Dan memang, kiranya sulit bagi pemain-pemain Leipzig untuk merebut bola secara bersih dari pemain baller seperti Neymar dan Di Maria yang ketika membawa bola, seperti ada lem di sepatu mereka sehingga bola seolah lengket. Atau juga Kylian Mbappe yang bisa membawa bola dengan kecepatan lari di atas rata-rata pemain lainnya.
Itulah tantangan utama Leipzig di laga semifinal tersebut. Tantangan yang bila mereka mampu mengatasinya, mereka akan mendapatkan "hadiah" paling besar dalam sejarah klub mereka. Sebaliknya, bila tidak mampu, itulah akhir kejutan mereka.
Cerita berikutnya, sepakan kiper Peter Gulacsi yang bisa diintersep lantas berakhir dengan gol kedua bagi PSG di penghujung babak pertama. Lagi-lagi, pemain Leipzig "ikut andil" bagi terciptanya gol PSG.
Dari tayangan ulang, kiper Leipzig sebenarnya dalam posisi tidak dalam tekanan berat. Bila sedikit lebih kalem, kiper asal Hungaria berusia 30 tahun ini bisa menendang bola melambung jauh ke tengah lapangan sembari memberi jeda bagi bek-bek Leipzig untuk "bernafas". Bukan menendang bola mendatar yang bisa direbut pemain PSG. Namun, itulah yang terjadi.
Gol kedua PSG itu seolah meruntuhkan mental pemain-pemain Leipzig. Di babak kedua, situasi semakin sulit bagi mereka ketika PSG mendapat gol ketiga. Lagi-lagi bermula dari kesalahan pemain Leipzig.
Di menit ke-56, bek kanan Leipzig asal Prancis, Nordi Mukiele terjatuh ketika membawa bola. Lantas, Neymar melepas umpan crossing ke Juan Bernat yang berada di depan gawang Leipzig. Bernat yang tak terkawal, dengan mudah menyundul bola. PSG pun unggul 3-0.
Pemain-pemain Leipzig sempat memprotes gol tersebut. Mereka mengira Mukiele terjatuh karena ada pelanggaran dari Di Maria. Namun, wasit Bjorn Kuipers dari Belanda yang melakukan goal check lewat VAR (video assistant referee), mengesahkan gol tersebut.
Dalam waktu 34 menit tersisa, sulit bagi pemain-pemain Leipzig untuk mendapat gol pertama dan mengejar ketertinggalan. Lawan mereka kali ini bukan seperti Atletico Madrid yang mereka singkirkan di perempat final. Leipzig tidak bisa menunggu PSG lengah.
Justru, mereka yang dipaksa bermain tidak nyaman. Sebab, PSG dengan trio Neymar-Di Maria-Mbappe, bisa sewaktu-waktu mengancam pertahanan mereka. Faktanya, Mbappe beberapa kali lepas dan mendapatkan peluang untuk mencetak gol keempat.
Mungkinkah pemain-pemain Leipzig mengalami "demam panggung" di semifinal karena lawan yang kelewat agresif?
Ah, hanya pemain-pemain Leipzig yang bisa menjawabnya. Tetapi memang, bermain di pertandingan yang hanya berjarak 90 menit dari final Liga Champions, jelas memunculkan tekanan berbeda. Terlebih bagi mereka yang belum pernah mengalaminya.