Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Gaya Menerjemahkan yang Sok Muluk dan 'Keminter'

24 Juni 2013   17:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:30 2905
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Dalam bahasa Jawa ada istilah ‘keminter’ yang memang diambil dari kata ‘pinter’. Bertolak belakang dari kata ‘pinter’, sifat ‘keminter’ menyiratkan keangkuhan, kepongahan dan ketinggihatian atas kepandaian yang dimiliki. Mungkin istilah ‘keminter’ ini bisa dipadankan dengan sebutan ‘sok pinter’ atau ‘sok intelek’. Dalam konteks ini, saya ingin menyoroti gaya menerjemahkan istilah-istilah bahasa Inggris yang tidak menjejak bumi dewasa ini.

Saya pernah ’mengkritik’ banyaknya istilah bahasa Inggris yang membanjiri wacana lisan maupun tulisan bahasa Indonesia. Bahasa Inggris ini dicomot bulat-bulat (berarti persis seperti ejaan aslinya) atau diserap dengan asal-asalan saja (misalnya: fitur, idol, komplain). Namun dengan kondisi bahasa yang tidak ’sehat’ ini, bukan berarti kita boleh menerjemahkan semua istilah bahasa Inggris tanpa mempertimbangkan ’akal sehat’. Kalau ini yang terjadi, maka bahasa Indonesia akan menjadi bahasa yang absurd, bahasa yang cuma indah didengar tetapi kosong makna.

Ambillah contoh salah satu terjemahan yang sudah masuk dalam ranah bahasa kita yaitu ’rekam jejak’. Istilah ’rekam jejak’ ini disulih dari ’track record’. Kalau dicermati secara umum, terjemahan ini nampaknya sudah benar, karena ’track’ berarti ’jejak’ dan ’record’ berarti ’rekam’. Tetapi coba Anda telaah dengan sedikit lebih mendalam kata ’rekam’ ini. Apakah di situ sungguh-sungguh ada ’rekaman’ baik dalam bentuk tulisan atau audio-visual? Istilah ’record’ sesungguhnya sudah lama memperoleh padanan dalam bahasa kita yaitu ’rekor’. ’Record-breaking’ sudah biasa kita sadur dengan ’pemecahan rekor’. Lantas mengapa sekarang orang ’keminter’ dan sok muluk memadaninya dengan ’rekam’?

Dalam salah satu kamus, ’track record’ diberi definisi dengan ‘the past achievement or performance of a person, organization, or product’. Jadi dengan merangkum definisi ini secara bulat, kita sesungguhnya sudah memiliki istilah yang pas yaitu ‘prestasi’. Kata ‘prestasi’ ini memang bukan asli Indonesia, tetapi kita serap dari bahasa Belanda ‘prestatie’. Namun ketimbang kita ’memelihara’ sebutan yang indah tapi ngelantur ini (istilah ’rekam jejak’), saya pikir lebih rasional bilamana kita memakai istilah lama yang lebih pas yaitu ’prestasi’.

Apa yang akan kita pertanyakan pada seseorang yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah? Sudah barang tentu adalah ’prestasi’nya. Kalau kita masih tetap memakai istilah ’rekam jejak’, saya khawatir pikiran kita sudah diselewengkan untuk mencari-cari ’rekaman’ video atau audio yang bisa dipakai untuk menjebak si kandidat. Padahal maksud dari istilah idiomatik ’track record’ ini bukan begitu. Jadi saran saya, tak perlu 'neko-neko', cukuplah kita memakai istilah ’rekor’ atau ’prestasi’, karena kedua kata ini sudah mencakup seluruh permaknaan dengan bagus.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun