Mohon tunggu...
Grandy Fharose
Grandy Fharose Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ilusi Kata-kata

12 Januari 2018   21:47 Diperbarui: 12 Januari 2018   22:31 728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Banyak dari kita yang mungkin suka mengutip kata-kata dari seseorang tokoh, novel, dan buku-buka lainnya hanya karena setuju dengan pemikirannya. Namun yang menjadi masalah bukan pada cara pengutipannya, namun dalam proses mengertikannya sebuah frasa. saya rasa diantara pembaca pasti ada salah sati teman yang suka mengutip tulisan-tulisan filsafat seperti dari Tan Malaka, Karl Marx, Nietzche, dan lain-lainnya. namun yang menjadi permasalahan adalah apakah teman tersebut memahami apa yang dia bagikan dalam jejaring sosialnya. 

Memang bukan perkara besar, namun perlu kita perhatikan adalah apa yang dimaksud dalam kalimat tersebut dalam konteks yang sesuai. Banyak terjadi pengutipan-pengutipan dari buku-buku filsafat tanpa mengerti isinya atau hanya ikut-ikutan. Inilah yang menjadi bahasa. tidak salah seorang awam mempelajari filsafat, karena saya pun juga awam. 

Namun apakah seorang awam ini mengerti konteks yang dibicarakan dalam buku tersebut.? saya mempertanyakan hal ini karena banyak dari postingan di media sosail yang mengutip beberapa kata yang sensitif, yang bisa terjadi salah tafsir di masyarakat awam. seperti kata-kata terkenal dari Karl Marx "agama adalah candu" adalah salah satu klausa yang menjadi kontroversial. disebabkan karena pengutipan yang hanya secuil dari buku karl marx sendiri. padahal aslinya kata-kata ini mengacu pada kritik peran agama dalam zaman kegelapan eropa. 

inilah yang menjadi dasar bahwa pengutipan kadang bisa menjadi masalah besar. Mungkin sang pengutip mengetahui konteksnya, namun bagaimana dengan teman-temannya? jika teman-temannya juga anak STF mungkin bisa jadi mengerti, namun beda masalahnya jika yang melihat adalah seorang yang sangat agamis. Inilah yang memunculkan berbagai konflik yang awalnya sepele. Akar dari permasalahan inipun menjadi sangat sengit di dua kubu yang fundamentalnya sangat bersebrangan. 

maka kembali pada sebuah peribahasa sederhana untuk menjadi landasan kita berbicara, "mulutmu adalah harimaumu" , ini juga menjadi landasan kita dalam berbagi dan tentunya jangan sampai salah mengutip.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun