Tagar "Indonesia Gelap" yang diusung dalam demonstrasi mahasiswa bukan sekadar ekspresi pesimisme, tetapi juga kritik tajam terhadap berbagai aspek kebijakan negara, termasuk penegakan hukum, pemberantasan korupsi, aspek anggaran, dan program-program pemerintah. Berikut adalah beberapa isu utama yang menjadi sorotan:
1. Penegakan Hukum: Lemah dan Tidak Independen
Salah satu alasan mahasiswa turun ke jalan adalah krisis kepercayaan terhadap institusi hukum. Beberapa persoalan utama meliputi:
- Tebang pilih dalam penegakan hukum Kasus hukum terhadap rakyat kecil cenderung berjalan cepat, sementara kasus yang melibatkan elit politik atau konglomerat sering kali mandek atau mendapatkan perlakuan khusus.
- Politisasi hukum Ada kekhawatiran bahwa hukum digunakan sebagai alat kekuasaan untuk membungkam kritik atau lawan politik.
- Lemahnya perlindungan terhadap aktivis dan jurnalis Banyak kasus kriminalisasi terhadap mereka yang bersuara kritis terhadap kebijakan pemerintah.
- Meningkatnya kekerasan aparat terhadap demonstran Mahasiswa sering menghadapi tindakan represif ketika menyampaikan aspirasi.
2. Pemberantasan Korupsi: Mandul dan Melemah
Korupsi masih menjadi momok besar di Indonesia, tetapi upaya pemberantasannya justru dianggap melemah:
- Melemahnya KPK Revisi UU KPK yang dilakukan pada 2019 dianggap sebagai titik balik melemahnya lembaga ini. Banyak kasus besar tidak lagi diusut secara agresif.
- Imunitas bagi pejabat dan politisi tertentu Kasus-kasus besar seperti dugaan korupsi di sektor tambang, bansos, hingga proyek strategis nasional sering kali hanya menyeret pelaku kecil, sementara aktor utama tidak tersentuh.
- Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia menurun Data dari Transparency International menunjukkan tren negatif dalam pemberantasan korupsi.
3. Aspek Anggaran: Tidak Transparan dan Boros
Salah satu sorotan utama mahasiswa adalah pengelolaan anggaran negara yang dianggap tidak berpihak pada rakyat:
- Anggaran proyek mercusuar vs kebutuhan rakyat Pemerintah terus mengalokasikan dana besar untuk proyek-proyek infrastruktur raksasa, sementara sektor pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial masih menghadapi keterbatasan dana.
- Utang negara yang semakin membengkak Rasio utang terhadap PDB meningkat, tetapi pemanfaatannya sering dipertanyakan.
- Belanja pegawai dan birokrasi terlalu besar Alih-alih efisiensi, anggaran lebih banyak tersedot untuk gaji pejabat dan birokrasi dibanding investasi produktif.
- Minimnya transparansi anggaran Banyak proyek yang tidak memiliki akuntabilitas yang jelas, meningkatkan potensi penyimpangan.
4. Aspek Program: Tidak Efektif dan Tidak Berpihak pada Rakyat
Banyak program pemerintah yang dinilai tidak tepat sasaran atau hanya sekadar pencitraan:
- Program bantuan sosial sering dijadikan alat politik Pembagian bansos kerap tidak transparan dan digunakan untuk kepentingan elektoral.
- Program hilirisasi tambang yang menguntungkan oligarki Kebijakan hilirisasi nikel, misalnya, lebih banyak menguntungkan perusahaan besar dibandingkan rakyat biasa.
- Program digitalisasi dan ekonomi kreatif yang tidak merata Sektor teknologi dan startup berkembang pesat, tetapi petani, nelayan, dan UMKM masih tertinggal jauh.
- Pendidikan dan kesehatan yang masih bermasalah Kurikulum sering berganti, tenaga pendidik kurang diperhatikan, dan layanan kesehatan masih sulit diakses oleh masyarakat miskin.
5. Kebijakan Pemerintah yang Tidak Pro-Rakyat