Melansir dari Kompas.com, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian melayangkan teguran keras kepada 51 kepala daerah dan wakil kepala daerah terkait pilkada. Hampir semuanya ditegur karena menyebabkan kerumunan massa dalam tahapan Pilkada 2020.
"Mendagri sudah tegur keras sebanyak 50 bupati/wakil bupati dan wali kota dan wakil wali kota. Kemudian juga satu gubernur karena tak patuh protokol kesehatan," ujar Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri, Akmal Malik seperti dikutip dari kompas.com.
Mengapa presiden dan mendagri merasa perlu memberi sorotan tajam terhadap masalah ini?
Ada kekhawatiran, bila tindakan abai terhadap protokol kesehatan itu akan kembali berulang di tahapan pilkada berikutnya, akan memunculkan klaster penularan Covid-19.
Sebab, ini baru pendaftaran, jalan menuju Pilkada masih panjang. Belum penetapan calon, pengambilan nomor urut, termasuk masa kampanye, hingga masa pemilihan.
Bila sudah seperti itu, pemerintah pusat dituntut agar bertindak tegas terhadap para pihak yang dianggap melanggar protokol kesehatan selama pendaftaran peserta Pilkada 2020. Harapannya, pelanggaran seperti itu tidak kembali terjadi di kemudian hari.
Butuh Kebesaran Hati, Tak Perlu 'Show of Force' di Masa Pandemi
Di masa lalu, oleh sebagian partai politik pengusung paslon yang akan tampil di Pilkada, masa pendaftaran dianggap sebagai momentum 'pamer kekuatan'. Karenanya, ketika mendaftar, para kandidat diiringi arak-arakan massa dalam jumlah besar.
Mereka seolah ingin pamer kekuatan kepada publik dengan menunjukkan banyaknya jumlah massa yang siap mendukung paslon mereka. Tentu, sah-sah saja bila memang itu diperbolehkan.
Namun, di masa mencemaskan seperti sekarang, seharusnya semua pihak bisa lebih mawas diri. Bahwa, pandemi bukanlah saat yang tepat untuk "pamer kekuatan" dengan melakukan arak-arakan massa.