Mohon tunggu...
Haendy B
Haendy B Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger, Football Anthutsias

mengamati dan menulis walau bukan seorang yang "ahli" | Footballism

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Membangun Iklim Investasi Hulu Migas yang Baik Demi Negeri

16 September 2016   03:17 Diperbarui: 5 Oktober 2016   02:44 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SKK Migas (antaranews.com)

Indonesia dianugerahi kekayaan alam yang luar biasa diantaranya minyak bumi dan gas alam. Namun pengelolaannya masih terbatas karena investasi di hulu migas belum maksimal. Pemerintah pun segenap upaya untuk membangun industri hulu migas. Apa daya iklim investasi minyak dan gas Indonesia diakui oleh Lembaga Survei Independen Kanada tahun 2011 berada di peringkat 111 dari 113 negara yang ada di dunia lebih buruk dari Kamboja, Thailand, bahkan negara-negara Afrika seperti Madagaskar dan Suriname seperti diketahui, produksi minyak nasional kita saat ini hanya menyentuh angka rata-rata 800 ribu tapi apa daya apa yang dilakukan oleh pemerintah seperti riuh rendah atau cenderung untuk tidak digubris oleh investor hulu migas. Jadi bagaimana seharusnya pemerintah kedepannya?

Banyak negara sukses lewat pengembangkan industri migasnya. Ada yang melalui pengelolaan secara swadaya atau melalui badan usaha milik negara. Namun tidak semua BUMN disetiap negara mempunyai modal besar untuk mengelola kekayaan alam migasnya, maka dari itu perlunya menarik peluang investasi dari negara lain.

Industri migas erat kaitannya dengan nasionalisme. Di UUD 1945 pengelolaan kekayaan alam migas ini harus diselenggarakan oleh negara dan digunakan negara untuk kemakmuran rakyatnya. Namun apabila negara berbatas modal tak ada salahnya untuk menggunakan investor negara lain untuk mengelola kekayaan alam migas kita.

Salah satu faktor penyebab terus turunnya produksi minyak nasional dan kurang berkembangnya industri minyak dalam negeri disebabkan oleh iklim investasi di sektor perminyakan dan gas dalam negeri yang masih kurang menarik.

Tidak menariknya iklim investasi migas di dalam negeri, di antaranya disebabkan oleh sistem fiskal yang tetap. Menurut sistem fiskal nilai pembagian hasil antara kontraktor dan negara telah ditentukan terlebih dahulu, jadi kalau hasil produksinya kecil pemerintah dapat bagi hasilnya kecil. Kalau produksi besar dapatnya juga besar. Pola tersebut juga diterapkan oleh negara penghasil minyak di Asia lainnya, termasuk Papua Nugini. Oleh sebab itu, investor tertarik untuk menanamkan modalnya di negara tersebut. Perminyakan di negara itu pun dapat tertolong dan kondisi perekonomian membaik.

Peran SKK Migas

Untuk mengatur investasi migas dibuatlah lembaga yang mampu menjembatani antara keinginan pemerintah dimana pengelolaan migas yang baik dan juga keinginan investor yang ingin iklim investasi yang baik. Untuk itu berdasarkan Perpres No. 9/2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dibentuklah SKK Migas dulu BP Migas.

SKK Migas bertugas melaksanakan pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi berdasarkan Kontrak Kerja Sama. Pembentukan lembaga ini dimaksudkan supaya pengambilan sumber daya alam minyak dan gas bumi milik negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. 

SKK Migas bekerjasama dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk mengelola kekayaan migas bangsa Indonesia. KKKS sendiri terbagi menjadi empat kategori yaitu KKKS CBM(Coal Bed Methane) yang jumlahnya mencapai 54 operator; KKKS Eksplorasi sebanyak 177 operator, KKKS Produksi mencapai 83 operator, dan KKKS Non Konvensional hanya 5 operator baik konvensional maupun non-konvensional per 30 Juni 2016, adalah sebanyak 289 WK.

Kendala Iklim Investasi Setiap langkah usaha pasti punya tantangannya sendiri. Begitu pun investasi hulu migas sangat terasa sekali betapa dekade terakhi ini semakin susah menemukan cadangan Migas baru. Proses menemukan cadangan migas baru semakin jauh ke timur Indonesia dengan kedalaman yang mencapai ribuan meter. Lokasi seperti selat Makassar, Laut Banda adalah contohnya.

Akibatnya, biaya produksi membengkak, tak hanya itu, setelah ditemukan pun, tidak bisa langsung begitu saja dilakukan eksplorasi maupun produksi karena perizinan dan birokrasi antara ekplorasi dan produksi ini memakan waktu yang begitu lama. Contohnya, sumur migas di Blok Cepu yang sebenarnya ditemukan sejak 2001, namun baru mencapai tahap puncak produksi pada Februari 2016. Semakin lamanya jeda waktu antara penemuan cadangan sampai dengan produksi, yakni antara 8-26 tahun, jelas menjadi indikator negatif bagi iklim investasi hulu migas di Indonesia. Hal ini secara otomatis memaparkan bahwa pengelola kks pada tahap eksplorasi menghadapi hambatan investasi yang cukup berarti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun