Mohon tunggu...
Hagemaru_j _j
Hagemaru_j _j Mohon Tunggu... -

Bismillah

Selanjutnya

Tutup

Money

Belajar Berdagang dari Etnis Tionghoa

22 Januari 2012   09:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:35 6336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1327224084599348960

[caption id="attachment_165404" align="alignleft" width="300" caption="google.com"][/caption] Sekitar abad ke-7 bangsa Chin masuk ke Indonesia pada,mereka disebut sebagai "Cina perantauan", kemudian masuk ke seluruh pelosok tanah air. terutama di pesisir utara pulau Jawa, pesisir selatan dan timur Sumatera, serta pesisir barat Kalimantan. Orang Jawa menyebut mereka (orang china) dengan sebutan "singkek" yang artinya pendatang baru namun mayoritas orang jawa tidak mengetahui arti dari kata singkek tersebut. para perantau china datang ke tanah air dalam kondisi miskin tidak memiliki apa-apa, sehingga mereka hidup sangat sederhana dan sangat hemat, dan seolah terkesan mereka itu kikir. sehingga sampai sekarang terkesan orang china yang berada di indonesia sangat perhitungan dan pelit. Orang china memilih berdagang alasan utamanya adalah untuk bertahan hidup. Bagaimana hidup di indonesia, mau menjadi petani, tanah tidak punya, mau bekerja pada orang lain, secara umum rakyat indonesia adalah bertani, bagaimana bisa bekerja kalau keahlian bercocok tanam tidak dimiliki, sedangkan karakter pedagang adalah karakter yang dimiliki nenek moyang mereka ketika merantau di indonesia. karea dianggap berdagang itu lebih mudah, berdagang tidak memerlukan kepintaran khusus, hanya membutuhkan keuletan, tahan banting dan tekun.

“Jika kita sama rajinnya dengan orang-orang di Barat, kita tidak akan dapat menyaingi mereka,” kata Kim Woo Choong. Jika ingin lebih berhasil dari orang lain, kita tidak punya pilihan, kecuali bekerja dengan lebih keras dan rajin. Persepsi orang Cina pada perdagangan adalah positif. Dunia dagang adalah dunia yang menjanjikan kesenangan, kemewahan, dan kebahagiaan.

Orang china beranggapan menikamati kemewahan itu masalah belakang, terpenting saat ini adalah fokus akan usahanya. pada umumnya barang yang dikonsumsi adalah barang yang kualitasnya jelek, sedangkan barang yang kualitas bagus cenderung dijual. kerja 7 hari dalam seminggu yang tanpa libur kecuali hari besar ke agamaan, pekerjaan dibuatnya menyenangkan layaknya sebuah hobi (hobi bekerja), waktu luang tidak untuk bermalas-malasan tetapi digunakan untuk membuat peluang lagi. Seakan hidup hanya untuk mencari uang, akan tetapi justru dari sifat tersebut orang china mampu membangun dinasti usaha dagang yang tidak akan habis sampai 7 turunan, sedangkan anak cucunya tinggal meneruskan tanpa mengalami kesusahan, ini sungguh bukan sifat egois walau hidup sudah berkecukupan masih memikirkan kehidupan anak cucunya kelak. menurut orang china, pelanggan setia adalah raja, dia (orang china) rugi seikit tidak masalah, keuntungan dapat dicari lagi tetapi pelanggan setia sulit ditemukan. Bagaimana dengan kita(pribumi) sifat apakah yang sangat jelek pada kita? kebutuah pribadi lebih diutamakan dari pada pengembangan usaha/investasi kedepan, kita (anak muda walau yang tua pun juga ada) pada umumnya beranggapan " buat apa kita menumpuk uang dan terlalu mengirit, toh ini uang kita sendiri lagian kita juga belum berkeluarga", pada seseorang yang berpikiran seperti ini umumnya gajian bulan depan buat beli apa ya, kira-kira gadget apa ya yang belum aku punya, hidup hanya untuk beli gadget terbaru, alhasil ketika teman-temannya sudah memiliki rumah mobil dia masih mau ke kpr. Egois, entah kenapa bangsa ini sifat egois hanya mementingkan pribadi, anaknya sendiri pun tidak dipikirkan dan lebih di dorong untuk bekerja di tempat orang, bukankah berkumpul dengan keluarga lebih menyenangkan. Berpikiran bekerja di instansi pemerintah lebih menjanjikan. benar menjanjikan, akan tetapi mampukah menahan diri terhadap teman-teman yang sering bertemu dan berinteraksi, apakah sifat pamer kita mampu ditekan, mampukah kita menahan sifat iri akan benda kepunyaan teman, mampukah kita tidak ingin berlibur dan menghabiskan uang di akhir pekan. jika tidak mampu apakah gajian bulan depan hanya untuk melunasi kartu kresit yang membengkak, atau kalian ingin anak-anak kalian kembali bersusah paya mencari kerja dari satu perusahaan keperusahaan lainnya, bukankah semakin tahun penduduk semakin bertambah, apakah lapangan kerja semakin bertambah, lalu bagaiman jika anak-anak kalian tidak mendapatkan pekerjaan yang layak seperti kalian? Kita jika berdagang sering menunjukkan keluhan dan kadang emosi terhadap pembeli yang menawar terlalu rendah, sebaiknya jika anda berdangan biasakan sifat GIGO (Garbage in Garbage Out/ masuk dari telinga kiri dan keluar dari telinga kanan maksunya jika input dalam komputer itu sampah maka yang keluarpun sampah juga) Keberadaan orang china di indonesia sendiri memberikan pelajaran yang berharga akan arti menghemat, mereka yang datang tanpa membawa apa-apa mampu membangun dinasti dagang 7 turunan untuk anak-cucunya, apakah kita(pribumi) tidak dapat mencontoh mereka dan malah mewariskan hutang 7 turunan yang tidak akan pernah lunas. Dari wikipedia Penggunaan kata Tionghoa  terpengaruh gerakan Sun Yat-sen untuk meruntuhkan dinasti Ching dan menggantinya  "Republik Tiongkok". Sejak saat itu, mereka menyebut diri mereka dengan istilah Tionghoa, dan menolak disebut Cina. Pada awal 1990-an, diadakan pertemuan antara Pemerintah RRC dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN). Saat perundingan ini terjadi untuk membuka kembali hubungan diplomatik antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) ada ganjalan dalam penyebutan nama negara. Pemerintah RI ingin mempertahankan sebutan Republik Rakyat Cina dan sebaliknya pemerintah RRT ingin menyebut dirinya Republik Rakyat Tiongkok. Setelah perundingan yang cukup alot, diambil jalan tengah dengan memperkenalkan penggunaan kata China (baca: Chai-na) dari bahasa Inggris. Sehingga untuk sekarang jika memanggil etnis china panggillah tionghoa atau china  dengan cara baca chai-na

Jika ingin hidup kaya maka berdaganglah, namun jika ingin hidup tentram maka berternaklah

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun