknya segera mencantumkan label halal pada kemasan produk. Label halal harus ditempatkan di bagian yang mudah terlihat. Jika pelaku usaha tidak melakukan ketentuan tersebut, maka sanksi berupa pencabutan sertifikat halal pun akan dilakukan.
       Sama juga seperti halnya jika produsen yang telah mendapatkan sertifikat halal tapi tidak menjaga kehalalan dari produknya, maka sanksi berupa pidana penjara selama-lamanya 5 tahun dan denda sebanyak-banyaknya Rp 2 Miliar pun dapat dikenakan.


                      DAFTAR PUSTAKA


1) Apriyantono, A., Joko, H. & Nur, W. (2007) Pedoman Produksi Pangan Halal. Jakarta, Khairul Bayan Press.
2) Aziz, Abdul. 2008. Ekonomi Islam Analisis Mikro & Makro. Yogyakarta: Graha Ilmu.
3) Kadir, A.2015. Hukum Bisnis Syariah Dalam AlQuran. Jakarta: Amzah.
4) Digilib.uinsby.ac.id
5) Media.neliti.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun