Mohon tunggu...
H. H. Sunliensyar
H. H. Sunliensyar Mohon Tunggu... Penulis - Kerani Amatiran

Toekang tjari serpihan masa laloe dan segala hal jang t'lah oesang, baik jang terpendam di bawah tanah mahoepun jang tampak di moeka boemi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Percayakah Kita pada La Nyalla?

13 Januari 2018   00:56 Diperbarui: 13 Januari 2018   06:16 1569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
La Nyalla di Kursi Pesakitan. Sumber: Senayanpost.com

Seiring naiknya suhu politik menjelang pilkada, membuat para aktornya--saya meminjam istilah Prof. Sahetapi 'politikus'-- semakin hari semakin menggeliat, masuk sarang keluar sarang mencari sekutu, menyikut kawan menjabat lawan, berbagai teknik dan metode digunakan untuk menggalang dukungan. Gunanya tidak lain dan tidak bukan untuk menggapai hasrat kekuasaan. Berkuasa, jaya dan kaya, itulah tujuan semata.

Dunia politik bagi saya agak 'menjijikkan' untuk dibicarakan, soalnya ialah para aktornya senantiasa mengolesi kotoran-kotoran amoral pada dunianya, dan mereka sama sekali tidak jijik dan malahan menikmati akan hal itu. Rasa jijik hanya timbul dari perspektif orang-orang awam di luar dunia mereka.

Kata sahibul hikayat: "jikalau mau jadi orang jujur jangan jadi politikus". Ya, memang benar, menjadi politikus ibarat menodai diri sendiri dengan perangai-perangai keji, ibarat menerjunkan diri ke kolam lumpur, membutakan akal dan hati sehingga tak dapat lagi membedakan yang benar dan yang salah menurut ajaran moral. Siap mental menyakiti kawan, menggaet lawan, segala laku itu  katanya demi rakyat dan untuk rakyat, padahal hanya untuk syahwat.

Oleh karenanya, setiap kalimat  yang terlontar dari mulutnya politikus, mestilah ditelisik betul-betul, bagi saya yang sudah pada level jijik ini, tidak akan percaya lagi dengan kata-kata politikus, jikalau isinya tidak mengandung kebohongan dan tipu-tipu, pastilah agitasi untuk menjatuhkan lawan (yang dulu kawan), jikalau tidak itu, isi perkataannya pastilah memuji diri sendiri tentang hal2 baik yang sudah ia lakukan (baca: me-riya'-kan diri). 

Apatah lagi pernyataan seorang La Nyalla mengenai mahar politik atau dengan konotasi negatif pemalakan "bos" terhadap dirinya (jikalau benar). Bagi saya, pernyataannya itu sama saja mengumbar kebusukan2 tentang dunianya. Pernyataan yang terlontar dari kekecewaan seorang politikus yang tak dapat memenuhi syahwat berkuasanya. 

Toh jikalau La Nyalla adalah seorang yang berdiri di garis kebenaran, mengapa ia tidak sedari awal menolak pencalonannya?atau sedari awal melaporkan tentang mahar 40 M itu?padahal ia tahu permainan2 busuk itu adalah hal yang dilarang? Apa yang La Nyalla katakan tidak lebih untuk kepentingan politiknya bahkan mungkin untuk balas dendam (?). Itulah candu politik, tak cukup berkubang di lumpur dalam, kini hendak bermandi air comberan. *** 

Mohon atas kata yang tidak menyenangkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun