Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kenegarawanan Susi Pudjiastuti dalam Menyikapi Ekspor Lobster

10 Juli 2020   12:39 Diperbarui: 10 Juli 2020   12:42 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika Susi Pudji Astuti menjadi Menteri  Kelautan dan Perikanan (KKP), saya tidak begitu suka dengannya. Saya sangat tidak setuju kebijaknnya menenggelamkan kapal-kapal asing yang mencuri ikan di perairan Indonesia. 

Sejatinya kapal-kapal yang disita itu dilelang atau digunakan  Kembali agar sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development).  Kapal-kapal  yang tidak layak dilaut sejatinya diangkat ke darat agar laut bersih. Penenggelaman kapal bagi saya tidak ramah lingkungan walaupun disebut kapal yang ditenggelamkan dapat menjadi rumpon. Susi berkeyakinan, penenggelaman akan berdampak efek jera.

Setelah Susi tidak lagi menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Susi masih aktif memberikan pencerahan tentang  bagaimana cara merawat laut kita. Kini Susi bersebrangan dengan penggantinya yaitu Edi Prabowo yang merevisi Permen Nomor 56 Tahun 56 Tahun 2016  tentang  larangan penangkapan dan/atau pengeluaran lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) dari wilayah negara Republik Indonesia  menjadi Peraturan Menteri (Permen) No 12 tahun 2020 tentang pengelolaan lobster, kepiting, dan rajungan di wilayah RI . Intinya,  dari larangan ekspor benih lobster menjadi memperbolehkan ekspor.

Perdebatan boleh tidaknya ekspor benih lobster  sudah cukup lama menjadi polemik. Perdebatan umumnya argumentasi ekonomi dan ekologi.  Perdebatan eco-Theologi sejatinya masuk juga untuk meyakinkan kita  soal debat yang berkepanjangan ini.  Teman saya penyuluh perikanan di Sumut memperkirakan kerugian negara sekitar  Rp 24 Trilun  jika benih Lobster dibiarkan  di laut bebas. Lobster akan mati sendiri oleh ombak, angin dan ikan-ikan pemangsa.  Argumentasi ini mudah dibantahkan jika  kita memahami rantai makanan (food chain) dan jaring-jaring makanan (food web).  Tidak ada yang sia-sia di laut jika kita berbicara soal  ekosistem laut.

Benih lobster  dianggap  rugi   ketika benih lobster  diamakan sama ikan. Mengapa?, karena manusia selalu melihat dari kepentingan ekonomi dirinya (antroposentris).  Manusia sulit memahami nilai (value) ketika ikan memakan  benih lobster yang harganya mahal. Ibarat manusia yang membunuh gajah, ular dan hewan langka karena dilihat dari harga pasar. Manusi tidak mampu melihat gajah, ular dan hewan langka lain untuk keseimbangan ekonomi.

Ketika Susi menjadi Menteri KKP  dibuatnya Permen Nomor  56 Tahun 2016 tentang larangan ekspor benih lobster. Ketika itu  nelayan menjerit karena penghasilannya menurun. Susi mengatakan agar lobster besar dulu atau kita budidayakan agar  pendapatan nelayan meningkat.  Sayangnya, Susi tidak menindaklanjuti konsekuensi  Permen no 56 Tahun 2016 yang dibuatnya.

Sejatinya, korban regulasi itu harus dilindunginya. Pemerintahan Jokowi mengajak rakyat social distancing ketika pandemi Covid 19 , dampak ajakan itu diikuti dengan Bantuan Sosial (Bansos). Ketika Susi mengeluarkan Permen Nomor 56 Tahun 2016 Susi membiarkan dampaknya begitu saja. Akibatnya, nelayan menjerit dan marah.

 Bagaimana sesungguhnya sikap kita  tentang ekspor lobster? Kita sepakat bahwa ekspor lobster menyumbang negara puluhan Triliunan rupiah dari  Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Saya menyebutnya puluhan triliun rupiah saja karena  banyak prediksi yang berbeda.  Tetapi, satu hal yang harus disadari adalah jika ekspor kita  berhasil maka sampai kapanpun  kita tidak akan berhasil  budidaya lobster. Mengapa?

Jika ekspor tidak ada resiko. Ekspor itu hanya mengumpulkan  benih dari nelayan kemudian dikumpulkan dan diekspor. Eksploitasi secara sistemik karena harganya yang sangat mahal.  Eksploitasi ini sangat sulit dikendalikan karena  lautan yang luas. Apalagi jika didukung oleh apparat yang nakal.

Lalu, bagaimana sesungguhnya  menyikapi benih lobster yang  sangat banyak di lautan kita yang sangat luas? Pertanyaanya adalah mengapa benih lobster itu ada diperairan Indonesia? Mengapa  benih lobster itu tidak di negara yang lain? Mengapa Tuhan meciptakan demikian? Pertanyaan ini  teologis. Jika Tuhan memilih benih lobster banyak di Indonesia, maka harus dioptimalkan, bukan langsung dijual. Pertanyaan ekologisnya adalah  apa dampak  ekologis  benih lobster jika diekspor? Apakah ikan-ikan akan kekurangan makanan? Sejauh mana dampak benih lobster ke pertumbuhan ikan dan spesies lain sebagai pemangsa lobster? Pertanyaan ekonomisnya adalah model apa yang paling menguntungkan bagi negara dan rakyat secara berkelanjuitan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun