Mohon tunggu...
Grmworth
Grmworth Mohon Tunggu... Penulis - -

wkwk

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Seniman Ada untuk Berseni bukan Bermoral

2 Desember 2020   14:23 Diperbarui: 2 Desember 2020   16:39 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: www.wallpaperbetter.com

Benedetto Croce, seorang filsuf dari Italia pernah berpendapat bahwa karya seni itu "tidak pernah ada", sebab seni itu terdapat pada jiwa setiap penikmatnya. Nilai seni dapat diciptakan sendiri oleh penikmat seni terhadap karya seni itu sendiri. Lantas, bagaimana kita dapat menyimpulkan seni itu buruk sedangkan setiap penikmat ataupun penciptanya mempunyai cita rasa yang berbeda?

Seringkali saya melihat beberapa orang memberangus karya-karya yang dianggap “tidak mendidik”. Menurut mereka, sebuah seni harus mempunyai nilai positif dan pesan moral agar para penikmat senantiasa terinspirasi dan tergerak untuk memajukan bangsa.

Izinkan saya tertawa untuk beberapa detik.

Terima kasih.

Begini, setiap karya seni, baik itu lukisan, karikatur, fotografi, film, dll, diciptakan sebagai ekspresi jiwa penciptanya. Ketika kita berbicara mengenai nilai seni, sesungguhnya itu bukan sesuatu yang bersifat konkret. Melainkan merujuk pada sesuatu yang bersifat abstrak. Sehingga secara esensi, nilai seni itu relatif tergantung pada konteks, pencipta dan penikmatnya.

Maka dari itu, karya- karya diatur dalam sebuah rating. Sistem ini dibuat untuk menyaring tingkat kedewasaan penikmat berdasarkan kluster usia. Seorang anak berusia lima tahun tidak diperkenankan menonton final destination, atau menikmati lukisan dark surealisme, misalnya. Itu merupakan tugas penting bagi pembimbing atau orang tua untuk mengarahkan sang anak agar menikmati karya seni sesuai kapasitasnya. Dengan demikian, seniman berhak untuk berseni sebebas-bebasnya sementara penikmat berhak untuk memilih dan menyimak seni yang sesuai untuk dirinya.

Bukan malah melarang dan memberangus karya seni, apalagi sampai mensensor payudara patung. HAHAHAHA.

Andaikata seniman dibatasi dengan premis “Jangan membuat cerita pembunuhan karena akan menginspirasi orang untuk membunuh” maka karya-karya Dan Brown, salah satu novelis yang terkenal dengan genre Thrillernya, Da Vinci Code, tidak akan pernah terendus sebagai cikal bakal salah satu pengarang sukses di dunia. Karya-karya George R. R. Martin, yang terkenal dengan intrik politik, pengkhianatan, dan pembunuhan antar saudara di dalam Game of Thrones, tidak akan pernah kita nikmati.

Andaikata seniman dibebani dengan pesan moral yang harus tersurat dalam semua karyanya, maka seorang stand up komedian lambatlaun akan berevolusi menjadi seorang penceramah dan motivator. (Ya itu bagus, tapi sudah keluar konteks. Kalau dari awal ingin jadi penceramah kok malah stand up komedian?) 

Jadi, ketika kamu menjadi penikmat seni, berhentilah mengharapkan sesuatu kepada seseorang yang tidak punya kapasitas untuk mewujudkan harapanmu. Ketika kamu ingin bermoral, maka carilah tokoh agama, bacalah kitab suci, bukan malah menyerahkan tanggung jawab moralmu kepada seorang seniman.

Untuk penikmat, nikmatilah, tanpa harus menuntut apalagi memberangus seorang seniman hanya karena konsep seninya berbeda denganmu, atau bahkan tidak sesuai dengan standar umum. Biarlah setiap seniman berseni apa yang ingin dia tunjukan, berdasarkan apa yang berada di dalam hatinya. Dengan begitu, kata-kata, suara, lukisan, yang dihasilkan akan lebih terdengar atau terlihat passionate.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun