Bagiku hidup bukan melulu tentang berdiri di atas panggung. Nyatanya, beragam dinamika hidup yang kuperoleh banyak berisikan cerita-cerita kecil yang berhasil membentuk aku menjadi seperti sekarang.
Cukup lelah untuk menjadi figur yang selalu orang harapkan. Bukan berpura-pura, melainkan purwarupaku ketika bertemu orang-orang yang selalu kuanggap sebagai jawara.
Rasanya melelahkan untuk berada di ritme kehidupan yang super cepat. Cekatan, lurus, penuh tekanan dan lugas. Mungkin, dengan hal tersebut akan membuat diri kita keheranan di masa depan. Menjelma menjadi 'seseorang' yang sepenuhnya baru. Kuat, hebat, dan berhasil menjadi sebuah bentukan dari proses panjang yang menantang.
Awalnya kuanggap itulah tujuan hidup,
Jalan lurus, menang, ulangi. Bertahan, buktikan.
Karena terpapar terlalu lama tinggal di kampung halaman, ketajamanku semakin hilang. Tak seperti di tanah rantau, hidup kaya sekali sebagaimana adanya. Belajar mandiri, susah, senang, makan enak, kehidupan serba penuh dinamika namun tetaplah romantis.
Khayalanku adalah kembali ke salah satu kota terbaik di dunia, yaitu semarang.
Karena disitulah, segala mimpi besar itu timbul dan kandas. Terutama pengalaman hidup yang kental akan pelajaran. Mulai dari obrolan hangat di gerobaknya pakdhe nasi goreng depan baskoro, meratapi masalah sambil makan nasi ayamnya bu yu tim dibelakang gerbang undip ngesrep atau sekedar keliling-keliling tanpa tujuan disekitar tembalang.
Aku menyukai semua kesulitan itu. Aku menyukai semua kesederhanaan itu. Aku menyukai bahwa ternyata hanya sebagian orang yang sadar bahwa mereka hidup di salah satu tempat terbaik di dunia. Ramah, tenang, panas dan tak enak. Tapi tak pernah bisa membuatku mengelak.
Walau soal keteduhan tak melulu persoalan tempat. Tapi tak ada yang lain dibenakku selain suasana sore di semarang.