Mohon tunggu...
Binsar Antoni  Hutabarat
Binsar Antoni Hutabarat Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, penulis, editor

Doktor Penelitian dan Evaluasi pendidikan (PEP) dari UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA. Pemerhati Hak-hak Azasi manusia dan Pendidikan .Email gratias21@yahoo.com URL Profil https://www.kompasiana.com/gratias

Selanjutnya

Tutup

Money

UMKM Bubur Ayam, Antara Covid-19 Versus Mamon

2 April 2020   19:20 Diperbarui: 3 April 2020   14:54 856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penjuan bubur Duta Indah belum mudik, | dokpri

Kabar tentang penjual bubur ayam di Jakarta yang mudik karena sepi pelanggan tidak sepenuhnya terjadi di Bekasi. Contohnya penjual bubur ayam di bilangan jalan duta raya, Bekasi ini tetap dikunjungi pelanggan. Itulah alasannya dia tetap menggelar daganganya meski cemas tertular virus corona. Harapan mendapatkan "mamon" yang saya artikan sebagi kebutuhan hidup (harta) membunuh rasa takutnya, meski tetap waspada. Terus berdagang dengan menggunakan masker, dan tetap jaga jarak fisik.

Kecemasan penjual bubur terhadap ancaman virus corona yang sudah menginfeksi ribuan orang di Indonesia dengan ratusan orang meninggal dunia rupanya terkalahkan dengan "Mamon" berupa tuntutan ekonomi untuk memenuhi hidup dua anaknya yang masih kecil-kecil juga sang istri tercinta. Apalagi, pada bulan puasa yang akan menjelang biasanya ia tidak bisa lagi menggelar dagangannya karena pasti jauh lebih sepi lagi pembelinya. 

Satu-satunya harapannya adalah tetap bisa berjualan meski harus menunda mudik pada bulan puasa dan kemudia mencari usaha lain yang cocok di jajakan pada sore hari di bulan puasa, dan itupun bukan soal mudah.

Tukang bubur di pinggir jalan kompleks duta indah ini setiap pagi sekitar jam enam pagi telah menggelar dagangannya. Dia menggelar dagangannya di depan sebuah ruko kecil tanpa harus membayar kontrak karena gerobak diletakkan di pinggir jalan. 

Lagi pula, pagi hari toko itu belum beroperasi. Toko tersebut baru beropersi sekitar jam sembilan atau jam sepuluh, saat dimana tukang bubur sudah meninggalkan tempat itu karena seluruh dagangannya sudah habis diserbu pelanggan.

Pagi hari merupakan waktu yang tepat untuk berjualan bubur karena pada pagi hari mereka yang tidak suka makan berat atau anak-anak balita akan mengunjungi penjual bubur yang ada disekitar mereka tinggal untuk memenuhi tuntutan kantong tengah yang selalu saja menagih untuk dikenyangkan.

Di kompleks duta indah ada juga penjual bubur yang menggelar dagangannya pada sore sampai malam hari, tapi itu hanya satu dua. Peminat bubur ayam memang akan siap menyantap bubur ayam yang sedap itu baik pada pagi hari, siang atau malam hari. Itulah sebabnya bubur ayam Cikini yang tersohor di jakarta tetap menggelar dagangan pada pagi, siang dan malam hari. Tapi tentu berbeda dengan penjual bubur Duta Indah yang tidak tersohor seperti bubur Cikini.

Usaha bubur ayam masih merupakan pilihan yang seksi untuk mereka yang bermodal kecil. Kalau usaha bubur ayam juga harus tutup di Bekasi, kita tidak bisa bayangkan berapa banyak dari mereka yang harus berjibaku untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Pemerintah Bekasi mungkin perlu belajar mendengarkan tuntutan pedagang kecil di Tegal yang berdemo karena tidak bisa berdagang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Apabila Pemkot Bekasi melakukan Lockdown atau Karantina seperti di Tegal, mungkin bukan hanya tukang bubur yang berduyun-duyun berdemo, tetapi juga semua UMKM Bekasi akan berbondong-bondong menuntut pemerintah Bekasi memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun