"Ibu Nana kalau su sampai di Jawa sana jangan lupa deng kita, Bu."
Kata-kata perpisahan itu masih saya ingat walaupun sudah lebih dari 3 tahun yang lalu. Ya, saya pernah mengajar di pelosok NTT selama satu tahun berkat mengikuti program SM-3T (Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) yang diadakan oleh Kemendikbud.
Saya mengabdi di SMPN Turiskain, hanya 15 menit dari perbatasan RI-RDTL. Terletak di perbatasan ternyata tidak menyurutkan semangat belajar peserta didik di tengah keterbatasan.
Ruang kelas yang hanya ada 3 harus digunakan untuk 9 rombongan belajar kala itu menjadikan proses belajar mengajar dibagi menjadi dua shift karena kekurangan ruang kelas. Itupun sudah memanfaatkan ruang perpustakaan dan ruangan yang tadinya akan dijadikan asrama peserta didik. Tidak terbayang bagaimana proses belajar mereka di tengah pandemi seperti sekarang ini.
Menjadi seorang guru memberikan saya kesempatan mengenal mereka yang berasal dari tempat yang namanya saja tidak pernah saya dengar. Pertemuan pertama dengan mereka pun cukup unik karena saya sempat kesulitan untuk membaca daftar hadir. Nama-nama mereka yang terdiri dari nama marga asal Kabupaten Belu dan beberapa keturunan Portugis terlampau asing di lidah saya.
Menjadi seorang guru memberikan saya kesempatan membuka mata bahwa Indonesia tidak hanya sebatas Jawa. Peserta didik yang membutuhkan guru berkompetensi ternyata lebih banyak di luar Jawa sana. Terlalu naif jika saya berpikir kompetensi guru di sana sama dengan guru di Jawa.
Urgensi Kompetensi Guru
Peningkatan mutu pendidikan berjalan seiringan dengan kompetensi guru. Kompetensi guru sebagaimana tertulis dalam pasal 8 UU No. 14 Tahun 2015 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Keempat kompetensi tersebut bersifat holistik dan integratif dalam kinerja guru.
Pasti selama sekolah kita pernah menandai guru mana yang pelajarannya mengasyikkan dan guru mana yang membosankan. Hal ini ternyata berkaitan dengan kompetensi pedagogik guru.
Peningkatan kompetensi pedagogik akan memicu kreativitas guru dalam merancang pembelajaran sehingga dapat menghindarkan kegiatan pembelajaran yang bersifat monoton dan membosankan. Hal ini tentu akan berpengaruh pada minat belajar, daya serap, dan kompetensi siswa.Â
Guru memiliki filsafat arti digugu lan ditiru dalam Bahasa Jawa. Hal ini berkaitan dengan sifat siswa yang akan meniru apa yang dilakukan guru, termasuk meniru pribadi guru yang nanti akan membentuk kepribadiannya. Tentu untuk menjadi seorang guru yang bisa dijadikan teladan bagi siswanya bukanlah hal mudah, tapi harus diingat bahwa kepribadian guru dapat memengaruhi kepribadian siswanya.Â
Demi mencapai visi mentransformasi pendidikan Indonesia, GuruInovatif menyediakan berbagai program unggulan berupa kursus, webinar, dan sertifikat yang telah disusun dengan kurikulum yang berkualitas.