Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bola dan Panggilan Amangboru Itu

24 September 2020   10:25 Diperbarui: 24 September 2020   10:31 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak usia 6 tahun anak saya yang pertama  saya daftarkan ke Sekolah Sepak Bola (SSB). Sekolah sepak bola yang pesertanya  anak-anak Spanyol, Korea, Serbia, Jepang, Islandia  dan berbagai  negara  dari belahan dunia. Pelatihnya dari Nigeria,  Suriname dan pelatih lokal.   Kualiatas lapangan yang sangat baik.   Selain SSB, anak saya bermain futsal juga   di lapangan futsal yang  biasanya dipakai masyarakat perumahan dan di luar perumahan yang disebut orang kampung.  Orang kampung disebut adalah masyarakat lokal sudah tinggal turun temurun. Tidak jelas asal muasal mengapa disebut orang kampung.

Di perumahan kami,  ada teman seumuran anak saya Namanya Kevin .  Kevin itu Ompungnya (kakek neneknya) tinggal di Palembang dan Kota Siantar.  Ada 6 orang seumuran  anakku Daniel   bermain Futsal yang selalu saya temani. Diantara 6 orang hanya Kevin yang senang panggil aku amangboru (panggilan kekerabatan Batak).  

Ada kalanya, saya ikut bermain futsal sebagai cadangan.  Biasanya kami ajak anak-anak kampung untuk bertanding.  Orang kampung itu jumlahnya banyak. Sementara Kevin dan anakku hanya 6 orang. Jadi, jika saya sebagai cadangan, kami 7 orang bermain selama 2 jam

Di lapangan futsal dia panggil aku dengan kuat-kuat amangboru.   Apalagi jika Kevin meminta umpan bola dariku, Kevin panggil aku amangboru kuat sekali.  Umpan amangboru, atau awas lawan amangboru, teriaknya keras sekali.  Lama  kelamaan tim  lawan yang  disebut orang kampung itu memanggilku  amangboru. Jadi, satu kampung anak-anak itu panggilku amangboru, tanpa kecuali.  Sementara diantara teman Daniel hanya Kevin dan abangnya yang panggil aku amangboru. Yang lain panggil bapa uda dan tulang.  Jadi, suara terbanyak di lapangan futsal aku dipanggil amangboru.

Jika orang kampung bermain futsal, tinggal bilang dibayar amangboru. Mereka dengan bebas bermain futsal dan minum dengan modal kata amangboru.    Jadi, jika  saya ke lapangan futsal  bisa bayar 4 kali sekaligus. Nama amangboru saktilah ceritanya di lapangan futsal karena petugas lapangan  sudah pasti  percaya sam mereka.  Bisa saya bayar sebulan atau dua bulan kemudian kalau saya keluar kota.  Petugas lapangan tinggal sodorkan kwitasi saja. 

Komunikasi masyarakat di  kampung itu sangat erat dengan  anak-anak di perumahan kami  karena futsal.  Futsal membuat mereka akrab. Keakraban mereka minum bersama dan  saling mengasah.  Dan, jika ada kompetisi antar sekolah di wilayah kami, mereka juga yang berjumpa.   

Jadi, jika kompetisi antar sekolah mereka saling mengenal. Mereka sekolah di negeri dan anak saya , Kevin dan kawan-kawannya di swasta.  Jika ada kompetisi futsal  kata anakku,  hampir dipastikan  anak-anak negeri yang dari  kampung itu juara. Bahkan 4 tim di semifinal pasti sekolah negeri.

Mengapa kompetisi futsal  antar sekolah selalu di domiasi sekolah negeri?. Menurut  anak saya, orang kampung bermain bola tiap hari. Mereka bermain bola, di sawah, dilahan-lahan yang kosong.  Kalau  kami kan bermain bola hanya sekali dalam seminggu. 

Di SSB banyak praktek tanpa  kompetisi.  Iya juga iya. Dibayar mahal di SSB  tetapi kalah terus sama ornag kampung yang tanpa pelatih.  Mereka bermain dengan gesit. Mereka memprkatekkan  gaya tokoh mereka seperti Ronaldo,  Suarez,  Neymar,  Bappe, Mesi,  Egi Maulana Fikri dan berbagai tokoh sepakbola dunia.

Suatu ketika, saya jemput anakku di sekolahnya. Anakku dan Kevin baru saja selesai  bermain bola. Kevin di ujung lapangan bola yang cukup luas  melihatku datang. Kevin teriak, " amangboru" tiga kali.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun