Mohon tunggu...
Grace Sihotang SH MH (HSPLaw)
Grace Sihotang SH MH (HSPLaw) Mohon Tunggu... Penulis - Advokat Dan Pengajar/ Tutor pada prodi Hukum Universitas Terbuka

Mengajar mata kuliah Hukum Pidana Ekonomi. Lawyer/ Advokat spesialisasi Hukum Asuransi Dan Tindak Pidana Asuransi. Menulis untuk Keadilan, Bersuara untuk Menentang Ketidakadilan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Game PUBG dan Hukum Cambuk (Mana yang Lebih Mengandung Unsur Kekerasan?)

28 Juni 2019   23:49 Diperbarui: 29 Juni 2019   07:58 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hari ini hati dan pikiran saya tergelitik melihat berita di sebuah media online yang bertajuk, "MUI Haramkan Game PUBG, Pelanggar Terkena Hukuman Cambuk". Otak saya yang selalu berpikir kritis seakan ingin meledak setelah mendengar alasan utamanya yang menurut saya "agak kurang masuk akal" untuk daerah yang mengadopsi Hukuman Cambuk seperti Aceh.

MUI Aceh dan terutama MUI di Kabupaten Langsa dan Pidie, mengeluarkan fatwa haram terhadap Game PUBG dikarenakan menurut pertimbangan mereka, konten Game PUBG mengandung Unsur Kekerasan dan dapat mengajarkan kekerasan pada anak dan remaja. 

Suatu alasan yang menurut saya sangat kontradiktif sekali dengan penerapan hukuman cambuk, yang juga mengandung unsur "kekerasan" dan jelas-jelas tertuang dalam Qanun Jinayah Aceh.

Saya bukan orang yang sangat kontra dengan hukuman cambuk. Bahkan saya sungguh menghargai bahwa hukum cambuk itu mungkin menurut pendapat kalangan tertentu memiliki beberapa kelebihan dibanding hukuman penjara. Hukuman cambuk  terasa lebih simpel, karena hemat waktu dan cepat selesai, yang tentu saja berbeda dengan hukum penjara yang pelaksanaan hukumannya relatif lebih lama. 

Tapi tetap saja, hukum cambuk memiliki kelemahan, karena hukuman tersebut sangat kental  unsur kekerasan bahkan jelas-jelas sudah melanggar United Nation Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment terutama pada  bagian I pasal 1 dari Konvensi tersebut.

Yang jadi pertanyaan saya adalah:

1.     Apakah tidak kontradiktif di wilayah yang memberlakukan unsur kekerasan fisik "yang  nyata" sebagai sarana penghukuman justru melarang suatu permainan "virtual" yang mengandung unsur kekerasan? 

Jika melihat efek dan dampaknya saya justru lebih mengkhawatirkan dampak hukuman cambuk yang pelaksanaannya dilakukan di halaman mesjid dan ditonton masyarakat umum termasuk remaja dan anak,karena saya rasa lebih berpotensi mengajarkan kekerasan dibanding permainan Game PUBG. 

Memang dalam pelaksanaan Oanun Jinayah, terdapat larangan eksekusi cambuk untuk ditonton oleh anak- anak, tapi kenyataannya banyak orangtua yang membawa anaknya untuk menonton eksekusi cambuk tersebut.

2. Game PUBG sekarang ini dalam perkembangannya telah menjadi salah satu cabang olahraga yang termasuk dalam katagori e-sport atau olahraga elektronik.  Negara Islam seperti  Arab Saudi bahkan menyelenggarakan turnamen atau kompetisi untuk Game PUBG ini. 

Pertanyaan saya adalah, banyak sekali olahraga yang mengandung muatan kekerasan seperti tinju, karate, gulat ataupun olahraga asli Indonesia yang bernama pencak silat, apakah setelah Game PUBG dianggap haram,  olahraga-olahraga tersebut bakalan mendapat giliran juga untuk diharamkan serta pelakunya/ atletnya juga diganjar hukuman cambuk?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun