Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Lebaran Masih Harus Menulis "Samber"? #DibikinSimpel Saja

6 Juni 2019   07:37 Diperbarui: 6 Juni 2019   07:41 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suka duka menulis program Samber di Kompasiana/Foto: Pixabay


Ada banyak ragam motivasi yang dimiliki seseorang dalam menulis. Mari kita tulis satu demi satu. Mulai dari menyalurkan hobi, untuk aktualisasi diri, bagian dari personal branding, demi menambah banyak teman, hingga karena ingin mendapatkan materi baik berupa uang ataupun benda.

Dari semua jenis motivasi menulis tersebut, keinginan untuk mendapatkan uang maupun hadiah lainnya, masih merupakan motivasi terbesar bagi banyak orang untuk menulis. Bukannya menulis karena pamrih. Tetapi karena menulis bisa jadi memang telah menjadi sumber penghasilan ataupun untuk tambahan pemasukan.

Atas dasar itu, ketika Kompasiana mengumumkan kembali menghadirkan program Satu Ramadan Bercerita (Samber) pada awal Ramadan lalu dengan 'iming-iming' hadiah menggiurkan seperti motor matic, kamera mirrorless, smartphone dan uang tunai, ada banyak yang tergoda untuk meladeni tantangan menulis tersebut.

Saya pun menantang diri sendiri untuk ikut. Meski ketika membaca tema hariannya dan durasi waktu menulisnya, program Samber tahun ini terasa lebih berat dibandingkan tahun lalu. Tapi, karena cinta menulis, ya #DibikinSimpel saja.

Saya memotivasi diri, lha wong tahun lalu sanggup menjawab tantangan Samber menulis selama Ramadan di Kompasiana, kenapa tahun ini kok ndak sanggup. Singkat kata, mulai awal puasa Ramadan lalu, saya memiliki rutinitas tambahan: menjawab tantangan tema harian Satu Ramadan Bercerita untuk laman Tebar Hikmah Ramadan (THR) di Kompasiana. Pokoknya dijalani saja, #AntiRibet.

Tetapi memang, untuk istiqomah itu tidak mudah. Bahwa menjadi konsisten menulis di tengah rutinitas kerja selama puasa, memang tidak mudah. Beberapa kawan dan mahasiswa saya yang coba saya 'goda' untuk ikut menulis program ini, awalnya semangat ikut menulis. Namun, setelah beberapa hari, mereka 'angkat tangan' alias menyerah.

Dan memang, dari hari pertama puasa tanggal 6 Mei lalu hingga hari ke-32 (6 Juni 2019) pada hari ini, tantangan untuk menulis Samber, bermacam-macam. Hal tersulit yang paling sering muncul adalah melawan kantuk.

Betapa setelah seharian beraktivitas bahkan setelah memberesi/mengecat rumah di 10 hari terakhir Ramadan, di malam setelah ibadah Ramadan yang seharusnya paling enak untuk tidur, masih harus membuat satu tulisan. Tapi ya #DibikinSimpel saja. Lha wong tinggal nulis. Meski, tak jarang, tulisan baru jadi di atas pukul 23.00 WIB atau mendekati tenggat.

Bahkan, saya pernah terpaksa tidak mengikuti rapat RT di kompleks perumahan yang membahas agenda halal bihalal setelah Idul Fitri. Yakni hari ke-21, tepatnya pada 26 Mei lalu. Ceritanya, rapat tersebut digelar usai tarawih. Saya berencana memberesi tulisan bertema "Redakan amarah dan seteru, kunci tuk menangkan Ramadanmu" lantas ikut rapat.

Namun, yang terjadi, ternyata koneksi wi-fi di rumah pas sedang rewel. Tulisan di laptop baru separo, tetapi pikiran sudah kalut bila tulisan tidak bisa dikirim. Satu jam lebih berlalu, tetapi belum ada tanda 'koneksi wifi akan sembuh'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun