Mohon tunggu...
Zavry W. Zaid
Zavry W. Zaid Mohon Tunggu... lainnya -

Chairman/CEO at Human Paradigm Enlightemen Foundation (HPEF/YPPI).Freelancer now n then. Nothing more interesting than immortality. In between, just passing n away while looking for the better future of body, mind n soul. Positive thinking, open minded, forget the past n forgiveness for a glorious of humanities.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Political Branding saatnya Kampanye Hemat, Cerdas, Bermartabat

22 Juli 2011   14:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:28 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Judul di atas adalah topik yang tercantum dalam undangan seminar yang menarik saya untuk hadir di Energi Tower, Kampus Pasca Sarjana, Universitas Paramadina sore hari kemarin (21/7-2011). Lebih menarik lagi karena pembicara kuncinya adalah HM. Jusuf Kalla. Siapa yang tak kenal mantan Wakil Presiden RI yang berpikiran brilian, suka bicara spontan nan bernas, menggelitik dan  tentu saja sangat menghidupkan suasana seminar menjadi benar menarik.

Misalnya ketika mengawali pembicaraan, beliau berucap dengan kocak : "Saya kalau bicara pakai teks suka kuatir karena bisa jadi terpaku kaku......tapi kalau Ibu (istri Pak JK) bicara tanpa teks, malah saya yang ketar-ketir". Betul-betul ungkapan hati yang plong, jujur tanpa beban dengan gerakan tubuh dan mimik wajah seperti biasanya amat menarik, membuat semua peserta bisa tertawa lepas. Bukan basa basi, pencitraan, rekayasa dan tentu saja tidak sedang melakukan political branding.

Pak JK juga mengungkapkan, boleh jadi karena adanya ketentuan larangan bagi PNS dan militer mencalonkan diri, maka peluang calon dari swasta dan pengusaha terbuka lebar. Swasta dan pengusaha dengan pola pikir yang terbentuk berorientasi hasil (product oriented) pasti akan berhitung untung-rugi jadi calon terpilih. Ketatnya persaingan untuk menjadi calon terpilih menumbuhkan biaya politik yang sangat besar.  Kalau dibandingkan dengan pemilu tahun 2004,  telah terjadi peningkatan biaya politik sebesar 10  kali lipat pada pemilu 2009, terutama untuk merebut dan memenangkan suara pemilih pada saat kampanye. Betul-betul suatu yang absurd!

Pak JK menutup pembicaraan bahwa perilaku politisi dapat memenuhi ekspektasi pemilih bila mau berhemat dan menggunakan akal sehat secara cerdas dengan berpegang teguh pada etika yang membawa hasil bermartabat. Artinya martabat merupakan hasil dari efisiensi politisi melalui berhemat, menggunakan akal sehat nan cerdas dan diterapkan secara beretika.

Pembicara lain Bima Arya Sugiarto dari PAN, menduga bahwa pada pemilu yang lalu diantara partai politik hanya PDIP dan PKS yang tidak merasa perlu melakukan political branding. Yang pertama karena calon ketuanya sudah bisa ditebak -Megawati Soekarno Putri-, sedangkan partai yang kedua melalui mekanisme Dewan Syuro. Namun sudah semestinya kekuatan dan kemampuan dari dalam diri seorang calon yang menjadi lebih penting. Dengan demikian apakah masih diperlukan political branding, mengingat pemilih semakin cerdas dan realistis?   Saya pikir, gaya penyampaian sarat makna, apa adanya, terhubung dengan realita Pak JK, bisa menjadi suatu bentuk penampilan yang timbul dari kekuatan, kecerdasan dan kemampuan dalam diri seorang politisi.

Kemampuan, kekuatan dan karisma tak bisa dibentuk melalui pencitraan dari luar diri politisi. Pembicara selanjutnya  Fadhli Zon, politisi Partai Gerindra  juga meragukan dan bahkan menegaskan bahwa kedepan  political branding semakin memudar  bila hanya mengandalkan politik pencitraan yang tak sejalan dengan realitas. Fadhli menghimbau agar orang-orang muda yang benar dan baik semakin banyak masuk partai agar bisa muncul politisi muda berkarakter. Mampu menegakkan kebenaran dan mengalahkan politisi berperilaku buruk

Pembicara Malik Gismar, Direktur School of political Communication, Paramadina mengungkapkan pentingnya product delivery dari politisi yang  dapat diterima secara cognitive. Politisi yang mampu memenuhi keterlibatan, keingintahuan, kepedulian pembentukan persepsi dan tentu saja harapan dari para pemilih.

Silih Agung Wasesa, penulis buku yang berjudul sama dengan topik seminar, menegaskan data dan fakta bahwa tinggi dan mahalnya biaya politik disebabkan tidak cerdasnya para politisi ketika berkampanye. Persaingan terjadi secara tidak sehat, sehingga penggunaan dana cendrung boros dan menghamburkan uang dengan tidak efisien. Dan pasti belum tentu bisa memberikan hasil yang efektif.

Seminar yang dibuka Rektor Paramadina Anies Baswedan, dengan moderator Tedy Sitepu dari paramadina memberi kesempatan tanya jawab dengan peserta.  Ada yang bertanya mengenai kemungkinan majunya JK pada pemilu 2014 dan dijawab sambil senyum khas, bahwa : "Anda semualah yang mesti menjawab pertanyaan itu".

Sayapun mengajukan pertanyaan: "Saya tak bertanya tentang political branding, bukan karena dinafikan pembicara lain, tapi karena lebih tertarik kepada 3 kata terakhir; Hemat, Cerdas, dan Bermartabat. Hemat pasti ditujukan kepada kandidat yang akan dipilih, karena mayoritas pemilih hidup susah hingga sudah tak punya apa-apa lagi untuk dihemat. Cerdas penting, sebagaimana proses brainstorming dalam seminar ini, bisa ditujukan kepada yang dipilih, tetapi mungkin lebih penting bagi pemilih agar tak salah pilih. Bermartabat terkait dengan nilai-nilai virtue yang tak bisa dimiliki secara instan, tetapi melalui proses panjang agar politisi punya keunggulan moral, kejujuran, kebenaran, kebajikan dan kemuliaan hidup.  Tidak ada prestise tanpa didahului ada prestasi. Pertanyaannya, dengan kondisi perpolitikan kita kini, apakah masih ada politisi yang bermartabat?".

Pak JK menjawab : "Pasti masih adalah....saya percaya masih ada politisi yang bermartabat, karena martabat itukan hasil dari suatu proses....".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun