Mohon tunggu...
Gumilang Hidayat
Gumilang Hidayat Mohon Tunggu... Editor - Content Writer

Pekerja Purnawaktu di Media Arus Utama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mereka yang Terus 'Bergerak' dan 'Diam' di Bawah Payung Hitam

20 Februari 2017   13:38 Diperbarui: 23 Februari 2017   18:21 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto (Beritagar.id)

Di setiap Kamis, nyali berlapis. Begitulah, sepenggal larik dari band Efek Rumah Kaca dalam lagunya yang berjudul ‘hilang’. Dalam lagu tersebut, adalah medium pendukung bahwa Efek Rumah Kaca sedang bernarasi bahwa ada sebuah aksi disetiap hari Kamis, Aksi kamisan terjadi karena para pesertanya menuntut keadilan pemerintah terhadap pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia.

Aksi ini tidak sumir, melainkan sudah bertahun — tahun berada di seberang istana. Aksi kamisan ini sudah dimulai sejak tahun 2007, sudah begitu lama mereka menuntut pemerintah untuk bertanggung jawab. Sampai detik ini belum ada inisiasi pemerintah untuk bertanggung jawab. Aksi Kamisan memilih untuk diam sebagai bentuk tuntutan bagi pemerintah untuk tidak diam terhadap isu yang mereka bawa.

Menurut Aksikamisan.net, “diam” tidaklah berarti telah kehilangan hak-hak sebagai warganegara, dan “berdiri” melambangkan bahwa korban/keluarga korban pelanggaran HAM adalah warganegara yang tetap mampu berdiri untuk menunjukkan bahwa punya hak sebagai warga di bumi pertiwi Indonesia dan sadar bahwa hak itu tidak gratis bisa didapat, terlebih-lebih ketika pemerintah tidak mau peduli.

Di setiap hari Kamis, wajah — wajah yang datang selalu dinamis, Simpul massa juga regenerasi, Ini juga bisa menjadi ruang untuk membangun ingatan generasi muda bahwa banyak pelanggaran HAM yang pernah terjadi. Seperti penembakan Semanggi 1, Semangi 2, dan penembakan Trisaksi, serta penghilangan paksa aktivis. Juga kerusuhan Mei 13 dan 15 1998, Talangsari Lampung, Tanjung Priok 1984, tragedi 1965, pembunuhan aktivis HAM Munir dan tragedi Wasior-Wamena dan masih banyak lagi.

Yang hilang menjadi katalis, Di setiap Kamis, nyali berlapis, marah kami senyala api, Di depan istana berdiri — Hilang, Efek Rumah Kaca

Bahkan, narasi-narasi aksi kamisan ini selalu muncul di ruang -ruang diskusi, sebagai tanda bahwa masih ada yang peduli terhadap kasus- kasus yang pernah terjadi di Indonesia, berbagai lembaga seperti pamflet dsb turut serta mendistribusikan narasi -narasi yang diperjuangkan dalam aksi kamisan ini ke dalam format yang agak berbeda. Mereka menyentuh kaum muda agar lebih peduli.

Sampai pada tahun ini, aksi Kamisan juga terus berlanjut, publik figur juga pernah terlibat di dalamnya seperti Arie Kriting, Melanie Soebono dan Pandji Pragiwaksono. Mereka turut serta bergabung dalam aksi Kamisan ini, gerakan ini sangat statis dan seperti sebuah ‘tren’ saja, karena tidak menuntun terlalu berisik kepada pemerintah dan berakibat pemerintah yang sudah berganti — ganti tidak merasa gusar.

Di Aksi kamisan yang ke 480, pada awal Februari 2017 dihadiri oleh keluarga korban Semanggi I, korban ’65, korban penggusuran, Kontras, LBH Jakarta, Wahid Institute, Odos, mahasiswa Atma Jaya, mahasiswa STF Driyarkara, mahasiswa UNJ, sineas film dokumenter, warga Manggadua, dan Aliansi Laki-laki Baru. Ini tidak merngbah apapun, saya menjadi bingung juga. Karena sudah banyak yang merepresentasikan lembaga maupun mereka yang dilanggar HAM-nya tetapi tidak ada perubahan apapun, sampai kapan aksi Kamisan ini berlanjut?

Menurut saya, ini harus didesak dengan cara lama, karena menurut nilai berita ini sudah basi tetapi ini penting untuk diungkap. Bahkan, ada berita terakhir dari kontras menyatakan bahwa negara melindungi pembunuh munir. Menurut berita tersebut, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menuding negara melindungi pelaku pembunuhan aktivis Munir Said Thalib. Tudingan itu merespons putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang membatalkan pengungkapan dokumen hasil Tim Pencari Fakta (TPF) kepada publik.

“Siang di seberang sebuah istana. Siang di seberang istana Sang Raja.” Iwan Fals

Kata bidang advokasi kontras, Yati Andriani, mereka curiga bahwa ada upaya pembohongan karena negara ingin melindungi pihak yang saat ini ada di bawah ketiak presiden, negara melalui PTUN telah melakukan persekongkolan jahat dalam menutupi kasus kematian Munir. Ini pertanda bahwa sampai kapanpun aksi Kamisan berjalan yang merupakan gerakan eksternal untuk mengungkap kebenaran telah tidak lagi diperhatikan.

Menurut Yati, majelis hakim PTUN tidak mempertimbangkan fakta-fakta mengenai dokumen hasil penyelidikan TPF sehingga menerima alasan Kementerian Sekretaris Negara yang menyatakan tak memiliki dokumen terkait. KontraS juga curiga ada orang yang secara sengaja menghilangkan atau menyembunyikan dokumen penyelidikan TPF itu.

Saya menghargai gerakan aksi kamisan ini, Bagi saya, harus ada gebrakan yang benar- benar membuat pemerintah itu melek bahwa ada gerakan yang ingin mengungkapkan kebenaran, Ini tidak bisa hanya ‘diam’, melalui jalur apapun harus diperjuangkan. Harus ada target agar pemerintah bisa mengungkap atau hanya akan ada aksi Kamisan terus-menerus tanpa ada hasil. Sekian.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun