Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengurai Kelindan Definisi Hoaks Kontemporer

6 Januari 2019   07:59 Diperbarui: 6 Januari 2019   19:32 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Complex Code - crmbusiness.wordpress.com

Rocky Gerung pernah tajam mengkritik jikalau pencipta hoaks terbaik adalah penguasa. Sebuah pernyataan yang begitu mengusik dan menggelitik akal sehat kita. Ketika informasi menjadi konsumsi fikiran kita. Adakah implikasi logis bagi mereka yang hanyut dalam banjir informasi dunia digital?

Dunia digital dengan tsunami informasi kini semakin mengaburkan fakta. Sejak jurnalisme lepas dari belenggu tiran dan propaganda sebuah rezim. Tak pelak kebenaran pun menjadi entitas yang bisa diperdebatkan. 

Tetapi dengan prinsip pencarian kebenaran yang faktual, empiris dan independen. Segala informasi cenderung dapat terlepas dari bias ideologi, politis, keagamaan dan kesukuan. Jurnalisme seperti ini pun masih eksis walau tidak sepopuler media arus utama.

Dan di antara perdebatan mengulas dan mencari kebenaran. Ada saja oknum atau institusi yang mencoba mengaburkan, merekayasa, bahkan mendistorsi fakta. Kebohongan dengan julukan hoaks kini tidak asing di manusia modern dengan gawainya.

Hoaks bukan hal yang baru dalam pola komunikasi manusia. Sejak dulu kebohongan disebarkan baik melalui word of mouth ataupun dalam medium tertulis. Hoaks yang saat ini dimaknai menyempit, dengan kebohongan yang dibingkai dalam dunia digital. 

Namun dengan lingkup makna yang sempit ini. Justru kebohongan digital ini semakin masif dan terstruktur, disebarkan oleh oknum dan tujuan tertentu.

Fake Fact - Ilustrasi: now.tufts.edu
Fake Fact - Ilustrasi: now.tufts.edu
Kebohongan di dunia digital kini semakin komples untuk didefinisikan. Selain sebarannya yang besar dan sistematis. Paparan hoaks dalam jangka waktu yang lama membuat makna hoaks kian berkelindan tak tentu.

Mari kita fahami dulu makna hoaks secara umum atau awam. Dalam pemahaman orang pada umumnya, hoaks via dunia maya ini dianggap berisi informasi yang salah atau keliru. Alasannya selain menyimpangkan fakta. 

Tak jarang misinformasi yang dibuat bisa berupa clickbait, misrepresentasi konten, memelintir pernyataan, foto atau video, sampai memfabrikasi informasi.

Mengecek kebenaran dapat diinisiasi platform sosmed itu sendiri. Biasanya didapat dari hasil laporan (flagging) pengguna platform itu sendiri. Dan cek fakta berikutnya berasal dari media arus utama. Portal-portal berita yang bonafide dan sudah terverifikasi Dewan Pers bisa menjadi acuan fakta. 

Kini pun, aplikasi Android seperti Hoax Buster Tools (HBT) dari Mafindo atau situs Aksara yang masih tahap beta bisa dijadikan acuan verifikasi kebenaran praktikal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun