Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Pilkada Kali Ini Beda, Bukan Lagi Waktunya "Pamer Massa"

8 September 2020   16:22 Diperbarui: 10 September 2020   18:00 777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Kerumunan tidak terhindarkan ketika deklarasi pencalonan pilkada 2020. (Foto: KOMPAS/WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO)

Melansir dari Kompas.com, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian melayangkan teguran keras kepada 51 kepala daerah dan wakil kepala daerah terkait pilkada. Hampir semuanya ditegur karena menyebabkan kerumunan massa dalam tahapan Pilkada 2020.

"Mendagri sudah tegur keras sebanyak 50 bupati/wakil bupati dan wali kota dan wakil wali kota. Kemudian juga satu gubernur karena tak patuh protokol kesehatan," ujar Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri, Akmal Malik seperti dikutip dari kompas.com.

Mengapa presiden dan mendagri merasa perlu memberi sorotan tajam terhadap masalah ini?

Ada kekhawatiran, bila tindakan abai terhadap protokol kesehatan itu akan kembali berulang di tahapan pilkada berikutnya, akan memunculkan klaster penularan Covid-19.

Sebab, ini baru pendaftaran, jalan menuju Pilkada masih panjang. Belum penetapan calon, pengambilan nomor urut, termasuk masa kampanye, hingga masa pemilihan.

Bila sudah seperti itu, pemerintah pusat dituntut agar bertindak tegas terhadap para pihak yang dianggap melanggar protokol kesehatan selama pendaftaran peserta Pilkada 2020. Harapannya, pelanggaran seperti itu tidak kembali terjadi di kemudian hari.

Butuh Kebesaran Hati, Tak Perlu 'Show of Force' di Masa Pandemi

Ada banyak orang yang sudah tahu bila kerumunan massa berpotensi menjadi pemicu klaster penyebaran Covid-19. Namun, masih ada arak-arakan massa dalam pendaftaran pasangan calon (paslon) di pilkada/Foto: Kompas.com
Ada banyak orang yang sudah tahu bila kerumunan massa berpotensi menjadi pemicu klaster penyebaran Covid-19. Namun, masih ada arak-arakan massa dalam pendaftaran pasangan calon (paslon) di pilkada/Foto: Kompas.com
Sebenarnya, bila sudah tahu kerumunan massa berpotensi menjadi pemicu klaster penyebaran Covid-19, mengapa masih ada arak-arakan massa dalam pendaftaran pasangan calon (paslon) di pilkada ?

Di masa lalu, oleh sebagian partai politik pengusung paslon yang akan tampil di Pilkada, masa pendaftaran dianggap sebagai momentum 'pamer kekuatan'. Karenanya, ketika mendaftar, para kandidat diiringi arak-arakan massa dalam jumlah besar.

Mereka seolah ingin pamer kekuatan kepada publik dengan menunjukkan banyaknya jumlah massa yang siap mendukung paslon mereka. Tentu, sah-sah saja bila memang itu diperbolehkan.

Namun, di masa mencemaskan seperti sekarang, seharusnya semua pihak bisa lebih mawas diri. Bahwa, pandemi bukanlah saat yang tepat untuk "pamer kekuatan" dengan melakukan arak-arakan massa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun