Rindu pada keluarga adalah perasaan yang universal. Siapa pun yang pernah berjauhan dari orang-orang terkasih pasti memahami bagaimana rasanya. Terlebih bagi seorang ayah yang harus bekerja di kota lain, meninggalkan istri dan anak-anak. Ada kerinduan yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata, hanya bisa dirasakan dalam keheningan malam, dalam kesibukan siang, atau bahkan di sela-sela tawa bersama rekan kerja. Saya pun merasakannya. Setiap hari terlintas wajah anak istri, celoteh anak-anak, serta hangatnya suasana rumah. Itulah yang mendorong saya untuk pulang hari ini, meski jarak memisahkan ratusan kilometer antara tempat saya bekerja di Purwodadi, sebuah kota kecil di Grobogan, dengan keluarga yang menetap di Bandung. Â
Hari ini, seperti biasa, kesibukan pekerjaan menyita waktu saya. Hingga tanpa terasa, jarum jam menunjukkan pukul 15.30 WIB. Sejenak kaget, saya baru sadar bahwa saya belum beli tiket bus untuk pulang. Biasanya, di jam segini, bus langganan saya, Hiba Putra, sudah bersiap meninggalkan Purwodadi menuju Bandung. Pikiran sempat goyah. "Mungkin besok saja berangkat," batin saya. Namun saya mencoba peruntungan. Saya menghubungi Mas Eko, salah satu kru tiket Hiba Putra, berharap ada hal baik . Dan rupanya, Sopir bus bersedia menunggu saya. Â
Tanpa pikir panjang, saya bergegas. Beruntung, Mas Amry, rekan kerja saya yang pulang ke Demak, menawarkan tumpangan ke terminal. Perjalanan singkat dari kantor menjadi momen penuh tawa. Karena saya gak pakai helm, mas amry berinisiatif lewat jalan kompleks. Lagi buru-buru malah tersesat jalan hingga sampai gang buntu. Waduh, cobaan buru-buru emang ada aja. Langit yang sedari siang mendung akhirnya menumpahkan hujan. Awalnya gerimis, lalu berubah menjadi deras. Jalanan licin dan banyak polisi tidur, pengendara gak bisa ngebut. Di tengah guyuran hujan, saya hanya berharap bisa sampai tepat waktu. Setibanya di terminal, tubuh ini memang agak basah, tetapi hati lega bukan main saat melihat bus itu masih setia menunggu. Sopir dan kru menyambut dengan senyum. Â
Ada momen tak terduga saat kami berbincang sejenak. Rupanya, sang sopir adalah mantan murid ayah saya semasa SD. Ia bercerita bagaimana ayah saya, seorang guru agama, pernah membimbingnya. "Saya merinding waktu tahu njenengan adalah anak beliau," ujarnya tulus. Saya hanya tersenyum, terharu dengan pertemuan tak disangka ini. Dunia memang sempit, kadang hal kecil bisa menghadirkan kehangatan di tengah perjalanan. Â
Saya masuk ke dalam bus, menduduki kursi nomor 30 di deretan paling belakang. Tak masalah di mana duduknya, yang penting bisa sampai ke tujuan. Di kursi ini, saya membayangkan momen-momen sederhana yang selalu saya rindukan: aroma masakan istri, tawa renyah anak-anak, lantai rumah yang berantakan karena mainan mereka, atau sekadar duduk santai sambil menyeruput teh buatan istri. Rindu itu sederhana, tapi mampu menembus jarak yang jauh. Â
Bus perlahan melaju, menembus sisa hujan yang mulai reda. Kru bus memutar lagu-lagu pop Jawa yang sedang populer. Alunan musik menemani perjalanan yang panjang ini. Rute yang akan dilalui sudah sangat familiar: Purwodadi -- Godong -- Mintreng -- Gubug -- Karangawen -- Mranggen -- Semarang -- Kendal -- Batang -- Pekalongan -- Pemalang -- Tegal -- Brebes -- Cirebon -- Majalengka -- Sumedang -- dan akhirnya Bandung. Setiap kota yang dilewati hanyalah persinggahan, sementara tujuan sesungguhnya adalah kehangatan pelukan keluarga. Tak ada yang bisa mengurangi rasa rindu ini selain saat akhirnya melihat pintu rumah terbuka dan anak-anak berlari menyambut. Â
Sepanjang perjalanan, saya merenung. Betapa waktu sering kali berlalu tanpa kita sadari. Kesibukan sehari-hari kadang membuat kita lupa akan hal-hal yang paling berharga dalam hidup. Namun, rindu selalu menjadi pengingat bahwa ada tempat untuk pulang. Ada orang-orang yang menunggu dengan sabar, yang mengisi hari-hari saya dengan cinta dan kebahagiaan. Â
Perjalanan ini bukan sekadar perpindahan dari satu kota ke kota lain. Ini adalah perjalanan mengantar rindu, membawa hati yang penuh harap untuk segera bertemu keluarga. Semoga perjalanan ini lancar, aman, dan selamat sampai tujuan. Karena di ujung sana, ada senyum istri dan pelukan anak-anak yang siap menyambut. Dan tak ada yang lebih membahagiakan daripada momen itu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI