Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Orang-orang Ini Lebih Inspiratif dari yang Kamu Kira

29 Mei 2018   22:54 Diperbarui: 29 Mei 2018   23:40 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Crowd by Krizjohn Rosales - foto: pexels.com

Saat banyak orang mengambil yang sedikit, sebagai contoh yang kebanyakan. Contoh, mengambil sosok tua renta dan tak mampu tapi mau berbagi. Atau seorang alim yang rupawan, baik dan penuh kebaikan. Maka tulisanku ini mengambil inspirasi dari orang-orang biasa.

Ya, orang yang kau jumpai sehari-hari. Di depan pintu besar pabrik-pabrik. Di pasar sedang mondar-mandir mencari barang belanjaan. Atau mereka yang sekadar hilir mudik sibuk mencari takjil di pasar dadakan dekat masjid raya. Dan mungkin juga, kamu, saya atau mereka yang kamu anggap biasa saja.

Mereka bukan siapa-siapa. Pun kegiatan sehari-harinya sama saja. Tidak menginspirasi dari apa yang banyak orang tulis. Kalimat ucapannya tidak sehebat Teguh Mario. Tingkah lakunya pun tidak semotivatif Andy Kick. Pokoknya biasa-biasa saja. Sudahlah percaya padaku.

Dan orang-orang biasalah sejatinya sumber inspirasi. Karena mereka yang membedakan, memisahkan dan mensegregasi label 'inspiratif'.

Begini, bagaimana kau tahu seorang itu inspiratif kegiatannya? Pasti karena aktifitasnya tidak sama dengan orang kebanyakan. Aktifitasnya membantu para dhuafa, sebagai contoh. Saya belum bisa melakukannya. Kamu sudah bisa kawan? Tapi karena saya, kamu, atau kita yang cuma bisa melihat dan memuji kedermawanannya. Maka ia inspiratif. 

Dermawan ini adalah pengejawantahan diri pada tingkat eklektik. Si inspirator dermawan ini adalah harapan kamu terdalam. Karena toh kamu tidak bisa menjadi dirinya. Masih banyak yang harus kau fikirkan. Cicilan motormu. Kredit mesin cucimu. Atau yang wajib seperti SPP anakmu yang sekolah. Menyisihkan uang untuk beramal sulit, bukannya tidak mampu.

Para inspirator muncul karena mereka memisahkan diri dari cara hidup banyak orang. Contoh, seorang yang kaya raya namun menjalani hidup di sebuah desa dengan apa adanya. Ia memisahkan diri dari kebanyakan orang kaya. Ia sukarela menjalani ini karena kata hati. Berbeda dengan kita. karena kadang kata hati bertumbur realitas. Kenyataan untuk sekadar bertahan hidup dengan gaji yang tidak juga naik.

Kitapun mensegregasi tokoh inspiratif ini agar menjadi contoh. Contoh buat orang yang ingin menjadi seperti kelompok kecil inspirator. Atau sebagai hikmah yang ditulis berbuku-buku. Kemudian ceramahnya didengar ribuan orang. Dan kau fikir semua orang bisa menjadi seperti para inspirator.

Tidak semua. Karena kembali, kehidupan ini kadang lebih pahit dari kata manis motivator. Hidup ini bisa tidak lebih baik jika menjadi dermawan. karena logika hidup tidak cocok bagi linearitas gaji dan kebertahanan hidup. Tapi kita tahu mereka bisa hidup dan sukses. Karena mereka mencoba. Dan biarlah mereka yang mencoba. Karena setidaknya ada yang berhasil bahagia.

Sekali lagi, kitalah pembentuk orang-orang inspiratif. Dalam konvensi kasak-kusuk sosial media. Kita agungkan satu/dua tokoh sebagai panutan. Dan di bulan Ramadhan ini. Coba kita tengok dan cari tokoh inspiratif kita. Kita akan temui untuk bersama kita bedakan, pisahkan, dan segregasi dan disebut sebagai inspirator.

Karena kitalah yang berkonspirasi bersama menunjuk para inspirator. Seorang inspirator mungkin segan dilabeli demikian. Karena para inspirator adalah orang yang cukup dengan dirinya. Sedang kita? 

Ah sudahlah...

Salam,

Solo 29 Mei 2018

10:51 pm

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun