Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Beda Cari SIM di Indonesia dengan di AS dan Kanada

26 September 2013   14:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:22 752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kejadian kecelakaan lalulintas yang melibatkan pengemudi berusia 13 tahun, putra selebritas Ahmad Dhani, membuka mata dan menyentak dari tidur keterlenaan masyarakat berkaitan dengan keselamatan berkendara di jalan raya. Tak dapat dimungkiri, masyarakat dan pihak kepolisian sangat permisif dalam penegakan disiplin berkendara ini. Anak-anak usia 10 – 15 tahun, yang bermanuver dengan sepeda motor atau mobil di jalan raya adalah pemandangan yang biasa di tanah air kita. Remaja yang masuk kelompok usia 16 – 18 tahun dengan mudah memperoleh SIM dengan cara ‘menembak’. Itu pun kalau si orangtua masih mempunyai sedikit kepedulian pada anaknya, karena tidak sedikit kelompok teenagers ini yang membawa kendaraan bermotor dengan cara ugal-ugalan (reckless) tanpa mengantongi selembar SIM pun.

Di negara AS dan Kanada, sudah lama disadari bahwa pengendara motor usia muda ini memang secara emosional belum bisa ‘dilepas’ seratus persen. Perlu ada pendampingan dan pengawasan dari orangtua atau seniornya. Oleh karena itu, untuk memperoleh SIM di sana betul-betul tak mudah. Baik di AS maupun di Kanada diterapkan ‘Graduated Licensing System’ (sistem SIM berjenjang), dengan tujuan untuk menjamin keselamatan berlalu lintas. Di AS, dikenal tiga tahapan SIM ini yaitu Learner’s Permit, Restricted Licence dan Full (Unrestricted) Licence. Di Kanada tiga tahapan SIM ini dinamakan dengan Learner’s Permit (G1), Probationary Licence (G2) dan Full Licence (G3).

Untuk mendapat SIM Learner’s Permit disamping persyaratan usia minimal (16 tahun), diharuskan lulus untuk ujian tertulis dan tes mata. Namun dengan SIM Learner’s Permit ini, si pengemudi harus didampingi oleh orang yang mempunyai SIM Full Licence. Dengan SIM pendahuluan ini, si pengemudi tidak dibenarkan membawa mobilnya ke jalan bebas hambatan (highway/expressway). Tiap-tiap provinsi/negara bagian juga menerapkan jam malam (curfew) yang bervariasi, misalnya si pemegang SIM dilarang membawa kendaraan pada malam hari. Demikian pula jumlah penumpang yang boleh diangkut di dalam mobilnya dibatasi. Semua pembatasan ini biasanya berjangka waktu selama 12 bulan (setahun), pada saat mana si pemegang SIM ini akan mengajukan untuk mendapatkan SIM tahap berikutnya yaitu Probationary Licence (SIM Percobaan).

Untuk memperoleh Probationary Licence (G2) ini, dipersyaratkan untuk mengikuti kursus pengemudi (driver training), sudah mempunyai catatan ‘jam terbang’ (log) yang dipersyaratkan (bisa 30 – 40 jam) dan pada saat ujian akan dites di jalan raya. Juga yang menjadi penekanan bagi pemegang SIM golongan G1 dan G2 yang bersangkutan tak memiliki kandungan alkohol dalam darah (Blood alcohol content = BAC). Pembatasan masih tetap diberlakukan pada pemegang SIM Percobaan ini, meskipun tidak seketat pada SIM Learner’s Permit. Misalnya jumlah penumpang yang boleh diangkut dalam mobilnya pada malam hari.

Setelah satu tahun, yang bersangkutan dapat mengajukan untuk mendapat SIM penuh yang dinamakan dengan Full Licence. Tentunya dengan ujian praktek kembali dengan mengemudi pada jalan besar (four-lane highway). Baru setelah memperoleh Full Licence ini, pengemudi tak dibatasi lagi (unrestricted) di dalam mengemudikan kendaraannya. Dia boleh membawa kendaraannya sampai usia 80 tahun, tentunya dengan diperbaharui setiap lima tahun sekali.

Setiap pelanggaran lalulintas selalu akan dicatat sebagai ’demerit point’ (jumlah angka pelanggaran) yang disamping dipakai sebagai patokan untuk ’men-skors’ (suspend) SIM, juga akan menentukan besaran premi asuransi yang harus dibayar oleh si pengemudi. Mengingat kelompok usia remaja dianggap beresiko tinggi (high risk), premi asuransi yang harus dibayar untuk pengemudi muda usia ini umumnya jauh lebih tinggi daripada pengemudi yang dianggap sudah dewasa (25 tahun ke atas).

Lantas bagaimana dengan regulasi SIM di Indonesia. Seperti yang saya utarakan, mencari SIM di sini sangat longgar, bahkan tanpa tes teori dan praktek pun orang bisa memperoleh SIM dengan cara ‘menembak’. Saya baru mendapat info, katanya ada peraturan baru di DKI, kalau terlambat memperpanjang SIM A dan C yang sudah habis masa lakunya, maka akan diharuskan menempuh ‘safety driving test’ (ini istilah mereka) dengan biaya 660 ribu rupiah, ditambah setor ke bank 80 ribu dan asuransi 30 ribu. Ini barangkali langkah polisi untuk menyelamatkan muka akibat kritikan setelah kejadian kecelakaan maut oleh pengemudi 13 tahun ini.

Apakah sistem graduated licencing ini dapat diterapkan di negara kita. Saya pikir sudah saatnya pemangku kepentingan keamanan berkendara mempertimbangkannya. Aturan ini memang nampaknya mempersulit orang untuk mendapatkan SIM. Namun tujuannya sangat krusial, yaitu menyelamatkan nyawa yang hilang secara ‘kejam’ akibat perilaku pengemudi yang tidak bertanggung jawab. Tentunya apabila peraturan seperti di AS dan Kanada ini diterapkan di Indonesia, kita berharap tidak dijadikan lahan ‘basah’ untuk menaikkan ‘uang pelicin’ mendapatkan SIM. Dan satu hal lagi yang maha penting, penegakan aturan lalulintas harus terus digalakkan oleh polisi, jangan membiarkan anak-anak di bawah umur mengebut dengan sepeda motornya lewat di depan hidung.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun