Mohon tunggu...
Haihai Bengcu
Haihai Bengcu Mohon Tunggu... wiraswasta -

Hanya seorang Tionghoa Kristen yang mencoba untuk melakukan sebanyak mungkin hal benar. Saling MENULIS agar tidak saling MENISTA. Saling MEMAKI namun tidak saling MEMBENCI. Saling MENGISI agar semua BERISI. Saling MEMBINA agar sama-sama BIJAKSANA.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Walikota Bogor Nggak Becus Jadi Teladan

6 Juni 2012   00:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:21 774
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ilustrasi: http://luxuryrides.files.wordpress.com

Menantang untuk menyelesaikan sengketa di Pengadilan dan gembar-gembor ke seluruh dunia akan menaati Putusan Pengadilan Republik Indonesia namun setelah Putusan Pengadilan keluar, alih-alih  menaatinya malah berbalik MELAWAN-nya dan MENGABAIKAN-nya. Perilaku Walikota yang demikian, mustahil menjadi TELADAN bagi rakyat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang adalah negara hukum.

Sejak tahun 1967 Indonesia bersengketa dengan Malaysia masalah pulau Sipadan dan Ligitan. Musyawarah antara kedua belah pihak menghadapi jalan buntu. Ketika beberapa negara ikut membantu menjadi perantara, kedua belah pihak kembali menghadapi jalan buntu. Akhirnya pada tahun 1998 kedua negara sepakat agar masalah tersebut diselesaikan oleh Mahkamah Internasional (International Court of Justice - ICJ). Pada tahun 2002 Mahkamah Internasional memutuskan dengan voting 16:1 untuk kemenangan Malaysia. Meskipun menilai keputusan Mahkamah Internasional itu sangat merugikan Negara Kesatuan Republik Indonesia, namun seluruh bangsa Indonesia menerima keputusan tersebut dengan JIWA BESAR. Tidak ada satu penduduk Indonesia pun yang pergi ke Sipadan dan Ligitan untuk MENTEROR penduduk Malaysia di Sana apalagi memaksa MERELOKASIKAN mereka. Pada saat itu kita MENGECAM pemerintah karena menganggap mereka tidak bekerja dengan baik dalam menghadapi kasus Sipadan dan Ligitan. Demonstrasi mengecam Pemerintah Indonesia dan Mahkamah Internasional serta anti Malaysia rebak di mana-mana, namun Presiden sama sekali tidak MEMBEKUKAN apalagi MENCABUT surat kesepakatan dengan Malaysia untuk menyelesaikan masalah LIGITAN dan SIPADAN di Mahkamah Internasional dengan alasan NENJAGA kerukunan bernegara antara Indonesia dan Malaysia serta menawarkan RELOKASI kepada para penduduk SIPADAN dan LIGITAN. Itulah yang disebut KSATRIA! Tangan mencencang, bahu memikul!

Pada tahun 1976 Timor Timur yang dijajah oleh Portugis selama 450 tahun bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagian penduduk Timor Timor menolak penggabungan tersebut. Ketika musyarah antara kedua belah pihak gagal dan mediasi yang dilakukan oleh berbagai negara sahabat juga PBB gagal maka mereka yang menolak penggabungan itu pun melakukan perlawanan bersenjata. Korban berjatuhan di antara kedua belah pihak bahkan di kalangan rakyat jelata. Pada tahun 1999, Presiden BJ Habibie menawarkan untuk menyelenggarakan referendum guna mengakhiri pertumpahan darah. Pihal lawan menyetujuinya. Referendum pun diadakan pada 30 Agustus 1999 dan pada 19 Oktober 1999, Timor Timur pun secara resmi berpisah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan kehendak mayoritas penduduk Timor Timur yang tercermin dari hasil referendum. Meskipun menilai keputusan Presiden BJ Habibie terlalu gegabah itu sebabnya dia menuai kecaman luar biasa, namun seluruh bangsa Indonesia menerima keputusan presiden tersebut dengan JIWA BESAR. Tidak ada satu warga negara Indonesia pun yang pergi ke Timor Timur untuk MENTEROR penduduk Timor Timor apalagi memaksa MERELOKASIKAN mereka. Sampai hari ini kita merasa sedih dengan perpisahan tersebut namun sama sekali tidak menyesali apalagi membenci rakyat Timor Leste.  Presiden tidak membatalkan keputusan untuk melakukan referendum untuk menjaga kerukunan guna meredam demonstrasi dimana-mana dan manawari penduduk Timor Timor yang menolak Indonesia untuk RELOKASI. Itulah yang disebut KSATRIA! Tangan mencencang, bahu memikul!

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara merdeka yang berdaulat. Bangsa Indonesia adalah orang-orang yang bermartabat dan berjiwa besar serta ksatria. Tangan mencencang, bahu memikul. Itu sebabnya di dalam pergaulan Internasional bangsa Indonesia menuai rasa hormat dari bangsa-bangsa lain. Sebagai ahli waris negeri ini, kita harus tetap menjaga harkat dan martabat serta kedaulatan NKRI.

Tata Usaha Negara RI VS GKI Yasmin

Ketika Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Gereja Kristen Indonesia (GKI) Taman Yasmin yang TELAH diterbitkan oleh Walikota Bogor pada tahun 2006 DIBEKUKAN oleh Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor pada Tahun 2008, GKI Yasmin pun mempertanyakannya. Ketika musyawarah memuncak pada jalan buntu demikian juga mediasi yang dilakukan oleh beberapa pihak, misalnya: FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA = FKUB, maka GKI Yasmin dan Pemerintah Kota (PEMKOT) Bogor pun sepakat mencari KEADILAN ke Pengadilan Indonesia.

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung memutuskan bahwa PEMBEKUAN IMB GKI Yasmin oleh Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor TAHUN 2008 MELAWAN HUKUM. Itu sebabnya PTUN melalui Keputusannya:

1.    Mengabulkan SELURUH gugatan GKI Yasmin
2.    Membatalkan Surat Pembekuan IMB GKI Yasmin
3.    Memerintahkan untuk mencabut Surat Pembekuan IMB GKI Yasmin
4.    Menghukum Pemkot Bogor membayar biaya pengadilan

Ketika PEMKOT Bogor mengajukan BANDING, maka Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta  menerbitkan PUTUSAN yang MENGUATKAN keputusan PTUN Bandung.

PEMKOT Bogor lalu mengajukan KASASI namun ditolak karena TIDAK memenuhi syarat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun