Mohon tunggu...
H. H. Sunliensyar
H. H. Sunliensyar Mohon Tunggu... Penulis - Kerani Amatiran

Toekang tjari serpihan masa laloe dan segala hal jang t'lah oesang, baik jang terpendam di bawah tanah mahoepun jang tampak di moeka boemi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jangan Risih dengan Fatwa Halal dan Haram dari Ulama

24 November 2019   12:18 Diperbarui: 26 November 2019   21:53 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (waralaba.com)

Islam merupakan agama yang mengatur segala aspek kehidupan para penganutnya. Tidak hanya masalah ibadah semata, bahkan tata cara keluar-masuk kakus dan beristinja' (cara membersihkan diri setelah buang air) juga diatur oleh Islam, bila ingin aktivitas alamiah itu dinilai ibadah oleh Tuhan. 

Secara khusus, ilmu yang membahas tentang tata cara beribadah, bermuamalah (bisnis), dan hukum-hukum Islam lainnya disebut dengan ilmu Fikih. Pembicaraan "fuqaha" ~ para ahli Fikih ~ terkait dengan masalah halal dan haram. Apa yang boleh dan apa yang dilarang. Pendapat mereka haruslah didasarkan pada alqur'an, hadist, ijma' (pendapat umum para ulama baik terdahulu  maupun sekarang) dan qiyas (penyamaan).

Alqur'an dan hadist nabi merupakan dua sumber hukum utama bagi para fuqaha menetapkan suatu hukum. Namun secara tekstual, tidak semuanya ditulis di dalam alqur'an mengingat perkembangan zaman. Ada hal-hal tertentu yang tidak ada di zaman nabi, namun ada di era sekarang.

Membunuh, berjudi, memakan babi, meminum minuman keras merupakan contoh kegiatan yang secara tegas diharamkan (terlarang) karena secara tekstual disebutkan di dalam Alqur'an. Namun bagaimana dengan masalah narkotika misalnya? Dalam konteks ini para ulama akan menggunakan hukum qiyas untuk menetapkan hukumnya. Narkotika memiliki efek memabukkan sama seperti minuman keras. Oleh sebab itu, meski bentuk dan materinya berbeda kedua-duanya tetaplah barang yang haram.

Karena sifatnya pendapat, tidak semua ahli fikih bersepakat akan keharaman suatu benda. Sebagai contoh tanaman "qat" dan tembakau, meski menyebabkan pengonsumsinya kecanduan dan berbahaya bagi kesehatan tubuh, tidaklah semua ulama sepakat mengharamkan tanaman tersebut untuk dikonsumsi.

Begitu pula, tentang masalah permainan catur yang akhir-akhir ini heboh di media sosial. Pasalnya, pendakwah kondang Ustadz Abdul Somad (UAS), menyatakan ada ulama fikih yang melarang permainan tersebut. Padahal sebenarnya hal ini adalah sesuatu yang tak perlu diributkan. 

Masalah permainan catur sendiri tidak ada dalil tekstualnya secara jelas di dalam alqur'an, begitupun di dalam hadist nabi. Sehingga asal hukumnya disebut mubah, boleh-boleh saja. Akan tetapi, hukumnya bisa bergeser menjadi haram (dilarang) bila menyebabkan kita melalaikan kawajiban  sebagai muslim. Misalnya kita  lalai melaksanakan sembahyang dan belajar karena sedang asyik bermain catur atau menjadikannya sebagai ajang perjudian. 

Tugas pendakwah seperti UAS hanyalah menyampaikan pendapat para ahli fikih terkait masalah permainan catur sesuai dengan pengetahuannya. Ada yang melarangnya dan ada pula yang membolehkannya. Tinggal kita saja yang memilih mau mengikut pendapat yang mana. 

Mau menjadi orang yang religius atau tidak itupun pilihan hidup kita. Lantas apa yang mesti diributkan? Sedangkan sesuatu yang sudah jelas haram hukumnya saja masih banyak umat Islam yang melanggar. Oleh sebab itu, bagi saya, tak usahlah meributkan hal yang tidak penting. Uruslah hal-hal yang lebih krusial, seperti bagaimana mengupayakan menurunkan tindak kriminalitas di tengah masyarakat, menurunkan tindak pidana korupsi dan lain sebagainya. 

Sayangnya, umat Islam sekarang ini banyak yang tidak takut lagi dengan hukum negara apalagi dengan hukum tuhan. Jangankan hukuman penjara, ancaman neraka yang menanti kelak tidak lagi mampu menakuti mereka untuk meninggalkan sesuatu yang dilarang. Mungkin mereka pula yang risih dengan kata-kata "haram".

"Mengapa sesuatu yang menyenangkan itu diharamkan?" Bisik mereka dalam hati.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun