Mohon tunggu...
Mister Hadi
Mister Hadi Mohon Tunggu... wiraswasta -

Bagi Anda yang tinggal di Bogor/Depok dan sekitarnya dan ingin belajar privat Bahasa Inggris dengan saya, hubungi : 08561802478 (call/WA)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Laporan dari Pengadilan Negeri Depok

5 November 2011   14:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:01 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_140432" align="aligncenter" width="273" caption="mencari nomor urut dan ruang sidang"][/caption] Sebagaimana janjiku aku akan melanjutkan ceritaku setelah tulisanku : AKU DITILANG DI SIMPANGAN DEPOK. Pengadilan Negeri Depok letaknya sangat terpencil, bukan di pusat kota, tapi di komplek perumahan Grand Depok City (dulu namanya Kota Kembang). Tidak ada angkutan umum yang melewati daerah ini sehingga Jumat kemarin tukang parkir panen besar karena mereka yang menghadiri sidang membawa kendaraannya masing-masing. Aku yang datang agak siang sudah tidak kebagian lahan untuk memparkir motorku. Terpaksa kuparkir motorku agak jauh dari ruang gedung pengadilan itu. Sesampainya di gedung pengadilan aku planga-plongo karena ini pertama kalinya aku datang ke persidangan dengan kasus pelanggaran lalu lintas. Sebelumnya aku pernah di ditilang di kota Bogor tapi cuma menebus SIM-ku di polresta Bogor tanpa melalui sidang segala.  Aku ingin bertanya tapi tak tahu pada siapa karena setiap orang sibuk dengan urusannya masing-masing. Petugas yang kutanyapun sedang sibuk menerangkan pada orang-orang yang bertanya. Kulihat beberapa ruang sidang dipenuhi oleh para "terdakwa", bahkan beberapa diantaranya berdiri di bangku-bangku yang biasanya diperuntukkan bagi para pengunjung sidang. Kalau tidak salah ada empat ruang sidang dan masing-masing ruangan itu "mengadili" ratusan terdakwa. Bisa dibayangkan betapa capainya pak hakim mengetuk palu. Tadinya terbayangkan olehku kalau persidangan itu pasti ada sesi pembelaan, ternyata tidak, hanya pemanggilan nama dan pengetukkan palu saja. Sementara aku masih planga-plongo, seseorang mendekatiku dan menawarkan bantuan. Seperti yang sudah kuduga dia adalah seorang calo. Walau telah tertulis di famlet-famlet untuk tidak berurusan dengan calo tetap saja banyak calo yang berkeliaran di pintu-pintu ruang sidang. "Bisa dibantu mas?" tanyanya padaku. Tanpa basa-basi langsung kutanya, "berapa?" "Tujuh puluh ribu," jawabnya. "Gocap yak?" tawarku. (gocap : lima puluh ribu) Orang itu hanya menggeleng dan meninggalkanku untuk mencari "mangsa" berikutnya. Mungkin dia pikir aku tidak cukup uang untuk memakai jasanya. Aku masih kebingungan seorang diri sampai kulihat beberapa orang mengerubungi sebuah papan pengumuman. Aku penasaran dan mendekat. Oh ternyata nama-nama para terdakwa ada di papan pengumuman yang mengingatkanku ketika acara lulus-lulusan dulu. Benar dugaanku ada ribuan terdakwa yang harus disidang hari itu. Di kertas-kertas yang ditempel di papan pengumuman itu terdiri dari beberapa kolom, diantaranya nomor urut, nomor sidang, nama pelanggar, alamat pelanggar dan pasal yang dituduhkan. Mungkin karena tidak cukup tempat untuk menempel kertas-kertas itu di papan pengumuman, kolom terakhir tertutup oleh lembaran disamping kanannya. Aku mencoba melihat surat tilang dan mencari nomor yang sama dengan surat tilangku, tapi ternyata hanya nomor urut yang tersusun berurutan, yang lainnya benar-benar tidak berurutan. Dengan berdesak-desakan bersama puluhan orang yang lain, aku mencoba  mencari nomor yang tertera pada surat tilangku. Telunjukku bergerak dari atas kebawah kemudian pindah ke kertas berikutnya di samping kanan mencari nomor itu tapi sia-sia. Sementara dibelakang beberapa calo berteriak menawarkan jasanya : "dibantu-dibantu". Aduh, aku mulai putus asa karena nomor yang kucari tak kunjung kutemukan. Oh ya Jumat kemarin aku sedang puasa sunah dan aku masih mengenakkan jaket motorku yang super tebal sehingga membuatku berkeringat hebat di antara kerumunan orang-orang yang senasib denganku. Akhirnya aku menyerah dan mundur ke belakang. Ketika calo menawarkan bantuan kutanya lagi, "berapa?" dan dijawab "cuman goceng bang," jawabnya (goceng : 5 ribu). Oh kalau tahu dari tadi aku sudah menggunakan jasa mereka. Tadinya kupikir mereka sama dengan calo yang menawarkan jasa cukup mahal. Ternyata yang ini beda, mereka adalah calo yang hanya mencari nomor antrian dan ruang sidang. Kuserahkan surat tilangku dan dalam sekejap orang itu masuk ke kerumunan dan menemukan nomor antrian dan ruang sidang untukku. Sampailah aku di ruang sidang 4 yang mulai sepi. Kuserahkan surat tilangku  kepada petugas dibagian data kemudian mereka mencari SIMku setelah menemukannya lalu memanggil namaku. Setelah itu hakim memanggil namaku, mengetuk palu dan menyerahkannya ke bagian dikanannya. Nah, disinilah tempat para pelanggar membayar denda. Untuk pasal yang dituduhkan kepadaku aku wajib membayar Rp. 33.000,-. Aku mencoba meminta kwitansi setelah membayar denda itu tapi petugas itu mengatakan tidak perlu. Ketika pulang  kubertanya pada satpam yang menjaga parkir berapa biaya denda untuk pasal yang dituduhkan kepadaku. Jawabnya antara 33.000 sampai 43.000 Rupiah tapi kalau datangnya setelah sidang selesai dendanya 55.000 Rupiah. Hmm.. mudah-mudahan uang denda yang dibayarkan para pelanggar yang jumlahnya ribuan itu benar-benar masuk ke kas negara dan bisa dipergunakan untuk perbaikan jalan, marka jalan dan penerangan jalan di malam hari. Bukan sebaliknya, dikorupsi atau dipakai untuk membayar pegawai yang malas... BOGOR, 5 NOVEMBER 2011

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun