Trauma gagal dua kali beruntun. Sebuah noda yang tak terhapuskan dalam lembaran sejarah sepak bola Italia. Piala Dunia 2018 di Rusia dan 2022 di Qatar, dua pesta akbar sepak bola yang harus dinikmati para tifosi dengan getir, tanpa kehadiran sang pujaan, Gli Azzurri.Â
Kala itu, alasan klasik tentang "masa transisi" atau "kurang beruntung" masih bisa jadi bantal empuk penghibur lara.Â
Namun, alarm bahaya kini berdering lebih nyaring, bahkan mungkin sudah memasuki fase Siaga Satu.Â
Kekalahan memalukan 0-3 dari Norwegia di Oslo pada Sabtu (7/6/2025) dini hari WIB, adalah tamparan keras yang tak bisa lagi dijustifikasi dengan dalih apapun.Â
Ini bukan sekadar kekalahan biasa, ini adalah indikasi bahwa trauma gagal lolos Piala Dunia bisa kembali menghantui.Â
Gawang Gianluigi Donnarumma sudah jebol tiga kali di babak pertama, luluh lantak oleh trio mematikan: Alexander Sorloth ('14), Antonio Nusa ('34), dan Erling Haaland ('42).Â
Ironisnya, dominasi penguasaan bola anak asuh Luciano Spalletti yang mencapai 63% hanya berujung pada satu tembakan ke gawang lawan.Â
Tanpa poin di laga perdana Grup I Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Eropa, Italia kini tertinggal sembilan poin dari Norwegia yang sudah mapan mengamankan jalan mulus ke putaran final.Â
Maka, jangan kaget jika kado pahit, Piala Dunia 2026 tanpa Italia, lagi, kembali harus kita terima.
Frustrasi Berkecamuk di Ruang Ganti Azzurri
Pasca pembantaian di Oslo, atmosfer di ruang ganti Italia terasa lebih dingin dari puncak pegunungan Alpen.Â