Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar 1001 Cara Menebar Manfaat dari Dokter Iswiyanti

9 Juli 2018   15:45 Diperbarui: 9 Juli 2018   19:30 549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di sela kesibukan di luar rumah, dr Iswiyanti Widyawati MKes masih bisa memainkan peran sebagai istri, ibu dan nenek/Foto: pribadi

Menjadi penulis di sebuah majalah kedokteran di Surabaya, membuat saya sering bertemu dan mewawacara dokter-dokter dengan beragam latar belakang. Dan, meski berbeda-beda bidang spesialisasinya, ada kesamaan dari dokter-dokter yang sering saya wawancara. Kebanyakan, cara bicaranya cenderung ringkas, tidak bertele-tele dan substansi obrolannya lebih sering 'asyik di dunianya sendiri'. 

Namun, ketika akhir pekan kemarin berbincang dengan dokter Iswiyanti Widyawati, MKes bersama beberapa kawan di Kompasiana, asumsi itu terpatahkan. Mewawancara dr Iswiyanti, saya seperti tidak sedang bertutur dengan seorang dokter. Bahasanya mudah dimengerti. Tutur katanya teratur. Plus sikapnya yang bersahabat dan apa adanya.

Sekira dua jam berbincang dengan dokter Iswi, saya bahkan seperti tidak sedang mengobrol. Namun, lebih seperti membaca lembar demi lembar buku tentang kisah seseorang. Buku yang menginspirasi. Jawaban-jawaban yang disampaikannya tidak sekadar berupa kalimat berderet. Lebih dari itu, ada banyak nilai-nilai hidup yang berseliweran dari ceritanya.

Salah satunya tentang makna bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling bisa memberikan kemanfaatan bagi orang lain. Bagi ibu enam orang anak ini, pesan mulia itu tidak sekadar menjadi pengingat yang ditempel di dinding rumahnya. Jejak rekam hidupnya menjadi fakta, dia mampu menjadikan pesan mulia itu bak aktivitas bernafas yang dilakukannya setiap hari.

Belajar dari orang tua, luwes menjalani berbagai peran

Tanpa kenal lelah, dr Iswi mampu menjalani empat hingga lima peran sekaligus. Dari peran di rumah sebagai istri, ibu, nenek, hingga peran di luar sebagai Kepala Bagian Pelayanan dan Penunjang di sebuah rumah sakit ibu dan anak di Surabaya, aktivis sosial kemanusiaan, konselor parenting dan peran-peran lainnya. Hebatnya, semua peran itu bisa dijalaninya tanpa mengabaikan satu sama lain.

Faktanya, di tengah kesibukannya sebagai dokter dengan jabatan cukup bergengsi di sebuah rumah sakit ibu dan anak terkenal di Surabaya, dia mampu menjaga kedekatan dan romantisme keluarganya. Kehidupan keluarganya asyik. Dia sama sekali tidak berjarak dengan putri-putrinya. Pun, dengan suaminya yang seorang dokter spesialis anestesi, hubungan mereka masih mesra. Candaan dan obrolan santai acapkali spontan tercetus sebagai gambaran kedekatan mereka.

Dokter Iswi bersama suami
Dokter Iswi bersama suami
Keluwesan dr Iswi dalam melakoni banyak peran demi menebar manfaat kepada orang lain itu merupakan buah dari pengajaran orang tuanya. Lahir di Nganjuk, Jawa Timur sebagai anak ke-12 dari 12 bersaudara, Iswiyanti kecil belajar langsung dari sang ibu, Soedarsih tentang pentingnya berbagi kepada sesama. "Ketika ada tetangga yang sedang kesusahan, ibu segera langsung datang untuk menawarkan bantuan. Sikap sosial ibu itu yang terekam kuat dalam ingatan saya," kenang dokter Iswi.

Sementara dari sang bapak, Muhammad Ishaq Masduki, dr Iswi mewarisi sikap bijaksana dan easy going. Seringkali selepas Shubuh, sang bapak menyampaikan wejangan tentang pentingnya untuk ikut memperbaiki masyarakat, serta perihal perlunya berikhtiar. Bahwa orang tua sekadar bisa mendoakan yang terbaik untuk sang anak, dan anaklah yang berikhtiar sendiri untuk membuka 'pintu langit'. "Satu pesan bapak yang paling saya ingat, "lek seneng ojo nemen-nemen, lek sedih ojok nemen-nemen" (bila gembira secukupnya, sedihpun sewajarnya. Jangan berlebihan)," ujar dr Iswi merujuk pesan agar hidup dijalani easy going, tidak lebay. 

Aktif di bidang sosial kemanusiaan

Bila dalam novel Burlian, penulis yang karya-karyanya digandrungi anak muda, Tere Liye, menganalogikan masa depan dengan pengandaian yang manis: bak menanam sebuah pohon yang kelak bila pohon itu telah tinggi besar, maka anak-anak kita akan bisa melihat potret dunia dari ujung paling atas", orang tua dr Iswi telah berhasil menanam pohon besar yang memungkinkan anak-anaknya untuk melihat luasnya dunia. Dan, dengan mampu melihat luasnya dunia, muncul keinginan untuk menebar kemanfaatan kepada sesama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun