Mohon tunggu...
Gusty RestuPangesti
Gusty RestuPangesti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Halo, saya Gusty Restu Pangesti. Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional di Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kemiskinan Global, Analisis Kemiskinan di Sub Sahara Africa

4 Juni 2023   21:50 Diperbarui: 4 Juni 2023   21:57 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: World Development Indicators-Bank Dunia, 2018. Grafik 1.1 Persentase Penduduk Miskin Di Ethiopia Tahun 1995-2015

Kemiskinan merupakan kondisi ketidakmampuan seseorang atau sekelompok dari sisi ekonomi kurang mampu dalam memenuhi kebutuhan selama hidupnya. Berbagai penyebab kemiskinan yaitu terjadi karena sifat manusia yang tertentu yang tidak mau berusaha untuk memenuhi kehidupannya yang memang merupakan sebuah kesengajaan. 

Kemiskinan juga sampai saat ini masih sering terjadi dalam dunia hubungan internasional dan menjadi masalah klasik di semua negara. Kemiskinan global menjadi topik utama dan diperdebatkan di berbagai forum nasional maupun internasional, walaupun masalah kemiskinan tersebut sudah ada sejak dulu namun sampai sekarang belum bisa untuk diselesaikan. Banyak fakta yang menunjukkan bahwa banyak pembangunan yang terhambat karena meningkatnya jumlah penduduk miskin di dunia, khususnya pada negara yang sudah berkembang.

Kemiskinan sering disangkutkan dengan dimensi ekonomi dan dimensi lainnya seperti sosial, budaya, sosial politik, lingkungan (alam dan geografis), kesehatan, pendidikan, agama, dan budi pekerti. Strategi untuk memberantas masalah kemiskinan memang tidak lepas dari strategi pembangunan yang dilakukan dalam setiap negara. Banyak para ilmuwan yang membuat perspektif tentang sulitnya dalam menanggulangi kemiskinan global. Beberapa pemikiran maupun konsep-konsep yang berkaitan tentang pembahasan kemiskinan yang sudah ditelusuri di berbagai negara berkembang juga tidak membuahkan hasil yang memuaskan, contohnya Indonesia sebagai negara berkembang masih diselimuti oleh masalah kemiskinan dimana 14% rakyat Indonesia kurang lebih terdapat 240 juta jiwa saat ini masih dikategorikan sebagai rakyat miskin.

Dalam hubungan internasional banyak sekali dunia yang anarkis dimana masing-masing negara bersaing untuk meraih kepentingannya sendiri. Maka dari itu, sampai sekarang yang menjadi masalah paling sulit untuk diatasi adalah masalah kemiskinan, karena isu kemiskinan tidak berhubungan langsung dengan negara maju yang menyebabkan kemiskinan menjadi pusat perhatian oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang kurang dukungan. 

Setiap negara ditunjuk sebagai peran yang bertanggung jawab atas terjadinya kemiskinan rakyatnya, karena negara seharusnya mampu untuk membangun sebuah regulasi yang berkaitan dengan subsidi, kuota dan daya tahan terhadap pemanfaatan eksternal. Langkah-langkah yang dilakukan oleh negara-negara untuk mengatasi masalah kemiskinan yang melanda rakyatnya, pada umumnya dilakukan pembangunan yang dibantu oleh lembaga-lembaga internasional seperti United Nations Development Program. Berbagai program yang dilakukan untuk mengatasi kemiskinan bertujuan untuk diimplementasikan terutama dalam penyediaan lapangan pekerjaan, pembatasan kelahiran dan peningkatan investasi asing.

Terdapat ilmuwan yang memiliki perspektif dalam mengatasi kemiskinan yaitu Amartya Kumar Sen. Menurut Sen, kemiskinan dan kelaparan tidak hanya diakibatkan oleh bencana alam tetapi juga terjadi karena kediktatoran dalam sistem politik suatu negara. Sen tidak hanya menekankan bahwa pembangunan sebatas pertumbuhan ekonomi, tetapi juga mengutamakan pembangunan sebagai penciptaan ruang kebebasan yang lebih luas, dalam arti lain bahwa pembangunan tersebut dapat dinikmati oleh semua rakyat. Sehubungan dengan pembangunan sebagai perluasan kebebasan adapun peran konstitutif dalam pembangunan mengacu pada pentingnya kebebasan sesungguhnya dalam meningkatkan kehidupan manusia. 

Pada tahun 1958, The United Nations Special Fund dibentuk oleh PBB yang bertujuan untuk memberi bantuan berupa modal bagi negara-negara yang sedang berkembang. Tujuan utamanya adalah untuk mengintegrasikan bantuan sumber dana dan sumber daya, menghubungkan negara-negara yang sedang berkembang dengan negara donor, memberikan advokasi dan rekomendasi kepada negara-negara terkait dengan pembangunan, terutama melalui pemberantasan kemiskinan dan pemerataan hasil-hasil pembangunan.

Salah satu contoh kemiskinan global yaitu kemiskinan di Sub Sahara : pertumbuhan ekonomi di Ethiopia. Ethiopia mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 1993, yaitu setelah penggulingannya Derg rezim komunis pada pada tahun 1991. Pada masa itu kerangka strategi pembangunan Ethiopia ditetapkan tentang Pembangunan Pertanian yang Dipimpin Industrialisasi (ADLI). 

ADLI sendiri telah menjadi arah pembangunan pemerintah Ethiopia sejak periode 1980-an. Hal ini tidak mengherankan mengingat saat itu sektor pertanian menguasai hingga 80% penyerapan tenaga kerja di Ethiopia. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah Ethiopia untuk meningkatkan produktivitas Sektor pertanian adalah melalui kegiatan intensifikasi, antara lain melalui: Penyediaan pupuk, meningkatkan kualitas bibit tanaman dan kegiatan penyuluhan, terutama untuk kelompok tani kecil. Namun, berbagai peristiwa besar mulai dari bencana alam, kekeringan berkepanjangan hingga perang dengan Eritrea menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi Ethiopia.

        

Pertumbuhan ekonomi Ethiopia Telah berakselerasi lagi sejak tahun 2004. Pertumbuhan PDB rata-rata Ethiopia selama tahun 2004 hingga 2017 mencapai 10,62%. Bahkan, dengan mengurangi tingkat pertumbuhan penduduk Ethiopia yang mencapai 2,4% per tahun, lalu Nilai pertumbuhan ekonomi masih di atas 8%. Angka tersebut merupakan sebuah prestasi besar bagi bangsa ini, bahkan pencapaiannya melebihi rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi di masa Kaisar Haile Selassie I (1951-1973: 1,5%), pemerintahan komunis Derg (1974-1991: -1%) dan masa perubahan haluan politik dan transisi ke ekonomi pasar (1992-2003: 3,73%)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun