Mohon tunggu...
Gusti Wahyuni
Gusti Wahyuni Mohon Tunggu... Pramusaji - Mahasiswa

Suka menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Open-Door Policy dan Krisis Migran di Eropa

18 Januari 2021   21:35 Diperbarui: 18 Januari 2021   21:50 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

  • Uni Eropa sebagai Tujuan Utama Migrasi

            Migrasi merupakan kegiatan perpindahan oleh individu atau sekelompok orang dari satu negara maupun antar negara. Isu imigran merupakan masalah klasik yang sudah sering terjadi lingkup di dunia internasional. Ada banyak faktor yang menjadi latar belakang mengapa mereka "terpaksa" melarikan diri dari negaranya seperti, tidak nyaman dengan situasi di negara nya, kelaparan, bencana alam, faktor politik, faktor ekonomi ataupun ketakutan akan perang yang terjadi sehingga dapat mengancam keamanan dan keselamatan mereka.

            Sejak terjadinya kekacauan di wilayah Timur Tengah, banyak kelompok di daerah konflik seperti Suriah, Irak, atau Afghanistan yang melarikan diri dari negaranya. Mereka melarikan diri dengan pergi ke luar negeri untuk menemukan tempat tinggal baru yang aman dan damai bagi mereka. Eropa pun menjadi tujuan utama bagi imigran untuk melarikan diri, karena bagi mereka Eropa merupakan negara yang damai dan menjanjikan kehidupan yang lebih baik serta keterbukaan Eropa yang tidak keberatan untuk menerima Imigran.

Salah satu hal yang menjadi faktor mengapa Eropa bersedia menerima para Imigran adalah karena sebagian besar negara-negara di Eropa telah menyepakati perjanjian dan menandatangani The 1951 Refugee Convention yang dibuat setelah terjadinya Perang Dunia II, dimana pada saat itu ratusan ribu Imigran datang ke seluruh wilayah di Eropa (berdasarkan CNN, 2015). Para Imigran yang datang ke Eropa tersebar di beberapa negara, seperti Hungaria, Makedonia, Jerman, Austria,  Inggris, Perancis, Yunani, Belanda, Italia, dan Swedia. Negara- negara seperti Jerman, Inggris, Perancis, dan Swedia adalah beberapa negara yang terbuka terhadap para Imigran.

Isu utama yang dihadapi terkait kebijakan migrasi di Eropa adalah dengan adanya penurunan populasi di Eropa dikarenakan rendahnya tingkat kelahiran di Eropa sehingga menyebabkan kurangnya jumlah populasi dan tenaga kerja di Eropa. Hal tersebut membuat negara-negara anggota EU membuat kebijakan untuk menangani masuknya para imigran demi memperoleh ketersedian tenaga kerja di Eropa. Hal ini kemudian menimbulkan dua pendapat, mereka yang pro akan kebijakan tersebut dikarenakan memberi keuntungan pada negara-negara di Eropa dan mereka yang kontra berpendapat kebijakan tersebut bisa saja menyebabkan peledakan para imigran (Hansen, 2007: 21-22).

Kebijakan migran ini juga merupakan sebuah cara yang dilakukan dari seluruh anggota Uni Eropa dalam rangka menyelesaikan fenomena The Ageing Society. Hal yang menjadi penyebab rendah dan kurangnya usia produktif di Eropa yaitu akibat rendahnya angka pernikahan dan tingginya tingkat hubungan sesama jenis. Walaupun pada awalnya tidak semua negara anggota Uni Eropa mengalami masalah yang sama terkait meningkatnya angka ketergantungan usia produktif. Tetapi, Uni Eropa terus berusaha menyelesaikan permasalahan ini secara kolektif karena jika tidak, maka dapat mengganggu kestabilan perekonomian seluruh negara anggota. Bahkan jika terus berlanjut, kemungkinan persoalan The Ageing Society ini dapat memicu terjadinya krisis yang berakibat pada masyarakat internasional.

  • Kebijakan Open-Door Policy Jerman

Pada Tahun 2015 negara-negara di kawasan Eropa dihadapkan dengan situasi gelombang Imigran yang cukup besar terutama dari daerah konflik seperti Irak, Syria, dan Afghanistan. Fenomena tersebut mendapatkan respon yang beragam di antara negara-negara di kawasan Eropa. Respon-respon tersebut didasarkan pada berbagai bentuk alasan. Situasi tersebut membuat Kanselir Jerman Angela Merkel, memutuskan untuk mengeluarkan kebijakan membuka pintu Jerman atau dikenal dengan kebijakan Open-Door Policy sehingga dapat memberikan perlindungan secara maksimal bagi para Imigran yang tiba di Eropa dan Jerman khususnya.

Krisis Imigran yang dialami kawasan Eropa berdampak pada negara-negara Uni Eropa yang tentunya hal ini mendapatkan respon yang cukup tajam dan berbeda. Namun pada tanggal 31 Agustus 2015, Angela Merkel menyerukan "Wir schaffen das" atau "We Can Do It". Hal tersebut menjelaskan bagaimana keterbukaan Jerman bagi para Imigran maupun para pencari suaka. Dalam hal ini Merkel memberikan respon yang cukup positif terhadap besarnya gelombang Imigran di kawasan Eropa maupun yang mencari perlindungan di Jerman. Dalam krisis Imigran tersebut Angela Merkel menjadi ikon keterbukaan terhadap para Imigran. Hal tersebut berbanding terbalik dengan pemerintah negara-negara Eropa lain yang justru memilih menutup perbatasan negara mereka untuk para Imigran maupun pencari suaka yang datang.

Kedatangan Migran yang terus masuk ke Eropa membuat negara-negara Eropa kewalahan dalam menerima para Imigran, tetapi berbeda dengan Jerman. Jerman menerapkan Kebijakan Pintu Terbuka atau Open-Door Policy yang diajukan oleh Angela Merkel dalam menangani krisis isu Imigran. Jerman pun menjadi negara yang paling banyak menerima Imigran di tahun 2015. Dibandingkan dengan negara-negara Eropa lainnya, Tindakan Jerman tersebut disebut dengan 'willkommenskultur' yang berarti "a culture of being welcoming" dimana mereka mau menerima Imigran. Jerman adalah negara maju dengan populasi padat di Eropa sehingga Jerman pun menjadi negara tujuan utama dan bagi para imigran dari Timur tengah. Masyarakat Jerman dengan hangat menyambut para Imigran ketika ratusan Imigran yang berasal dari Afghanistan, Suriah, dan Irak tiba di salah satu stasiun kereta api di Jerman.

Tercatat bahwa pada tahun 2015, Jerman telah menerima sebanyak 800.000 Imigran yang umumnya merupakan korban perang dan konflik. Jumlah Imigran tersebut bukanlah jumlah yang sedikit. Isu imigran ini menjadi sorotan di seluruh dunia di mana pada saat itu imigran yang berasal dari timur tengah mendatangi Jerman dengan jumlah yang mengejutkan. Dengan menerima Imigran dalam jumlah yang cukup besar tersebut  terdapat berbagai tanggung jawab yang harus dilakukan oleh Angela Merkel dan pemerintah Jerman terhadap para Imigran untuk memberikan mereka jaminan keamanan dan perlindungan. Keputusan yang dilakukan Angela Merkel ini pun menjadi sorotan di antara negara-negara Uni Eropa lainnya. Namun Angela Merkel tetap berupaya untuk mempertahankan kebijakan yang telah ia buat.

Alasan Jerman mau menerima para imigran dan pencari suaka menjadi sebuah tanda  tanya besar bagi negara-negara Eropa lain. Namun yang menjadi alasan nya yaitu karena masalah demografi Jerman dimana Jerman menerima dan membuat kebijakan terhadap pengungsi dengan tujuan untuk meremajakan masyarakat Jerman, dan juga pengungsi memiliki potensi dalam meningkatkan tenaga kerja di Jerman. Akan tetapi terdapat faktor sejarah Jerman di masa lalu juga mempengaruhi kebijakannya sehingga atas dasar tersebut Jerman memberikan kebijakan pintu terbuka tersebut terhadap imigran asal Timur Tengah khususnya Suriah yang mendatangi negaranya.

  • Respon Terkait Kebijakan Open Dorr Policy Jerman

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun