Mohon tunggu...
Ahirul Habib Padilah
Ahirul Habib Padilah Mohon Tunggu... -

Anak Dukuh ! Kalimantan Barat Universitas Padjadjaran Magister Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Politik

Keamanan Manusia (Human Security) dan Perdagangan Manusia (Human Trafficking)

12 Maret 2016   13:10 Diperbarui: 4 April 2017   17:30 8237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mekanisme penawaran eksis karena globalisasi menyebabkan peningkatan ekonomi dan perbedaan demografi antara negara maju dan negara berkembang, seiring dengan fenomena kemiskinan dan marginalisasi komunitas pedesaan. Globalisasi juga menghasilkan pertumbuhan pariwisata dengan kemajuan tekhnologi informasi dan transportasi yang juga menawarkan berbagai jasa pelayanan seks komersial. Perdagangan manusia telah menjadi sektor bisnis yang menguntungkan. Kejahatan ini memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap penerapan hak-hak asasi manusia versus prinsip ekonomi kapitalis. Mekanisme permintaan dan penawaran telah menyebabkan sebagian besar perempuan dan anak-anak sebagai korban perdagangan manusia di pasar internasional.

Seperti yang dikutip dalam buku ‘Human Trafficking: A Global Perspective’ (2010), pemerintah negara-negara Eropa menghadapi peningkatan jumlah imigran gelap dari Afrika, Timur Tengah, dan Asia yang diperkirakan 400,000 jiwa per tahunnya. Sejak tahun 2000, sejumlah 850,000 imigran gelap juga memasuki AS. Sebagian besar imigran gelap ini membayar para calo (Human Smugglers) dan sulit untuk disebut sebagai korban perdagangan manusia. Memang agak sulit membedakannya, namun korban perdagangan manusia sering kali muncul sebagai konsekuensi dari proses masifnya perpindahan manusia lintas negara.

Terkait dengan kasus perdagangan manusia, pada tahun 2004 pemerintah AS memperkirakan 600,000-800,000 orang menjadi korban perdagangan manusia pada skala internasional, dimana 80 persen diantaranya adalah perempuan, 50 persen anak-anak dan 70 persen ditujukan untuk eksploitasi seksual. Sementara, organisasi buruh internasional (ILO) pada tahun 2006 memaparkan data bahwa 12,3 juta orang menjadi buruh sandera (forced bonded labor),  buruh anak-anak, dan pelayan seksual. Dalam laporannya ILO dengan judul ”A Global Alliance Againts Forced Labor”, 9,8 juta orang dieksploitasi oleh agen swasta (Private Agents) dan 2,5 juta orang dipaksa untuk bekerja pada pemerintah dan kelompok-kelompok militer, dan korban terbanyak dari Benua Asia. ILO memperkirakan 2,5 juta orang menjadi korban perdagangan manusia, dua per tiga-nya adalah perempuan dan anak-anak yang ditujukan untuk eksploitasi seksual serta satu per tiga-nya adalah laki-laki yang juga di eksploitasi untuk kegiatan ekonomi lainnya. UNICEF sendiri memprediksi 300.000 anak pada rentang usia 18 diperdagangkan sebagai tentara bayaran pada konflik-konflik militer di berbagai wilayah dunia.

Kasus perdagangan manusia di berbagai negara sepertinya menjadi fenomena gunung es yang membutuhkan kerja sama berbagai pihak dalam pemberantasannya. Beberapa negara seolah mendiamkan kasus ini karena fungsi strategisnya sebagai penyumbang terbesar pendapat nasional dari sektor pariwisata. Contohnya seperti di Thailand, pelayanan seks komersial telah menjadi rahasia umum. Menurut UNODC  perdagangan manusia merupakan bisnis yang sangat menguntungan di peringkat kedua setelah obat-obatan terlarang dan lebih baik dari bisnis senjata. Berdasarkan data yang dirilis ILO, diperkirakan keuntungan setiap tahunnya dari bisnis perdagangan manusia mencapai US$ 33,9 miliar dengan prediksi 1,4 juta orang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual. Kasus kejahatan perdagangan manusia sebagai fenomena globalisasi, kini bukan hanya negara-negara berkembang namun juga cukup marak di negara-negara maju. Oleh karena itu, eksistensi kasus ini dipahami sebagai ‘transnasional crime’ yang membutuhkan kerjasama global.

Sebuah Ancaman Terhadap Human Security

Perdagangan manusia merupakan salah satu bentuk ancaman non-tradisional atau keamanan manusia (human security) yang serius dan perlu penanganan yang tepat. Perdagangan manusia secara khusus berkaitan dengan kejahatan atau pencederaan terhadap hak-hak asasi manusia (HAM). Tindaan kejahatan ini bertentangan dengan berbagai prinsip hak asasi manusia yang tercantum dalam berbagai perjanjian internasional yang dibuat oleh PBB, seperti Universal Declaration of Human Rights, International Covenant on Civil and Political Rights.

Dalam Winarno (2014:345), mengapa perdagangan manusia masuk dalam pelanggaran HAM, setidaknya ada tujuh alasan. Pertama, memperlakukan manusia layaknya benda mati yang bisa di pertukarkan dengan sejumlah uang dalam proses jual beli merupakan suatu perbuatan yang sangat merendahkan harkat dan martabat seseorang. Menempatkan manusia sebagai komoditas perdagangan demi memperoleh keuntungan ekonomi merupakan suatu tindakan kejahatan yang termasuk dalam pelanggaran berat atas berbagai hak dasar manusia, salah satunya hak kebebasan.

Kedua, cara-cara yang digunakan pelaku perdagangan manusia untuk menjaring korbannya juga merupakan suatu bentuk pencederaan terhadap upaya dan semangat perlindungan hak asasi manusia. Pelaku kerap kali menggunakan cara-cara paksaan dan kekerasan dalam memaksa seseorang untuk tunduk pada kehendaknya. Ini juga merupakan pelanggaran hak asasi setiap orang yang seharusnya berhak menentukan nasibnya sendiri dan bebas dari berbagai tekanan, tindakan, dan situasi yang mengancam keselamatan fisik serta mental dirinya. Ketiga, korban-korban perdagangan manusia biasanya dieksploitasi secara tidak manusiawi dan tidak sewajarnya. Beberapa korban dipaksa kerja tanpa imbalan dan yang paling para korban perempuan perdagangan manusia dipaksa kerja prostitusi. Keempat, human trafficking merupakan tindak kejahatan yang memang tidak secara langsung dampak dan terlihat dampaknya terhadap kemanan negara, namun pada akhirnya masalah ini juga memiliki pengaruh yang negatif bagi keberlangsungan suatu negara.  Kelima, perdagangan manusia berarti adanya arus keluar dan arus masuk manusia yang tidak diketahui mau pun terdeteksi oleh pemerintah. Keenam, perdagangan manusia umumnya diprakarsai oleh organisasi kejahatan transnasional yang juga melahirkan ancaman yang nyata bagi negara. Ketujuh, perdagangan manusia juga berpotensi memicu munculnya masalah-masalah tambahan sebagai efek samping tindak kejahatan tersebut, terutama mengenai masalah kejahatan.

Kejahatan perdagangan manusia (human trafficking) menjadi isu global yang berkaitan dengan kemananan manusia (human security) dan secara khusus berdampak pada Hak Asasi Manusia (HAM). Perdagangan manusia menjadi sebuah dilema dalam permasalahan global yang menyebabkan selalu mengandung dua asumsi berlawanan. Pertama, bagi pihak eksternal masalah perdagangan manusia merupakan sebuah bentuk ancaman terhadap human security, yaitu berupa pelanggaran HAM dan pelakunya perlu mendapatkan hukuman yang setimpal. Kedua, bagi pihak internal yang juga merangkap didalamnya termasuk para korban, tindakan demikian merupakan bagian dari pemenuhan kebutuhan ekonomi. Kedua faktor inilah yang yang kemudian dan nantinya menjadi masalah dalam usaha mengatasi tindakan perdagangan manusia. Negara sebagai penjamin hak-hak keselamatan dan keamanan manusia khususnya individu belum mampu mengatasi ancaman kejahatan perdagangan manusia.

Di negara berkembang secara khusus muncul pandangan bahwa negara tidak mampu dan memiliki posisi tawar-menawar yang kuat dan hukum yang mengikat sehingga sebagian warga negara menjadi korban kejahatan perdagangan manusia dan tidak dapat jaminan keamanan bagi mereka. Organisasi Internasional seperti PBB hanya tidak lebih dari sebuah media yang hanya menyampaikan ragam masalah perdagangan manusia namun upaya penyelesaian masalah tetap dipercayakan kepada masing-masing negara.

Ketimpangan keadilah dalam mengatasi kejahatan perdagangan manusia juga menjadi alasan mengapa kasus ini terus dan terus berkembang. Menurut Rawls hanya mereka yang menjadi bagian dari well-ordered stateslah yang bisa memperoleh keadilan yang sama didepan hukum dan hidup secaraa manusiawi. Hal ini dapat dilihat perbedaannya dalam realitas kehidupan negara-negara maju dan negara-negara sedang berkembang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun