Mohon tunggu...
Ahmad Mujib
Ahmad Mujib Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger amatir

https://www.ahmadmujib.web.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Islam dalam Situasi Kegelapan yang Menyilaukan

7 November 2016   17:24 Diperbarui: 7 November 2016   19:51 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dari sudut pandang teologis, Islam mungkin agama yang paling masuk akal dari agama-agama yang lainnya. Monoteisme Islam dipandang oleh para ilmuan baik dari kalangan muslim maupun orientalis sebagai konsep ketuhanan yang paling rasional. Faktanya dalam forum berdebatan antar agama, Islam sangat vokal dan menguasai meja debat. Bahkan, lulusan Aliyah pun sebenarnya sangat mampu menyangkal orang sekelas Romo yang menawarkan konsep teologi Kristen -trinitas- yang absurd.

Tapi dalam konteks kekinian, dalam era globalisasi dan dunia maya yang kian nampak nyata ini -entah disadari umat Islam atau tidak- sangat jarang orang yang mau melihat agama dari sisi teologis, meningkatnya pemeluk faham ateis di dunia bahkan di Indonesia sedikit bisa menjadi bukti. Dan kenyataanya banyak orang yang muak menyaksikan perdebatan agama. Bagaimana tidak, pertanyaan dan jawaban yang ditawarkan dari sejak zaman Syeikh Hasan Al-Basri hingga eranya Gus Mus, ya cuma berputar-putar disitu saja. Dan saya berani menegaskan bahwa, “perdebatan agama sama sekali tidak bermanfaat bagi keberlangsungan hidup umat manusia”.

Dewasa ini orang kebanyakan lebih tertarik melihat prilaku si-pemeluk agama daripada substansi dari agama itu sendiri, dan inilah yang seharusnya disadari oleh umat muslim sedunia. Mungkin, atau melainkan memang, perilaku dan peradaban para pemeluk Islam dewasa ini membuat orang tidak tertarik dengan Islam, seperti kasus bom bunuh diri yang terjadi di kawasan Sarinah Jakarta Pusat.

Banyak orang-orang yang mengaku ustad dalam ceramahnya lebih sering membincangkan akhirat, bidadari, jihad, neraka, bid'ah, musyrik dan aspek legal formal Islam lainya yang entah disadari atau tidak, itu cukup sulit bahkan cenderung rumit untuk dipahami oleh kalangan non muslim. Selain sulit dipahami, isi dakwah semacam itu cenderung bersifat eksklusif, yang hanya bisa diambil manfaatnya oleh kalangan muslim sendiri, dan tidak membawa pesan-pesan universalitas Islam.

Suatu ketika Romo Mangun pernah ditanya oleh Cak Nun, “Kalau boleh saya tahu, apa yang menghalangi Romo memeluk agama Islam?” Dan Romo mangun menjawab pertanyaan Cak Nun itu dengan malah balik bertanya, “Menurutku semestinya bukan saya yang ditanya apa yang menghalangi diri saya masuk Islam. Lebih tepatnya, orang seperti saya yang justru harus bertanya kepada seorang Muslim sepertimu, apa menariknya Islam dan kenapa saya harus memeluk Islam?”. Romo Mangun juga menambahkan, “Jujur, secara konsep teologis, dalam bacaan saya, Islam sangat menarik. Bahkan mungkin paling menarik dan paling rasional dari agama-agama yang lain. Sejarah awal Islam juga menakjubkan. Tapi tingkah laku dan peradaban para pemeluk Islam dewasa ini, mayoritasnya, bagi saya kurang menarik. Jadi saya belum menemukan alasan kenapa saya harus memeluk Islam. Sebuah alasan yang bisa meyakinkan saya”. Kurang lebih seperti itulah isi percakapan yang terjadi antara Cak Nun dan Romo Mangun yang diceritakan sendiri oleh Cak Nun sendiri dalam ceramahnya. Maiyah, Malang, 16, 4, 2012.

Sungguh jawaban yang sangat menyesakkan dada, dari seorang kristen taat yang juga cukup memahami Islam. Kita harus mau mengakui ada kesenjangan serius antara ajaran Islam yang luhur dan sempurna dengan perilaku umat Islam yang jauh dari nilai-nilai Islami. Saya jadi teringat perkataan Syaikh Muhammad Abduh yang kemudian sangat terkenal di seantero dunia Islam, “Al-Islamu mahjubun bil muslimin” -Islam tertutup oleh umat Islam sendiri, cahaya Islam tertutupi oleh perilaku buruk umat Islam, dan perilaku-perilaku itu sama sekali tidak mencerminkan ajaran Islam, dan itu Fakta! -dengan F besar, kenyataanya, tidak ada data yang menarik tentang kondisi umat Islam se-dunia saat ini, yang ada hanyalah bom bunuh diri, teroris, perang saudara, dan lain sebagainya. Jawaban Romo Mangun itu harusnya menjadi cambuk samandiman bagi kita –umat Islam- untuk segera memperbaiki perilaku dakwah. Tak usah meniru terlampau jauh cara dakwah Rasulullah, cukup kita contoh kejeniusan sikap dan akhlak Walisongo dalam mengkomunikasikan Islam dengan penduduk non muslim di bumi nusantara ini.

Dalam sejarah, hampir sebagian besar negara di Timur Tengah diIslamkan dengan cara perang -bil qital dan bil harb, namun berbeda dengan yang terjadi di Indonesia, Islam yang dibawa Walisongo adalah Islam yang “Rahmatan Lil Alamin”. Dalam dakwahnya, Walisongo tak pernah menjual Tuhan, banyak penduduk nusantara waktu itu berhasil menjadi muslim ditangan Sunan Kalijaga tanpa masuk islam, karena tak pernah mengenal siapa itu Allah dan siapa itu Rasulullah, apalagi shalat. Meski begitu mengapa mereka pantas disebut muslim, karena Sunan Kali berhasil membuat orang Jawi mengamalkan langsung akhlak Rasulullah, tentang apa itu tepa slira, sih sesami dan ngabekti marang Hyang Widhi. Lalu adakah cara untuh mengubah pandangan umat manusia terhadap Islam dewasa ini? Tentu saja ada!

Yang harus segera dilakukan adalah, ormas-ormas Islam besar yang banyak memegang kendali umat haruslah mengubah konsep dakwah mereka, dengan cara menutamakan dakwah “Bil Hal”, isi dakwah haruslah bersifat inklusif, jangan banyak bicara mengenai kafir dan bidah apalagi jihad, selain “ora payu” juga semakin membuat orang muak dengan Islam, dakwah Islam haruslah bisa juga dirasakan orang-orang non-muslim, karena sudah jelas kata Rasul Muhammad bahwa Islam itu adalah agama yang “Rahmatan lil Alamin” bukan “Lil Muslimin”, “Lil Mu’minin”, apalagi “Lil Muttaqin”.

Tujuan dakwah kepada non muslim pun harus dirubah, yang semula untuk meng- Islamkan, sekarang cukup mengubah cara pandang mereka terhadap Islam -agar mereka sembuh dari phobia yang berkepanjangan, cukup itu dulu saja, karena meng-Islamkan non muslim dalam situasi dan kondisi di abad ini ekspektasinya terlalu tinggi. 

Agar subjek dakwah terlihat menarik, style dan cara berpakaian ala Arab haruslah dirubah, karena.., Yakinlah –dengan Y besar, cara berpakaian semacam itu semakin membuat Islam menyeramkan dimata non muslim, terkesan aneh dan membangunkan phobia mereka terhadap Islam, tak percaya? Banyak TKW yang bekerja dinegara non muslim bercerita bahwa majikanya takut ketika melihat mereka sedang mengerjakan Shalat, alasanya karena mukena yang mereka kenakan mengingatkan mereka terhadap ritual penyembahan setan? Mau bagaimanapun juga saya tetaplah seorang muslim.

* Tulisan di atas ditulis oleh sahabat saya, mas Ahmad Fajru el Subkhi. Semoga tulisan di atas dapat memberikan sedikit pencerahan lebih-lebih dasar rekonstruksi terhadap pola pikir dan pola keberagamaan kita yang selama ini jauh dari nilai kesempurnaan konsep teologis islam. Kita harus berupaya mengaktualisasikan kesempurnaan teologi islam dalam perilaku kehidupan kita sehari-hari agar nilai kerahmatanlilalaminannya tersebar ke seluruh alam semesta. Tulisan saya yang lain bisa dibaca di blog pribadi saya dengan alamat ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun