Sidoarjo-Surabaya. Seperti sebutannya sebagai kota bertetangga, jarak dua kota ini sebenarnya tidak jauh. Sekitar 30-45 menit perjalanan bagi yang domisilinya di Sidoarjo kota. Meski, waktu tempuh itu bisa menjadi 1 jam lebih, bila mendadak ada kemacetan tak terduga di jalan yang dilalui.
Tapi yang pasti, kalaupun setiap hari harus pergi pulang (PP) dari Sidoarjo-Surabaya dan kembali ke Sidoarjo, sebenarnya tidak capek banget. Hanya capek yang bila dibuat istirahat malam, esoknya kembali bugar.
Saya pernah pernah menjalani rutinitas harian bekerja dengan rute Sidoarjo-Surabaya-Sidoarjo itu selama sekitar 13 tahun. Mulai ketika bekerja di "pabrik koran" pada awal 2005 hingga menjadi "tukang menulis" di instansi pemerintahan.Â
Baru pada awal 2019 silam, usai memutuskan mundur dari kerja kantoran dan menjadi penulis lepas yang tidak lagi punya 'jam kantor', rutinitas harian saya mulai berubah.
Saya tidak lagi setiap hari 'melahap' rute Sidoarjo-Surabaya-Sidoarjo seperti dulu. Saya lebih banyak menghabiskan waktu bekerja di rumah. Paling, selama seminggu, menyempatkan dua kali ke Surabaya untuk temu kangen dengan kawan-kawan di kantor lama maupun berkoordinasi dengan teman kerja sekarang.
Bagi saya, bisa bertemu langsung dengan teman-teman itu menjadi cara terbaik untuk merawat silaturahmi. Bisa mengobrol langsung sembari guyon dengan mereka, seakan menjadi jeda menyenangkan dari rutinitas kerja yang terkadang membosankan.Â
Pendek kata, ketika sudah mengobrol dengan teman-teman di warung kopi sembari ngopi bareng--meski saya tidak selalu memesan kopi--itu nikmatnya luar biasa. Â
Â
Nah, karena saya cukup 'dituakan' dengan usia yang tahun ini akan masuk kepala empat, beberapa kawan di kantor dulu menjadikan saya sebagai teman cerita. Tempat curhat. Mereka bisa curhat pekerjaan. Bercerita keluarga, prospek bisnis, hingga hobi mereka. Ada yang minta saran. Ada yang sekadar berbagi cerita.
Karenanya, obrolan di warung kopi itu terkadang tidak cukup hanya 1 jam. Apalagi bila yang ikut ngopi bareng lebih dari dua tiga orang. Ceritanya bisa semakin seru.Â
Situasi sulit tidak membuat silaturahmi jadi mati
Namun, sejak wabah Covid-19 mewabah, terlebih di Surabaya kini diterapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) karena sebaran kasusnya paling banyak dibandingkan kota-kota lainnya di Jawa Timur, agenda silaturahmi di warung kopi itu terhenti.Â
Terlebih memang sudah masuk bulan Ramadan, apa iya masih ngobrol di warung kopi ketika siang hari.