Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Mas, Kok Tidak Menulis Horor Lagi?

15 November 2018   22:10 Diperbarui: 15 November 2018   22:09 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Black and White Bones Photo by Mitja Juraja - pexels.com

Setidaknya pertanyaan diatas pernah saya jumpai di kolom komentar artikel saya disini. Sebuah pertanyaan yang menggelitik jenak fikir saya. Ternyata pembaca artikel horor saya ada. Dan ternyata di Kompasiana, ada penyuka horor.

Mungkin sejak 2015-2016, niche horor coba saya angkat disini. Beberapa sketsa horor seperti Horor Singkat Tercekat, saya publish setiap malam Jum'at. Lalu ada Karya Karma, yang pernah saya ikutkan lomba di sebuah event cerpen fiksi di Kompasiana.

Beberapa ulasan tentang dunia supranatural dan horor juga pernah saya ulas. Seperti Menengok Ceruk Gelap Horor. Review film horor seperti Eloise atau Train to Busan juga pernah saya buat. 

Dan bukannya saya bosan menulis horor. Karena cerita tentang dunia gelap, mistis, dan misterius ini menjadi bagian dari saya. Ada kekaguman saya pada dunia yang begitu ditakuti banyak orang. Tetapi juga membuat orang penasaran.

Sudah beberapa waktu ini, saya coba selesaikan kisah Karya Karma. Niatnya memang saya jadikan sebuah novel gore thriller. Kisahnya cukup sederhana. Yaitu seseorang yang membalaskan dendamnya pada seorang koruptor. Tetapi dengan caranya sendiri.

Sedang Horor Singkat Tercekat sebenarnya sudah saya bukukan. Sketsa yang saya tulis sudah menembus 50 artikel. Dan bukunya juga sempat dibedah bersama rekan-rekan Kutu Buku di kantor Kompasiana medio 2016 lalu.

Close Up Doll Photo by James Sutton - pexels.com
Close Up Doll Photo by James Sutton - pexels.com
Tapi buku ini masih saya edarkan di kalangan terbatas. Buku ini memang saya biarkan 'mati'. Entah mengapa, saya ingin menciptakan buku ini misterius, bahkan berbahaya. Karena memang pembatas bukunya terbuat dari kain kafan.

Jika Kompasianer ingin membaca atau memilikinya. Saya persilahkan saja. Tapi resiko ditanggung sendiri.

Setiap haripun, ide-ide cerita horor terus muncul di kepala saya. Walau belum saya sempat tulis semua ke dalam narasi atau deskripsi. Karena memang niche yang coba saya tekuni lagi adalah tentang literasi dunia digital. Walau sebenarnya, ada banyak ide untuk menggabung teknologi dengan dunia mistik sekitar kita. 

Seperti misalnya sketsa tentang video call seorang kawan yang baru saja meninggal sore tadi. Tapi si penerima vidcall tidak sadar kalau temannya sudah tiada. Yang ia lihat, mengapa vidcall temannya gelap. Seperti di dalam kubur. 

Horor selain membuat saya penasaran sekaligus menyeramkan. Jika banyak orang menjauh saat melihat pocong. Saya sendiri malah penasaran untuk mendeskripsikan bentuknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun