Kekuasaan dan uang menjadi dua kekuatan yang hampir dipastikan untuk menang. Mengapa? Potret demokrasi kita hari ini integritas, kapabilitas, loyalitas, visi yang bagus, rekam jejak yang bagus masih kalah denga isi tas.Â
Memiliki uang yang banyak mengalahkan segalanya. Itulah kelemahan demokrasi yang memenangkan jumlah terbanyak.Â
Jika kita jujur dan objektif, demokrasi itu berlaku kepada pemilih rasional, objektif dan peradaban yang tinggi. Ibarat rumus matematika, jika data yang salah pasti hasilnya salah.Â
Demikian juga demokrasi kita, jika pemilih yang rasional lebih sedikit dengan pemilih irasional maka hasil demokrasi kita menghasilkan oligarki. Dalam konteks seperti ini, demokrasi yang kita bangun makin jauh dari demokrasi yang ideal.
Demokrasi yang ideal itu makin jauh ketika Partai Politik (Parpol) memilih kandidat yang hasil surveynya tinggi. Parpol diperhadapkan kepada eksistensi Parpol dan tujuan demokrasi yang ideal.Â
Parpol berkompromi dan memutuskan yang terbaik diantara yang terburuk. Parpol kesulitan juga menjaring yang terbaik karena orang yang memiliki integritas umumnya kalah popularitas.
Menaikkan popularitas yang berintegritas membutuhkan biaya. Para aktivis partai yang idealis menghabiskan waktu dengan aktivitasnya dan enggan mengumpulkan uang karena menghindari konflik kepentingan. Dan, sulit pula mencari sponsor.
Di tengah pergulatan demokrasi kita yang identik konflik kepentingan, dibutuhkan kesadaran politik rakyat untuk memutuskan kandidat yang bebas oligarki, keberpihakan kepada rakyat, kepekaan sosial yang baik. Saya tidak pernah melihat seorang Bupati istrinya anggota DPRD dan ketua partai di Daerah optimal kepada rakyat.
Apakah optimal untuk keluarganya? Rasanya tidak juga, bukan?. Jika suami dan istri sama sama calon di daerah yang berbeda, rasanya juga tidak optimal bagi siapapun. Dampaknya adalah energi rakyat habis untuk memperbincangkannya.
Politik dan hukum memang membutuhkan nurani. Kumpulan rakyat yang bernurani akan menumbangkan mereka yang haus akan kuasa dan uang. Kumpulan rakyat yang bernurani akan membalikkan pergunjingan menjadi kedamaian.Â
Rakyat harus sadar, bahwa demokrasi itu terwujud hanya dengan pemilih rasional. Rakyat yang rasional dihasilkan para cerdik pandai (intelektual). Jika para cerdik pandai larut dalam dukungan oligarki kekuasaan, sampai kapanpun demokrasi kita tidak mengalami perkembangan yang nyata.