Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kontradiksi Social Distancing dengan Kebijakan Bandara

7 Agustus 2020   17:52 Diperbarui: 7 Agustus 2020   18:08 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari Kamis,   tanggal 30 Juli 2020  pukul 8.00 WIB yang lalu tiket pesawat  saya ke  bandara Silangit, Tapanuli Utara (Taput), Sumatera Utara  (Sumut).  Dua hari sebelumnya, saya telah rapid test Covid 19 di Kimia Farma Gading Serpong.

Tiba di bandara Soekarno-Hatta berjalan dengan lancar, tetapi  ketika check-in diberitahu bahwa pesawat tidak jadi berangkat. Padahal, di papan pengumumum bandara tertulis bahwa tujuan Silangit sesuai jadwal (on schedule).  Saya agak kaget dengan penjelasan pihak Batik Air yang tidak koordinasi dengan pihak bandara.  Dengan perasaan kesal, saya minta pindah pesawat ke  Kualanamu saja. Pihak Batikpun menyetujui keberangkatan saya ke Kualanamu.

Pelayanan Batik Air sangat baik dan  komitmen dengan jaga jarak. Pihak Batik Air memberikan  shield face tiap penumpang pesawat. Tiba di Kualanamu,  pramugari Batik Air  mengatur protokoler  kesehatan dengan cara  kursi 1-10 turun lebih dulu, kemudian kursi 11-20 dan  kursi 21 hingga habis.  Penumpang pesawat turun secara teratur. 

Tiba di terminal hendak mengambil barang di pengambilan bagasi, para penumpang dari beberapa pesawat berkerumun karena mengisi eHAC Indonesia. Di  eHAC Indonesia kita diminta mengisi data-data secara online.  Umumnya para penumpang yang baru turun dari pesawat gamang mengisi eHAC Indonesia secara online. Di eHAC Indonesia mengisi data nomor kendaraan, tujuan, daerah asal.  Kesulitan mengisi eHAC Indonesia adalah tujuan kita.

Bagimana kalau tujuan kita ke beberapa tempat? Bagaimana jika kita masih mencari hotel penginapan? Ada beberapa data yang sulit diisi.  Kesulitan inilah yang membuat berkerumun.  Penumpang yang tidak biasa naik pesawat dan gagap teknologi lebih panik lagi.  Beberapa penumpang minta tolong ke petugas karena tidak bisa menggunakan telepon genggamnya untuk mengisi online. Bagaimana kalau tidak memiliki telepon android?.   Dalam kondisi itulah, saya kesal sekali.

Melihat situasi yang belum kondusif melakukan aktivitas di Sumatera Utara,  Minggu 2 Agustus 2020 saya Kembali ke Jakarta dengan tiket Citilink. Minggu pagi saya ke Kualanamu dan tiba di bandara para penumpang mengular. Penumpang mengular karena petugas sangat sedikit sekali. Penumpang berjejer diperiksa tiketnya. Setelah tiket diperiksa, para penumpang kebingungan karena ada informasi  bukti rapid test harus divalidasi.  Dalam kondisi ini penumpang bertanya check-in dulu baru validasi atau validasi dulu baru check-in?  Petugas ada yang bilang validasi dulu dan ada yang bilang check-in dulu. 

Keputusan apakah validasi dulu baru check-in sulit diputuskan karena Ketika masuk dalam barisan antrian yang membludak bisa terlambat naik pesawat. Karena antrian untuk validasi akan memakan waktu yang cukup lama.  Banyak penumpang ketar ketir. Mereka menjalani antrian yang tidak pasti. Jika memilih antrian validasi dulu kemudian check-in, ternyata harus check-in dulu bagaimana?  Petugas yang ditanya pun tidak satu persepsi. Salah satu petugas yang saya tanya, awalnya dia bilang check-in dulu, beberapa menit kemudian, validasi dulu.  

Saya memilih validasi dulu kemudian check-in, dan ternyata benar.  Surat keterangan rapid test kita divalidasi dulu. Tiba di tempat check-in, mereka meminta kita  check-in online.  Setelah  kita berikan barang kita, disuruh angkat sendiri  ke tempat pengiriman barang. Dalam hati saya, mengapa bukan  Citilink yang mengangkat barang kita?  Saya piker, pihak Citilink juga tenaga kerjanya sangat terbatas.  Betapa runyamnya keadaan. Waspada Covid19 ditambah ketidaknyamanan validasi dan check-in.

Tiba di bandara Soekarno Hatta,  turun dari pesawat dengan protokoler Kesehatan. Di Terminal berkerumun lagi karena mengisi eHAC Indonesia.  Banyak juga yang kesulitan mengisinya, mereka yang  tidak biasa mengisi online  bisa memilih mengisi formulir secara manual. Kesulitannya, tidak ada pena. Ada pena tetapi tintanya macet. Bagi yang lancar online, kendala lagi sinyal. Keadaan berkerumun, mengisi online dengan kondisi sinyal  yang kacau menambah kerumunan.  eHAC Indonesia harus memilih Kerjasama dengan maskapai saja. Karena kehadiran eHAC ribet dan membuat penumpang mengular dan berkerumun.

Pengalaman saya naik pesawat di era Normal Baru ini sangat mengecewakan.  Pihak Angkasa Pura 2 perlu para analisis agar setiap kebijakan tidak kontradiksi dengan kebijakan pemerintah  yaitu social distancing.  Di satu sisi social distancing, disisi lain banyak aturan yang menimbulkan berkerumun bahkan membuat penumpang panik.  Saya memahami kesulitan-kesulitan kehadiran para petugas, tetapi dalam kondisi Covid19 harus perhitungan yang matang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun